Jika kau tinggal bersama seseorang di sebuah tempat tertentu dalam jangka waktu cukup lama, mereka bilang kau akan mengenali hampir segalanya—bagaimana cara mereka berjalan, bagaimana cara mereka bernapas, aroma tubuhnya, apa yang kerap ia lakukan dan berbagai hal yang bisa kau temukan secara perlahan.
Namun jika tak ada yang benar-benar menghabiskan waktu bersama, mereka perlahan berubah menjadi bayang kelabu yang berkelebat bak hantu di dalam kepala. Pudar, setengah mati. Hanya meninggalkan nama dan sekelumit presensi buram. Perasaan semacam itu membalut setiap senti hatinya tatkala Kanna memandang katup kosong di rumah yang seolah berderak mencakar hening malam. Membuatnya bertanya-tanya, mencari makna—apa tujuan dari semua kehidupannya sekarang?
Memutus hantu-hantu yang mulai menggaruk dinding kepala, gadis tersebut lantas menggelengkan kepala tatakala bangkit berdiri. Sekarang pukul tujuh lewat seperempat malam, barangkali Taehyung tidak akan datang. Itu bagus. Rasa waspada, takutnya, mereka menggelinjang gelisah dalam relung dada seolah nyaris meledak bersama detik-detik waktu yang terlewati.
Dengan gesit membereskan sisa mangkuk ramen yang dimasukkan ke dalam kantung sampah hitam guna dibuang keesokan harinya, pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan meyakinkan diri sendiri takkan ada hal buruk yang terjadi, si gadis sontak mematung tatkala melangkah keluar untuk mendengar bel pintu rumah berdenting dua kali.
Ah, sial. Dia benar-benar datang kemari.
"Kukira kau akan membiarkanku berada di luar rumah semalaman," ujar si pemuda, tersenyum puas tatkala Kanna mengayunkan daun pintu terbuka, menatap sang lawan bicara lurus tepat ke dalam mata yang berkabut. "Menungguku datang?"
Kanna bisa merasakan darahnya berdesir begitu cepat. Ganjil dan menggajal. "Sesuatu di dalam kepalamu pasti sedang mengembang melebihi kapasitas. Kau terlalu percaya diri, Kim." Si gadis mendengus, bersidekap menyelidik. "Lagipula siapa yang tahu apa yang akan kau lakukan jika aku menolak presensimu?"
Pemuda tersebut malah terkekeh. "Bisa kita pergi ke dalam sekarang?"
Kanna bungkam. Ia ingin menolak, mengusirnya pergi, menatap nyalang dengan waspada. Namun apa yang kira-kira akan Taehyung tawarkan padanya? Balasan? Balasan macam apa? Ekspresi gadis itu benar-benar nyaris mustahil dibaca kendati sesaat kemudian, ia beranjak membuka pintu lebih lebar saat membalas, "Masuklah."
Taehyung tersenyum puas sejenak. Sepertinya mengerti benar bagaimana cara membuat lawan bicaranya nyaris berpikir kalau takkan ada hal salah yang terjadi. Ia melangkah masuk, mengekori dengan lambat, menelisik seisi rumah melewati tatapan yang bergerak cepat. Menyaksikan bagaimana Taehyung membawa dirinya sendiri, Kanna nyaris berpikir kalau-kalau mereka telah mengenal lebih lama daripada yang ia ingat di dalam kepala. Tersenyum kalem, pemuda tersebut bertanya sedetik kemudian, "Di mana ibumu?"
"Bekerja," sahutnya cepat.
"Jika aku bertanya dimana, apa kau akan menjawabnya?"
"Tidak."
Si pemuda mendengus pelan. "Tentu saja."
Kanna melirik sekilas. "Jangan mencari tahu. Mereka bilang kau akan menggigit lidahmu sendiri kalau menggali informasi terlalu banyak."
Taehyung menaikkan satu alisnya menahan tawa. "Kau tahu jika semakin dilarang, maka rasanya kita semakin ingin melanggar, bukan?"
"Katakan itu padaku jika kau sudah melanggar larangan agar tidak melompat dari tebing." Si gadis menghela napas pelan, melirik sekilas. Taehyung jelas masih berusaha keras menahan tawa di punggungnya, jadi si gadis bertutur setengah hati, "Ibuku biasanya lebih memilih untuk tidak pulang. Well, kau tahu alasan klisenya."
![](https://img.wattpad.com/cover/296815643-288-k455914.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifted & Fracted
FanficPada musim panas kali itu, Min Kanna mengenal Kim Taehyung dengan seribu satu rahasia, obsesi, serta rencana gila. Pada musim panas kali itu, Min Kanna tak tahu bahwa seberkas cahaya dari neraka baru saja dibidikkan tepat pada kepala. Ah, memang sia...