13. Naturally

270 77 3
                                        

Jimin tidak tahu kalau aku berbohong saat berkata ingin pergi ke kamar mandi, bukan? Dia tidak akan menyadari kalau aku malah menemui Jungkook diam-diam, bukan?

Tidak. Tentu saja tidak mungkin.

Tenangkan dirimu, Min Kanna.

"Kami akan berjalan pulang bersamamu dan Taehyung. Rencananya aku dan Jungkook akan menginap di rumah si Kim malam ini," ujar pemuda tersebut—nyaris seolah memang ingin menginterupsi isi kepala si gadis. "Dia bilang ibunya tidak akan pulang."

Kanna mengangguk. Menemukan Park Jimin tersenyum manis dan melemparkan tatapan hangat, gadis itu hanya mampu berusaha mengendikkan bahu ringan, bersikap normal. Taehyung lantas menyahut gesit, "Kau tidak keberatan, bukan?"

Si gadis buru-buru menggeleng. "Tentu saja. Bukan masalah."

"Iya, tentu saja," Jungkook menyahut. Senyum jahilnya merangkak dengan cepat. Kalau saja Kanna tak menghabiskan beberapa menit membicarakan sesuatu di kamar mandi tadi, senyum tersebut barangkali hanya akan meninggalkan sekelumit rasa tak nyaman yang mudah ditepis lalu dilupakkan. Namun kini, mendengarnya melanjutkan, gadis tersebut jelas tak bisa untuk tak berdebar kencang sekali tatkala mendengar, "Lagipula sebagai teman baru, sudah seharusnya kita mendekatkan diri satu sama lain. Apalagi mengingat kau bahkan sudah repot-repot disusahkan oleh Taehyung sampai sekarang."

Taehyung memalingkan wajah sebal, mendengus keras. "Jangan berkata aneh-aneh, Jung."

Jungkook tergelak dan Kanna hanya tersenyum paksa.

Ah, ini sulit sekali. Pertemuan dengan dua pemuda ini nyatanya tidak berakhir secepat yang Kanna kira. Jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan Jimin menunjukkan pukul delapan lebih seperempat malam. Perutnya penuh, Taehyung terus memesan hingga Kanna berpikir bahwa ia pasti sudah mengeluarkan uang lebih banyak daripada yang ibunya berikan. Namun seperti yang sudah diduga, Taehyung memang sangat pandai membawa diri dan suasana. Pemuda tersebut selalu melibatkannya dalam hampir setiap obrolan kendati Kanna tidak pernah tahu bagaimana mereka bisa berteman sebelum bertemu dengannya.

Sesekali menyentuh tangan, sesekali menatap memperhatikan—membuatnya benar-benar tidak merasa dikeluarkan dari lingkaran begitu saja. Tidak ada yang istimewa sepanjang perjalanan pulang selain bagaimana si gadis merasakan jantungnya berdegup gila-gilaan hanya karena mengawasi punggung Park Jimin dan Jeon Jungkook yang melangkah di depannya. Taehyung berjalan di sisinya, menyusuri trotoar dengan sedikit topik obrolan mengenai sepak bola. Kanna dan Taehyung memilih diam mendengarkan dalam hening, diam-diam berpikir dan yakin sekalai kalau ada banyak gadis di sekolah yang rela menukarkan posisi mereka dengannya saat ini; berjalan diantara tiga pemuda incaran sekolah yang ternyata lebih mengerikan dari pembunuh dalam film thriller.

Ada yang salah. Fakta tersebut tak bisa ditepis begitu saja.

Kanna lantas merapatkan jemarinya yang berada dalam genggaman Taehyung—bertaut semakin erat. Tidak ada yang mengatakan apa-apa, tidak ada yang bertanya mengapa Taehyung selalu bersikukuh menggandeng jemarinya. Seolah itu normal. Seolah mereka sudah mengerti dan satu pertanyaan menggeliat masuk ke dalam benak si gadis; mungkinkah Taehyung pernah melakukan ini dengan gadis lain? Namun mereka berkata tak ada yang bertahan lebih dari dua minggu dengannya. Jika mengingat itu, maka rasanya memang bisa dijelaskan.

"Kau baik-baik saja?" bisik Taehyung sesaat kemudian saat Jimin dan Jungkook larut dalam perdebatan kecil tentang tim favorit mereka. Kanna agak terkesiap, tertangkap melamun. Taehyung mencuri waktu untuk mendekatkan bibirnya pada pipi si gadis, mengecup ringan dengan lincah dan tersenyum manis. "Maaf aku membuatmu bergaul bersama mereka seharian."

Lifted & FractedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang