16. Warning

452 69 9
                                        

"Jika kau tak menjauhinya seperti yang sedang kuperingatkan padamu sekarang, kau hanya akan menjadi satu-satunya pihak yang menderita, Kanna."

Merasakan napasnya berpacu, Kanna bisa merasakan isi kepala seakan-akan tengah diaduk tanpa henti. Kalimat yang sempat Yoongi katakan seperti mengetuk jendela memori, mengingatkannya kembali dan membuat si gadis jadi sepenuhnya awas. Untuk beberapa alasan, Kanna mendadak yakin bahwa apa yang Taehyung katakan padanya untuk menggantung pria semalam bukanlah sekadar omong-kosong belaka. Hal tersebut bukanlah kalimat yang dicetuskan semata-mata hanya untuk membuatnya lebih baik apalagi menghibur.

Dan memikirkan hal tersebut, rasanya jelas lebih mengerikan daripada harus menghadapi kemarahan dan pukulan ibunya. Kim Taehyung tak sedang bermain-main. Tatapan mata kelam tersebut, bagaimana ia tersenyum, berbisik lirih—sial, semuanya mengindikasikan perbuatan yang pasti akan dilakukan hanya jika Kanna mengangguk dan berkata, "Iya, kurasa kita memang harus memberikan pelajaran pada pria semalam."

Mungkin malam itu, di saat Taehyung baru saja menempati rumah di samping tempat tinggalnya, di saat Taehyung menemukannya tersungkur di dalam kamar, Kanna tidak seharusnya memberikan respon. Ia seharusnya berpura-pura saja tak melihat. Ia seharusnya menolak semua interaksi yang disodorkan, menutup mata, membangun dindingnya lebih tebal—sama seperti yang biasa ia lakukan.

Namun kini, merasakan si pemuda masih terfokus pada lehernya, nyaris meninggalkan kesan seolah ia sedang berpacu dengan waktu. Kanna berbisik lirih menyembunyikan ketakutan di dalam benaknya, "Taehyung?"

"Hmm?"

"Kalau kau tidak berhenti sekarang—" si gadis menjeda, mengatupkan bibir dengan rapat saat lidah pemuda itu menggelitik tulang leher. "Kalau kau tidak berhenti sekarang, aku bersumpah aku akan membencimu, kau tahu?"

Mendengar kalimat tersebut dilesakkan keluar, Kim Taehyung mendadak berhenti, stagnan, mematung di tempat. Kanna meringis merasakan lehernya yang terasa perih sementara kedua tangannya masih ditekan pada permukaan lantai. Perlahan menegakkan kepala, memandang lurus dengan seraut ekspresi tak mengerti, Taehyung membalas ragu, "Kenapa? Ada yang salah? Apa aku tidak memuaskanmu?" Ia menaikkan satu alis. "Apa itu tadi tak cukup menyenangkan? Aku bisa melakukannya di bagian lain kalau kau mau. Mau kubantu membuka celanamu sekarang?"

"Tidak!"

"Tidak?"

Kanna menatapnya tak percaya. "Kau benar-benar tidak mengerti, ya?"

Taehyung menahan tawa. "Entahlah. Tentang apa?"

"Lepaskan aku, Kim," si gadis menukas tegas. Sepasang irisnya berkilat marah. "Jika kau memang menginginkan jawaban yang bisa diterima oleh seorang manusia dengan akal sehat, lepaskan aku. Kau sedang mencoba menelanjangi seseorang tanpa persetujuan mereka dan kau bertanya apa ada yang salah?"

Sekelumit keterkejutan yang dibubuhi separuh ketidakmengertian sontak terbayang pada sepasang netra si pemuda. Kanna menangkapnya samar tatkala cekalan pada kedua pergelangan tangan perlahan dilepaskan dengan lambat. Sepersekon di sana, kepalanya penuh sesak dengan puluhan suara. Kenapa kau menghentikannya? Kau menyukainya, katanya. Hening tak sampai mencapai sebelum rentetan suara menyusul kembali, saling memperebutkan titik, lagipula kau juga sudah bukan perawan. Mengingat bagaimana hidup yang sudah kau jalani, memang apa bedanya melakukan hubungan seksual dengan Kim Taehyung atau kakakmu?

"Kanna?"

Gadis itu mengerjap. Taehyung yang sudah beringsut pergi dari atas tubuhnya kini terduduk di atas lantai memandang lurus menanti sebuah jawaban. Amarah yang sempat menggelegak di dalam benak seolah menguap begitu saja tatkala ia bangkit dan ikut mendudukkan diri. Tetapi di sana, Taehyung malah mengulum senyum manis—sesaat sukses membuat Kanna mematung, berpikir dan mengirim si gadis untuk merasa seolah ialah satu-satunya orang yang memiliki temperamen meledak-ledak lalu bersikap berlebihan.

Lifted & FractedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang