Kanna barangkali sudah mengerti sejak lama bahwa dunianya telah jatuh lalu hancur berantakan. Hanya saja ia juga sudah lama berhenti untuk terlalu peduli. Jika ada kesempatan agar membuatnya tetap bertahan hidup, oh, percayalah—dia akan mengambilnya. Kanna tak ingin mati. Dia tak mau. Dia tak sudi berakhir mengenaskan, dilalap api lalu dilupakan layaknya senja kemarin yang sudah tergantikan senja selanjutnya. Hidupnya belum diselesaikan dengan baik. Setidaknya memang belum untuk sekarang.
Menu makan siang hari itu adalah semangkuk sup jagung, porsi kecil kimchi, serta bubur gandum dengan tiga potong daging dadu yang sudah direndam kaldu diatasnya. Memutar langkah dan mencari-cari kursi kosong, si gadis mendadak bisa merasakan perutnya menggelegak mual, sedikit nyeri—dalam sekon selanjutnya tahu-tahu sudah memutar kembali apa yang terjadi semalam. Yoongi pergi kembali beberapa jam kemudian setelah menyelesaikan urusan dengannya. Taehyung menghilang, hanya meninggalkan jendela kamar Kanna yang terbuka tatkala si gadis kembali dengan gumpalan rasa malu, sakit, dan pedih yang menggelayuti kerongkongannya. Tetapi tetap saja dunia berputar lagi sebagai mana mestinya. Matahari tetap melakukan pekerjaannya. Semua siswa dan siswi datang memenuhi kewajibannya. Kafetaria sekolah tak tertinggal ikut penuh padat sementara Kanna bisa merasakan lututnya menegang tatkala menemukan satu sosok yang nyaris menyerupai satu kerlip paling terang di langit malam.
Kim Taehyung berada di sana, bersikap seolah tak ada hal menjijikkan yang telah ia saksikan dalam hening. Terduduk dikelilingi banyak orang, tertawa, menceritakan satu dua lelucon sementara semua orang mendengarkan dengan seksama lalu ikut terbahak. Tidak ada yang salah. Tidak ada satu pun orang yang memandanginya aneh. Tidak ada panggilan dari bagian konseling dan sepertinya si Kim tersebut ternyata tidak terlalu bodoh untuk membongkar semua hal begitu saja. Apakah itu seharusnya membuat Kanna senang? Tidak, tidak juga. Gelisah? Sedikit. Cemas? Ia rasa. Apa yang pemuda itu inginkan darinya sekarang? Taehyung belum menjelaskan banyak hal semalam karena ... well, kau tahu. Tetapi sial. Menggenggam tepian nampan erat hingga buku-buku jemarinya memutih, Kanna tak bisa menahan diri untuk tidak berpikir: Apa yang kira-kira Taehyung pikirkan mengenai dirinya sekarang?
Memutus kontak mata sebelum sang penginterupsi isi kepala menangkap basah dirinya tengah memandang lekat, Kanna lantas melangkahkan kaki menuju meja kosong. Pandangannya selurus besi yang baru saja selesai ditempa, kosong dan tajam. Selesaikan makan siang, pulang dengan tenang, lalu disambung mencari pekerjaan yang bisa ia lakukan. Menjadi titik pusat perhatian adalah hal terakhir yang Kanna inginkan, jadi tolong, katakan padanya bagaimana cara agar ia tidak melahap kepala Taehyung lalu membuang jasadnya keluar dari jendela sepersekon kemudian. Bagaimana tidak?
Setelah mendaratkan diri di kursi kafetaria, Kanna yang mendongak mendadak menemukan dan menatap lurus pada seraut wajah—tersenyum manis, menatap hangat, Taehyung menghampirinya seraya membawa nampan yang sudah setengah kosong. Tanpa berusaha lebih keras, si gadis bahkan tak repot-repot menahan diri untuk tak mendengus saat menitah dingin, "Pergilah, Kim."
Taehyung tersenyum lucu. Ia mempertemukan netra keduanya, menaikkan satu alis tatkala membalas, "Ayolah, Kanna," katanya. "Membubuhi sedikit pantat unicorn dan pelangi ke dalam wadah hidupmu tidak akan menyakiti siapapun."
Kanna menyendok bubur di atas nampan, menyahut tanpa menatap, "Jika pantat unicorn dan pelanginya berasal dari dirimu, aku yakin itu tidak akan berakhir dengan baik."
Taehyung tidak langsung menjawab, namun Kanna tahu si pemuda tengah berusaha menahan tawa—tersenyum seraya menukik memandangnya tajam. Kanna tidak tahu apa yang berputar dalam kepala manusia yang satu ini. Tidak ingin tahu juga, barangkali. Melirik lengan baju panjang Taehyung dan menebak-nebak luka semacam apa yang tersembunyi disana, si gadis melahap makan siangnya setengah paksa. Ia mendengar si Kim berkata kembali, "Aku yakin tidak akan jadi seburuk itu." Ia mengendikkan bahu, melanjutkan enteng, "Tapi aku jelas tidak berencana menghindarimu di sekolah, di rumah—well, di manapun, kurasa. Aku melihatmu, aku mendekatimu, aku berbicara padamu."
Kanna mengerjap. "Kenapa?"
