09. Campfire

387 72 2
                                    

"Bung, campfire itu seperti pusat dari segala macam pusat perjodohan." Jang Hyunsu mendesis berapi-api, mengepalkan tangan dan seolah baru saja melihat kilasan masa depan tepat dalam kedua mata. "Aku harap tempatnya mendukung untuk tahun ini. Kalau aku beruntung, aku bisa mendapatkan satu-dua kekasih. Iya, tidak?"

Selorohan mendadak menyahut, tawa menyingsing, energi merangkak naik. Kanna memandang lurus. Suara tawa Hyunsu di sisi kanan mejanya, para gadis yang berkumpul untuk mendiskusikan segala detil yang kira-kira diperlukan, Kanna hanya ingin kembali pulang ke rumah. Tak ada garis-garis ekspresi di dalam wajah atau sepasang mata si gadis. Ini hampir terasa seperti seseorang baru saja meletuskan mesiu untuk membombardir seisi kelas. Well, bagaimana tidak? Musim semi yang perlahan merangkak keluar mengindikasikan satu hal mutlak yang ditunggu semua orang—liburan musim panas. Campfire tahunan.

Kanna mulai menerka-nerka alasan macam apa yang akan ia gunakan untuk melewatkan acara ini layaknya tahun kemarin. Ia tidak ingin pergi, tidak ingin bergabung dan memang tidak berminat. Mungkin ia bisa menggunakan alasan klasik—demam, misalnya. Atau flu musiman. Kecelakaan kecil yang membuat kakinya terkilir juga tidak akan sulit untuk dibuat-buat. Ada banyak sekali opsi. Toh Kanna yakin bukan main bahwa hanya kurang dari sepertiga penghuni kelas yang akan menyadari bahwa eksistensinya tak ada.

Segera beranjak dan berdiri setelah mendengar bel sekolah berdenting, gadis itu barangkali nyaris berhasil meloloskan diri dari dalam kelas. Nyaris, sih. Sebab tanpa permisi dan tanpa aba-aba, satu sosok gadis mendadak menghampiri seraya berkata, "Kanna? Kau sudah mau pulang? Mengapa terburu-buru sekali?"

Sepersekon di sana, Kanna stagnan. Tak menduga, tak mengerti pula. Mengapa sang ketua kelas paling populer ini—Im Hyunri, mendadak berbicara padanya?

Namun mengerti benar bahwa jwabannya tengah dinanti, gadis Min tersebut segera memasang satu ulas senyum, mengulurkan dusta dalam hitungan sekon, "Maaf, Hyunri. Tetapi aku benar-benar harus segera pergi bekerja. Bosku tidak akan suka jika aku terlambat datang barang lima menit saja. Dia agak ... well, kau tahu."

Ada gelenyar gelisah dalam kedua mata sang lawan bicara. "Aww, apa itu artinya kau tidak akan bergabung ke dalam campfire lagi? Bukankah tahun kemarin kau sudah melewatkannya, Kanna?"

"Benarkah?"

"Aku benar-benar berharap kau datang."

Kanna mendadak memaksakan senyum. Ada sesuatu yang terasa janggal di sini—sulit dijelaskan, tetapi jelas ada. Hyunri nyaris tak pernah berbicara dengannya kalau ia tak sedang membutuhkan bantuan atau tengah berada di bawah perintah guru dalam mengurus sesuatu. Gadis itu bukannya bersikap jahat. Bukan sama sekali. Namun mengingat Kanna sendiri memang sengaja membangun tinggi-tinggi dinding yang melingkupi dirinya, kebanyakan orang lain jelas takkan repot-repot mencoba menghantamkan diri hanya untuk menghapus jarak.

Tetapi kini, mengingat presensi murid dalam campfire bukanlah absensi wajib yang perlu dituntaskan, mengapa Hyunri seolah tengah membuat Kanna merasa bahwa ia harus datang? Jadi di sana, berusaha menghapus kecurigaan yang mulai menggumpal pekat, Kanna hanya menambahkan, "Akan kuusahakan untuk datang, kalau begitu. Terima kasih karena sudah bertanya."

"Bukan masalah!" Si gadis semerta-merta tersenyum lebar, membalas riang, "Kalau kau memerlukan detil informasi atau semacamnya, tanyakan padaku saja, ya. Akan kujelaskan sebisa mungkin. Lagipula tahun ini pasti akan sangat menyenangkan, kok. Kau tidak akan menyesal."

Well, itu barangkali perlu dipertanyakan.

Menggelengkan kepala sesaat sebelum memacu langkah keluar dari kelas, Kanna diam-diam memikirkan apa yang ia dengar. Apa yang membuat Hyunri jadi sebegitu bersemangat? Namun tepat tatkala membuka loker untuk meletakkan beberapa buku di sana, jantung si gadis nyaris berhenti berdetak saat Taehyung mendadak muncul di sisinya seraya berkata, "Kanna?"

Lifted & FractedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang