Jemari lentik itu menelusuri kalender yang digantung di dinding ruang tengah. Kanna mengerjap dua kali dengan isi kepala berkelana.
Akhir November, 2015. Ia menggigit bibir bawahnya.
Hari ini sudah melewati tepat dua bulan setelah semuanya dijungkir balikkan—benar-benar berakhir. Persidangan. Hukuman. Menghilangnya Kim Taehyung dan Jeon Jungkook. Serta keadaan park Jimin yang masih koma. Segalanya nyaris mencekik Kanna dalam tidurnya, berpikir berulang kali apakah ini yang terbaik. Gadis itu bahkan masih ingat betapa keras ia menangis semalaman di ruangan ini bersama ibunya, tepat setelah mengucapkan perpisahan pada Yoongi.
Empat tahun penjara, mereka menentukan. Jauh lebih baik daripada sepuluh tahun, ujar ibunya. Kanna tahu semua keadaan ini jadi sangat menyedihkan. Namun dalam sisi positif yang dijejalkan ke dalam kepala, ia juga tahu bahwa semua mungkin akan lebih membaik ke depannya. ibunya bahkan sudah berhenti bekerja di klub malam dan membeli sebuah toko pakaian di Gangnam dengan uang tabungan. Yoongi berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja dan Kanna mendapatkan kesempatan untuk menekan tombol restart besar dalam hidupnya.
Musim gugur kini nyaris berakhir, musim dingin akan segera tiba. Ah, akhir tahun juga menjelang dan dia tidak akan ada di rumah. Yoongi juga. Kanna sudah mengatakan ke mana ia akan pergi. Sejauh ini hanya ibunya, Tuan Park, dan Yoongi yang tahu di mana gadis itu akan menyembunyikan diri sampai semuanya aman.
Setidaknya Kanna yakin kalau tiga orang itu tidak akan membocorkan lokasinya. Tuan Park juga jelas tidak akan mengatakan di mana Kanna pada putranya dan memberikan anak itu kesempatan untuk mengacaukan namanya lagi. Meski Kanna harus tersenyum kecut saat menyadari bahwa ia tidak tahu kapan 'keadaan aman' semacam itu akan benar-benar terjadi untuknya.
Mungkin nanti, empat tahun lagi. Saat Yoongi sudah bebas dan ia bisa pindah lagi ke kota besar. Tapi untuk saat ini, Tuan Park dan ibunya sudah memberikan Kanna tempat tujuan untuk tinggal selama itu. Daerah pegunungan di Gangwon-do. Kota kecil yang sama sekali tidak buruk. Kanna tidak punya masalah apa-apa kalau memang harus hidup jauh dari hiruk pikuk kota besar. Mungkin itu bisa membantunya melupakan sedikit mimpi buruk, kembali menata hidup—berjalan perlahan dengan hati-hati.
Semuanya akan jadi lebih baik.
Kanna kemudian memutar langkah. Mendengar gedebuk pelan di depan rumah dan melihat seorang pria yang sedang memasukkan kotak-kotak besar ke dalam bagasi mobil sewaan. Kanna menelan ludah sejenak.
Itu ayahnya.
"Kanna," pria itu berkata. "Apa semuanya sudah selesai dikemas? Ada yang tertinggal?"
Kanna menemukan iris ayahnya berkeliaran sedikit gelisah, seperti nampak akan menangis kapan saja dan itu sungguh memuakkan. Gadis tersebut tidak menyahut apa-apa. Ia hanya memalingkan wajah, bersikap seolah tidak ada siapa pun yang bicara dan Gijeong hanya tersenyum tipis. Ia tentu tahu posisinya. Jelas.
Ibunya lantas muncul dari samping rumah, membawa sebuah selimut yang baru saja kering dicuci dan dimasukkan ke dalam kardus terakhir untuk Kanna. Perempuan itu menemukan atmosfer canggung diantara kedua manusia di hadapannya, menghela napas dan berkata pelan pada Gijeong, tersenyum tipis, "Dia membutuhkan waktu lebih lama, Gijeong."
Kanna sungguh tidak mengerti kenapa ibunya membiarkan pria ini datang kembali begitu saja. Tidakkah ia sadar bahwa lelaki inilah yang menjadi penyebab kacaunya keluarga mereka? Menjadi penyebab ibunya berubah? Menjadi penyebab hancurnya Yoongi? Tidak. Kanna rasa tidak.
Wanita itu bahkan terlihat begitu tenang, tidak marah sedikit pun hingga membuat Kanna jadi sedikit geram. Bahkan secara mendadak sejak satu bulan yang lalu setelah mendengar Yoongi mendekam di penjara, Gijeong datang untuk meminta maaf, katanya. Membuat Kanna menjadi mual. Ke mana saja dia saat kami semua membutuhkannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifted & Fracted
FanfictionPada musim panas kali itu, Min Kanna mengenal Kim Taehyung dengan seribu satu rahasia, obsesi, serta rencana gila. Pada musim panas kali itu, Min Kanna tak tahu bahwa seberkas cahaya dari neraka baru saja dibidikkan tepat pada kepala. Ah, memang sia...