"Karena kau adalah kau, Kanna."
Si gadis mendadak tersenyum lucu, sukses membuat Taehyung sejenak termangu. Namun di sana, sepersekon kemudian mengendikkan bahu, Kanna melanjutkan sarkastis, "Tentu. Tentu saja. Jawabanmu sama sekali tidak menyeramkan." Ia berhenti menyendok makan siangnya, menyambar jus apel di sisi nampan. "Apa, sih, yang kuharapkan dari seorang pemuda yang sudah menolak pergi dari dalam kamarku, membongkar trik sulap dan mengetahui pertunjukan macam apa yang diselenggarakan di balik tirai? Benar, tidak?"
Kanna bisa merasakan jantungnya bertalu—barangkali marah, kecewa, jengkel, entah seberapa besar porsi masing-masing. Bagaimana cara Taehyung bersikap, berbicara padanya, bertingkah seolah tak ada hal janggal yang sudah terjadi, Kanna tidak menyukainya. Pemuda itu berpura-pura. Pemuda itu memutuskan untuk berakting, memanipulasi bagaimana ia ingin dipandang. Namun tetap saja seluruh perasaan memuakkan tersebut sudah terlanjur bergumul menjadi satu bagian besar yang kelewat memuakkan.
Apalagi di sana, si Kim hanya terdiam. Tak lagi tersenyum, tak lagi mencoba bersikap manis. Ia tidak lagi memandang dengan kilat-kilat jahil yang bersinar gemerlap dikedua netranya. Menatap tanpa ekspresi dan napas yang dihela perlahan, Kanna mendadak merasa tak nyaman. Aneh. Aneh sekali. Sungguh mengejutkan bagaimana Taehyung bisa bertransformasi pada satu sisi ke dalam sisi lain. Bahkan sebelum si gadis sempat bangkit untuk meninggalkan Taehyung, si pemuda sudah mendekatkan tubuh—cukup dekat sampai Kanna bisa mendengarnya berbisik, "Sejak kapan kakakmu melakukan hal tersebut padamu?"
Kanna menahan napas. "Aku tidak mau membicarakannya."
"Kenapa?"
"Karena aku tidak mau, Kim."
Taehyung memiringkan kepala, terlihat benar-benar terkejut. "Kukira kau akan mulai mempercayaiku, Kanna."
"Apa?"
Pemuda tersebut mengendikkan bahu. "Sepertinya aku harus berusaha lebih keras lagi."
Si gadis mendadak mengepalkan tangan, setengah mati berusaha tetap memasang ekspresi datar. Ingat, ingat, ingat—pikirnya berulang kali. Mereka ada di publik. Belasan pasang mata tengah menatap. Belasan bibir tengah membicarakan diam-diam. Melepaskan kendali dan bertingkah bar-bar jelas akan menjadi hal terakhir yang Kanna dambakan. Jadi di sana, menghela napas, ia tertawa kaku tatkala berkata, "Taehyung," ujarnya. "Aku tidak melihat alasan mengapa aku harus memberitahumu. Hanya karena kau kebetulan berada di sana untuk memungut satu fragmen, bukan berarti kau berhak mengetahui segalanya."
Taehyung mengukir kurva di bibirnya kembali. Alih-alih meluncurkan balasan, si Kim hanya tersenyum. Ia menghela napas, memiringkan kepala sesaat. "Oke," katanya. "Aku memang tidak berhak. Maaf sudah memaksa."
"Maaf?"
"Kendati begitu, mari ubah saja pertanyaannya." Taehyung menarik diri, bersidekap. "Kau membiarkannya melakukan itu karena kau mencari tempat berlindung, bukan? Kau ketakutan, Kanna. Kau tidak ingin berakhir mengenaskan. Kau tidak bisa sepenuhnya membela diri. Kau ingin—tetapi tak bisa. Kau membutuhkan seseorang yang berada di sana untuk membuatmu tetap hidup. Ia membutuhkanmu untuk tetap waras dengan cara yang ... ironisnya tak begitu waras. Hidupmu benar-benar terlihat seperti drama tengah malam."
"Kau—"
"Tetapi seperti yang kukatakan kemarin," Taehyung buru-buru menukas. Pemuda itu tersenyum lebih cerah, terkekeh seolah keduanya baru saja membicarakan tren terbaru yang belakangan tengah populer—sepenuhnya mengabaikan Kanna yang sudah berada di ambang batas untuk tak menusuk lehernya dengan garpu di tangan. Si Kim melanjutkan kalem, "Aku masih memiliki penawaran untukmu. Belum kutarik, belum juga kuhapus."
Kanna mematung saat Taehyung menukas lagi, "Satu-satunya hal yang perlu kau lakukan hanyalah menerima apa yang akan kuberikan padamu. Sebab kanna, aku satu-satunya orang yang bisa mengeluarkanmu dari neraka ini." []
![](https://img.wattpad.com/cover/296815643-288-k455914.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifted & Fracted
FanfictionPada musim panas kali itu, Min Kanna mengenal Kim Taehyung dengan seribu satu rahasia, obsesi, serta rencana gila. Pada musim panas kali itu, Min Kanna tak tahu bahwa seberkas cahaya dari neraka baru saja dibidikkan tepat pada kepala. Ah, memang sia...