19. Glimpse

318 73 4
                                    

Hanya dalam sepersekian sekon, Kanna teringat akan jurnal lamanya yang tak pernah lagi disentuh—teronggok begitu saja pada sudut lemari di dalam kotak kardus, hampir dilupakan. Tetapi memorinya masih merekah panas, mengingat buku berisi daftar bagaimana caranya mati suatu saat nanti, posibilitas yang mungkin terjadi, yang kemudian dipecah menjadi beberapa cabang berupa kecelakaan, takdir, serta kesengajaan. Rasanya seperti menulis sebuah brain map, hanya saja dengan tema yang tak boleh diketahui orang lain.

Namun jelas, mendapatkan tawaran penyiksaan, mati dalam keadaan telanjang sebagai salah satu dari sekian koleksi cantik seperti tas edisi terbatas, lengkap dengan dipotret oleh pemuda setengah tak waras—itu tidak masuk ke dalam ranah pertimbangan sama sekali. Jadi untuk detik ini, Kanna yang merasakan kedua lututnya bergetar tak dapat mencegah kemungkinan buruk menyusup sementara presensi Jungkook terasa semakin mengintimidasi.

Si Jeon malah mengembuskan napas keras-keras. "Kembalikan—"

"Tidak." Kanna menggenggam kamera dengan erat, mendongak memandang sengit. "Kau pernah berkata padaku bahwa kau tidak sama seperti Taehyung atau Jimin." Gadis itu tertawa lirih, menatap tak percaya. "Kau malah yang paling sinting, Jeon Jungkook."

"Sudah pernah kukatakan padamu, bukan? Memang bagaimana caranya mengukur ketidaknormalan seseorang? Kau tidak bisa memaksakan standarmu pada orang lain dan begitu pula sebaliknya." Jungkook mendecak jengkel tatkala merenggut paksa kamera dari sang lawan—mulai mendesis tak sabar, "Lagipula kau masih tidak tahu apa-apa, Kanna. Kembalikan. Kamera. Itu. Sekarang."

"Justifikasi." Kanna mengusap wajahnya frustasi, merasakan jemarinya mengepal erat. "Kau hanya mencoba membenarkan apa yang sedang kau lakukan. Kau mencari pembenaran atas apa yang tak seharusnya kau lakukan."

Satu senyum miring merangkak pada wajah sang lawan bicara. "Bagaimana jika aku mengatakan padamu bahwa apa yang kulakukan sepenuhnya konsensual?"

"Apa?"

Jungkook tak buru-buru menyahut. Dengan tenang, ia lantas mengecek isi kameranya sesaat, bersenandung—sempat melemparkan senyum sopan pada penjaga tua yang sejenak memandang bertanya-tanya mengenai apa yang dua remaja di ruang rekreasi lakukan. Senyum itu sepenuhnya menipu. Kanna hampir saja menggunakan kesempatan sepersekian sekon tersebut untuk berlari kembali ke kamar, setidaknya mencari celah untuk memikirkan semua ini karena isi kepalanya sudah tidak mampu berfungsi dengan benar. Sayangnya, Jeon Jungkook bergerak lebih cepat.

Si pemuda semerta-merta menyeringai penuh kemenangan tatkala berhasil menyambar pergelangan tangan Kanna, meremasnya hingga buku jari pemuda tersebut memutih lalu menarik dengan kasar. "Ayolah. Jangan pergi dulu," ujarnya—merengek. "Kita belum memainkan apa-apa, bukan? Tanggung jawab sedikit, dong. Padahal Jimin bisa membunuhku kalau tahu kau mengetahui ini. Hari ini aku ceroboh sekali."

Kanna bisa merasakan jantungnya berpacu bak genderang yang dikumandangkan sebelum perang. Pernahkah kau merasa begitu ketakutan hingga seluruh darahmu seperti berhenti mengalir begitu saja? Rasa takut yang mampu membuat keringat dingin mengalir, membuat seluruh tubuhmu kaku? Melihat bagaimana iris Jungkook bergerak liar meneliti gadis di hadapannya dari puncak kepala hingga ujung kaki, sukses membuat Kanna merasakannya dalam sekejap.

Rasanya sama seperti malam itu. Saat kakak lelakinya kehilangan kontrol. Saat Yoongi mendobrak pintu pertahanan terakhir yang Kanna miliki.

Semuanya datang kembali.

Kanna mengerti benar bahwa sosok di hadapannya bukan lagi Jeon Jungkook yang sempat ia tahu. Atau malah, ini adalah sosok yang sebenarnya sudah lama disembunyikan sejak pertama kali mereka bertemu. Seolah ada beton yang baru saja menghantam kepala si pemuda, membuat jiwanya terperosok ke dalam lubang yang menganga lebar—sosok sama yang berhasil menyembunyikan monsternya di dalam kemasan menyenangkan berlabel: pemuda tampan andalan tim basket sekolah.

Lifted & FractedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang