27. Complicated

268 59 1
                                    

Perasaan ini sangat memuakkan.

"Jimin?"

Keheningan semacam ini terlalu mengerikan.

"Jimin."

Jungkook tidak tahu alasan pasti mengapa ia terus bergumam sementara semua orang seketika menahan napas. Darah masih mengucur keluar sementara irisnya menatap melompong. Rasa dingin perlahan hinggap merambati kedua kaki dan terus naik hingga puncak kepala saat Jungkook berujar kembali dengan nada serak, "Bung, kau tidak boleh mati."

Tapi tak ada respon yang terdengar.

Yoongi menatap kedua tangannya nanar. Dia hanya ingin menyingkirkan moncong senjata itu dari dadanya dengan memutar pergelangan tangan Jimin. Dia hanya ingin agar benda itu tidak menembus jantungnya dan ia bisa selamat. Tetapi Yoongi tidak pernah menduga bahwa tekanan yang dia berikan pada tangan Jimin membuat lecutan mesiu terpelatuk pada arah yang salah—pada pemiliknya sendiri. Tidak, tidak, tidak. Dia tidak ingin menjadi seorang pembunuh.

Dibalut rasa ngeri sementara keempat manusia tersebut terjebak di tempat, Yoongi bisa merasakan perasaan lama itu kembali. Sama seperti dulu, ketika Jimin menghajar para gadis di paviliun sampai pingsan, lalu dia akan memanggil-manggil nama mereka dengan ketakutan luar biasa. Tetapi para gadis selalu kembali tersadar, meski mengenakan raut wajah penuh teror lalu menyadari mereka tidak bisa mengadu ke pihak berwenang sebab ancaman yang diperoleh secara nyata. Sayangnya, dalam kasus malam ini, Jimin masih tak bergerak dengan wajah tertelungkup pada lantai. Darah terus membasahi karpet.

Dia masih bernapas? Dia masih hidup? Kanna merasakan perutnya mual luar biasa. Kakaknya bukan pembunuh. Bukan. Bukan. Bukan.

Semua orang di dalam ruangan tahu bagaimana peluru tersebut berakhir pada perut Jimin—apalagi Yoongi. Namun sebelum ada yang sempat mengeluarkan sepatah kata pun, Kanna tahu semuanya sudah berakhir. Benar-benar sudah berakhir.

Polisi datang.

Keadaan pada detik ini hampir menyerupai sebuah kekacauan yang tenggelam ke dasar samudera. Suara sirine yang tiba-tiba bergaung di udara. Aroma darah yang menggantung di kepala. Ekspresi sedatar lantai marmer serta keheningan sempurna yang tercipta begitu saja. Polisi mendobrak. Senjata diangkat. Ambulans membopong tubuh Jimin bersama suara panik yang teredam di telinga Kanna. Kendati malam tersebut berubah lebih mencekik daripada yang bisa gadis itu duga, tetap tidak ada seorang pun dari mereka berempat berteriak. Tidak ada yang menangis. Tidak ada yang bersedih. Semuanya dibungkam dalam ketidakpastian akan apa yang terjadi selanjutnya. Sebab tidak peduli seberapa keras Kanna sempat memohon agar Yoongi pergi, pemuda itu tidak meninggalkannya.

"Seharusnya kau tidak tetap di sini." Gadis itu berbisik. Irisnya menatap kosong dan Kanna melanjutkan, "Mereka akan menyalahkanmu atas semua yang terjadi."

Yoongi menahan napas. "Kau hanya perlu mengatakan yang sebenarnya."

"Pada siapa?"

"Pada siapa pun yang bertanya. Ini salahku." Yoongi menatap kosong, tidak balas memandang adiknya yang diselubungi teror absolut dan melanjutkan, "Kau sudah aman sekarang. Kau akan baik-baik saja dan itu sudah lebih dari cukup untukku. Aku akan bertanggung jawab. Aku membunuhnya."

Kanna nyaris menggigit bibirnya sendiri, "Jimin tidak mati."

"Dia tidak bergerak, Kanna."

"Tidak." Kanna juga tidak yakin dengan siapa ia bicara dan hanya meyakinkan samar, "Dia hanya belum mati. Kau bukan pembunuh, Yoong. Kau menyelamatkanku."

Kemudian Yoongi bungkam ketika petugas datang dan memisahkan keduanya lengkap dengan memasangkan belenggu pada pergelangan tangan sementara pemuda tersebut tidak melawan atau membela diri sama sekali. Tidak juga dengan Jungkook atau Taehyung. Mereka hanya diam, bergerak menuju mobil polisi yang terhitung dalam skala penyergapan kecil. Tidak, itu bukan bagian besar dari film dimana ada enam sampai tujuh kendaraan yang datang sekaligus. Hanya ada tiga buah bersama sebuah ambulans yang menyusul tak lama kemudian dan pergi terlebih dahulu bersama Jimin di dalamnya. Benar-benar terjadi begitu saja. Kanna tidak ingin tahu lebih banyak lagi. Kepalanya sakit.

Lifted & FractedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang