"Kakak sudah memperingatkanmu berulang kali, bukan?" — adalah satu kalimat yang mendadak menyusup, mengingatkan Yoongi pada memori lampau, lalu ia yang masih berusia tujuh tahun akan tergopoh menghampiri Kanna kecil yang sibuk menangis.
Bocah perempuan tersebut kerap menyusahkan, tak mau mendengarkan, dan selalu berujung melelehkan air mata. Keras kepala bukan main, imbuhnya. Entah dalam ngotot mengikutinya bermain sepeda roda dua saat roda tiga saja ia masih ketakutan, mengekori sang abang bermain petak umpet lalu berakhir menghantamkan dahi pada pintu lemari, hingga menangis sebab Yoongi enggan menemaninya bermain boneka. Mau tak mau, Yoongi luluh. Menyerah dan mengalah sebelum akhirnya menambahkan separuh cemas dan khawatir, "Kau ini nakal, sih!"
Lalu kini, terhantam realita sehitam jelaga, pemuda tersebut masih bisa mengingat betapa mengerikan perasaan tersebut saat ia kembali pulang dan tidak mendapati siapapun berada di rumah. Satu-satunya hal yang membuat darah Yoongi seperti disedot habis hanyalah secarik kertas di permukaan lemari pendingin—bertuliskan pesan singkat bahwa Kanna pergi mengikuti campfire kelas selama dua hari dua malam.
Sial. Ia tidak seharusnya meninggalkan rumah. Ia seharusnya tetap tinggal untuk mengawasi. Namun Yoongi sungguh tidak menduga kalau adiknya akan terlibat sampai sejauh ini. Apalagi mengingat ada tiga keparat di sekitar Kanna dan kini gadis itu benar-benar lepas dari pengawasannya. Kanna benar-benar ada di sana, bersama tiga ekor rubah lapar yang siap menancapkan taring dan merobek lehernya dalam satu sekon singkat.
Bahkan seolah napas Yoongi belum cukup dicekik karena ia tidak tahu di mana gadis itu berkemah, rombongan bus kembali dua hari kemudian tanpa adiknya. Sekolah macam apa yang membiarkan seorang guru laki-laki dengan tubuh ceking bak pencandu heroin menjadi penanggung jawab utama? Benar-benar sudah gila, ya?!
Ketika pemuda tersebut mencoba mengorek informasi dari seorang gadis yang bahkan namanya tidak Yoongi ingat, ia berkata bahwa Kanna sedang bersama Taehyung dan akan kembali secara 'pribadi'. Dengan idiot, mereka lalu melepaskannya begitu saja hanya karena Taehyung terkenal sebagai pemuda baik hati yang takkan mungkin melakukan hal buruk.
Baik hati. Baik hati.
Baik?
Rasanya Yoongi ingin muntah saja. Sudahkah para remaja ini menonton berita belakangan? Seorang ibu saja tega membunuh bayinya sendiri, bagaimana mungkin seorang pemuda asing dapat dijamin kalau ia tak melakukan apa-apa? Terlebih lagi, yang lebih menyulitkan, sudah beredar rumor kalau Kanna memang sering menghabiskan waktu dengan pemuda itu dan kemungkinan besar mereka berkencan. Benar. Hanya sepasang kekasih menghabiskan waktu berdua. Memangnya apa yang salah?
Semuanya.
Semua ini merupakan sebuah kesalahan besar bagi Yoongi. Jimin pasti sudah merencanakan setiap detil dengan sempurna. Si bedebah tak waras itu. Harusnya dia bertindak lebih tegas lagi. Tetapi mengingat apa yang sudah Yoongi perbuat sendiri pada Kanna, rasa-rasanya Yoongi merasa tidak pantas untuk itu. Mendadak, keadaan berubah menjadi lebih dari sekedar 'buruk'. Ia bahkan harus berbohong serta meyakinkan Ibunya lalu berkata bahwa Kanna sedang ada karya wisata selama ia mencari-cari dengan frustasi. Semua tempat sudah dijejaki. Isi kepalanya seolah sudah diputar setengah mati. Tapi nihil. Satu-satunya tempat yang tersisa hanyalah di sana.
Tidak, tidak. Di sini, lebih tepatnya.
Yoongi tahu paviliun ini sejak mereka masih di sekolah menengah pertama. Dalam satu atau dua kesempatan, Jimin terkadang membawa mereka kemari, berbohong pada orangtua masing-masing dan mengatakan ada camp pelatihan basket selama beberapa hari. Tentu saja itu sebuah kebohongan. Ia jelas masih mengingat hal mengerikan macam apa yang dilakukan di sini bersama para gadis yang suka rela mengekor dengan idiotnya. Merasakan mual menggelegak atas ingatan tersebut, Yoongi lantas memejamkan mata sejenak mengusir kenangan di dalam kepala. Ia berusaha menelan salivanya yang terasa getir dan nyaris merasakan tengkuknya meremang hebat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lifted & Fracted
FanfictionPada musim panas kali itu, Min Kanna mengenal Kim Taehyung dengan seribu satu rahasia, obsesi, serta rencana gila. Pada musim panas kali itu, Min Kanna tak tahu bahwa seberkas cahaya dari neraka baru saja dibidikkan tepat pada kepala. Ah, memang sia...