"Ah, kalau saja dia tidak keras kerpala dan Kanna menyadari semuanya beberapa jam lebih cepat, rencana ini akan benar-benar jatuh berantakan." — adalah kalimat yang bergema, kian meredup. Jimin mendesis tak percaya, begitu samar. "Biar Taehyung yang berbicara dengannya saat dia sudah tersadar. Kita harus—Jung, astaga. Berhenti memukulinya."
Sebuah rengek memprotes tak setuju. "Tapi lebam akan terlihat bagus pada kulit pucatnya. Kau berjanji padaku kalau aku boleh mengambil beberapa foto."
"Ambil saja sekarang."
"Tsk, mana bisa. Kondisinya sekarang belum cukup memuaskan."
Kemudian suara baru memecah dinginnya malam, mengakhiri lapis terakhir kesadaran yang Kanna miliki—menyentuhnya begitu hangat dan hati-hati tatkala merengkuh lambat, Taehyung kemudian menyahut menahan tawa, "Minggir, Jeon. Dasar sinting."
Lalu terhenti. Semua kalimat yang menelisik serta menghantam dalam satu waktu tersebut lantas terhenti di sana begitu saja. Hening merayap. Sunyi mencekik. Kegelapan yang melingkupi terasa seperti satu sosok kawan lama yang kembali datang lalu meludahi wajahnya.
Kanna bisa merasakan kesadarannya yang mengabur kembali secara perlahan—satu potong demi satu potong, melucuti keberanian yang sempat bercokol dalam benak secara lambat. Kedua kakinya seperti baru saja dipotong, kepalanya berdenyut luar biasa hebat. Ia mungkin sudah terjatuh tak sadarkan diri selama berjam-jam, namun si gadis jelas hanya membutuhkan empat detik guna menyadari kalau memutuskan untuk bergerak tatkala ia baru saja tersadar merupakan sebuah keputusan yang ceroboh. Perih dan nyeri seperti mesiu yang baru saja dilesatkan, sukses membuat Kanna meringkuk di atas ranjang dengan napas tertahan. Memandang kosong tatkala menyadari salah satu tangannya diborgol tepat pada sadaran ranjang, si gadis lantas tertawa tak percaya: ah, tentu saja.
Ia jelas sudah meninggalkan campfire dan melangkah memasuki pintu pertama neraka.
Napas si gadis mulai berpacu, tersengal. Air matanya meleleh, terdesak keluar mengimbangi ketakutan yang mulai meradang sengit. Seseorang yang sudah memukul lalu membawamu ke tempat antah berantah jelas takkan mengantongi niat apik—jadi lupakan saja kemungkinan bagus setelah Jungkook yang juga sudah menghantamnya beberapa kali. Rasa pahit yang mengisi mulut membuat Kanna menggigit bibir. Mati-matian berusaha menjejalkan rasa takut, ngeri, serta amarah yang mulai berkobar di dalam benak, ia mengernyitkan kening dan mengerti benar bahwa dirinya tak bisa membiarkan emosi mengambil alih keadaan untuk sekarang.
Menepis pening serta ngilu sementara kepalanya masih terus berdenyut, Kanna bisa merasakan raganya menggigil menahan sakit tatkala memaksa guna mendudukkan diri. Belakang kepala si gadis jelas menguarkan aroma bak besi berkarat. Kain kasa membalut dahi, lengan, serta salah satu kakinya yang kebas tak bergerak. Jangan berteriak, pikirnya. Jangan membuat gaduh, yakinnya. Mengatupkan mulut, Kanna jelas membutuhkan waktu untuk setidaknya mengenali di mana raganya berada.
Pengap. Berdebu. Asing. Cahaya lampu yang merayap samar melalui ventilasi kecil di atas jendela serta celah pintu membuatnya menemukan banyak bayang perabot terselimuti kain putih di sepenjuru ruangan. Kendati tiap sudut terkatup rapat, namun ini bukan gudang. Ranjangnya terlalu nyaman untuk dionggokkan begitu saja di ruang penyimpanan. Tak terdengar suara kendaraan melintas. Derik ngengat terdengar samar. Namun melebihi hal tersebut, sialnya, tempat ini tak menyisakan hal lain guna ditelisik.
Kanna mengigit bibir bawahnya. Kepalanya keruh, mual, sepenuhnya nyaris mati rasa. Mari bicarakan kemungkinan terburuk. Grup campfire seharusnya segera kembali. Pasti akan ada siswa yang menyadari absensi dari keempatnya. Tuan Lee mungkin memang hanya menjadi perlengkapan syarat akan keberlangsungan acara, namun setidaknya pria itu pasti akan mencarinya jika ia tidak ada, bukan? Ketiga pemuda tersebut juga menyedot banyak atensi. Mustahil tak ada yang bertanya apalagi melewatkan begitu saja. Lalu setelah Yoongi mendengarnya—mungkin, mungkin saja—mungkinkah, ia akan datang?

KAMU SEDANG MEMBACA
Lifted & Fracted
FanfictionPada musim panas kali itu, Min Kanna mengenal Kim Taehyung dengan seribu satu rahasia, obsesi, serta rencana gila. Pada musim panas kali itu, Min Kanna tak tahu bahwa seberkas cahaya dari neraka baru saja dibidikkan tepat pada kepala. Ah, memang sia...