39. Sebuah Kabar

134 12 3
                                    

Happy Reading

***

Aku bergegas keluar dengan pakaian rumahan berupa daster polos berwarna abu-abu yang dilapisi dengan kardigan rajut berwarna hitam, tak lupa dengan hijab instan berwarna serupa yang langsung ku ambil secara acak dari dalam lemari pakaian.

"Tunggu sebentar"

Aku berlari sambil membukakan pagar rumah dengan berbagai pertanyaan yang memenuhi pikiranku. Siapakah gerangan orang yang bertamu di malam hari seperti saat ini?

"Ada yang bisa saya ban-" Aku terkejut melihat sesosok pria yang berdiri di hadapanku sambil tersenyum tipis.

"Kak!" Seruku dengan raut wajah kaget. "Ada perlu apa malam-malam begini bertamu?" Tanyaku langsung to the point.

Hilman melepaskan topinya. "Selamat malam. Maaf mengganggu waktunya, saya kemari ingin menyampaikan kabar terkait Pak Letda Alwi Azrial,"ucapnya dengan formal.

Mendengar hal itu sontak membuat mataku berbinar-binar dengan penuh antusias "Gimana kabarnya kak Azrial?"

Hilman mengembuskan nafasnya dan tersenyum. "Pak Azrial baik-baik saja. Beliau berpesan agar tidak mengkhawatirkannya dan tetap jaga diri sampai beliau kembali pulang" jelas Hilman panjang lebar.

"Alhamdulillah" Aku menyentuh dadaku yang tadinya terasa sesak kini mulai terasa lega.

"Sampai kapan kak Azrialnya selesai tugas?" Tanyaku dengan penasaran.

"Sampai saat ini belum ada pemberitahuan secara pasti. Yang jelas, saat ini kamu harus tenang dan jangan khawatir. Jika ada apa-apa aku akan memberitahumu" jawab Hilman dengan bahasa yang cukup santai karena saat ini Hilman memposisikan dirinya sebagai teman Azrial, bukan bawahan Azrial yang harus berbicara formal seperti sebelumnya.

"Alhamdulillah terima kasih banyak kak sudah repot-repot untuk mengabari kabar seperti ini"

"Engga apa-apa. Memang sudah tugasku untuk melayani Azrial dan istrinya" Hilman tersenyum canggung di depan pagar karena Aruna tidak mempersilakannya masuk ke dalam rumah.

"Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk meminta bantuan kepadaku"lanjut Hilman sambil memasang topinya.

"Kalau begitu, saya permisi"

"Eh tunggu sebentar kak!"

Hilman membalikkan badannya dengan ekspresi wajah kebingungan. "Ya, ada apa?"

"Tunggu disini sebentar" Aku langsung berlari ke dalam rumah untuk mengambil paper bag berisi oleh-oleh yang kubeli beberapa hari yang lalu di Bali.

Vera yang melihat itu tampak kebingungan dengan tingkah sahabatnya yang berlari sambil membawakan banyak paper bag di tangannya. Merasa penasaran, ia mengikuti Aruna ke arah pagar.

Sesampainya disana...

"Na kamu itu makan kok gak dihabisin? Tar kamu sa-"

"Kit" cicitnya yang merasa kaget dengan lelaki di hadapannya ini. Dalam beberapa detik, Hilman menatap ke arahnya sehingga mereka berdua bertukar pandang untuk pertama kalinya.

Vera lantas mengalihkan pandangannya menuju paper bag yang memenuhi kedua tangan sahabatnya.

"Itu apa?" Tanya Vera gelagapan untuk menutupi rasa gugupnya.

"Oh ini? Ini oleh-oleh untuk temen kak Azrial"

Aruna menyodorkan tangannya "Kak, ini oleh-oleh dari liburan kemarin di Bali. Terima kasih ya atas bantuan kakak sama temen-temen akhirnya kami bisa liburan"

"Eh gak usah repot. Kami ikhlas kok soal yang kemarin"

"Terima aja kak. Sekalian tolong bagikan sama temen kakak yang lain"

"Baiklah kalau begitu, terima kasih ya!"

"Sama-sama" jawabku sambil tersenyum. Aku melihat ke arah Vera yang tiba-tiba memelototiku seolah-olah berkata 'dia siapa'

"Oh iya maaf, aku lupa memperkenalkan kalian. Vera, perkenalkan ini kak Hilman, dia temennya kak Azrial. Kak Hilman, ini Vera temen satu kampus Aruna. Dia disini untuk menemaniku. Tolong sampaikan juga kepada kak Azrial agar dia tidak usah khawatir karena ada Vera yang menemaniku" Jelasku panjang lebar.

Setelah mengucapkan hal itu, mereka berdua saling melemparkan senyum kemudian Hilman pergi meninggalkan tempat itu.

🌼🌼🌼

Seorang lelaki menatap kabut pagi yang tebal dengan tangan mengepal sambil memeluk erat tubuhnya yang terasa dingin. Sudah 2 Minggu tepatnya ia berkeliling tanpa tujuan. Tanpa arah. Yang ia lakukan hanya berjalan-jalan mendaki gunung dan wisata alam tanpa tujuan yang jelas. Dengan tatapan kosong seolah menyiratkan kesedihan yang tak tersampaikan. Sosok itu kini tengah sendirian di dalam tendanya yang ia biarkan terbuka sedikit untuk melihat matahari yang baru terbit beberapa menit yang lalu.

Ia menatap ke depan dengan pandangan gunung di seberang yang terlihat sangat indah dengan tatapan nanar. Entah apa yang dia pikirkan sampai saat ini yang membuat fokusnya teralihkan dari perutnya yang sudah meronta kelaparan.

Tak lama kemudian, ia memutuskan untuk turun dari puncak gunung menuju tempat perkumpulan para pendaki yang di dekatnya terdapat warung kemudian memesan secangkir kopi dengan pop mie cup besar. Setelah itu ia duduk di bangku paling ujung yang menghadap langsung ke pegunungan.

Ia menarik nafas dalam kemudian menghembusnya dengan kasar. Ia kira, liburan seperti ini dapat memperbaiki suasana hati yang tengah kacau dengan upaya bersatu dengan alam, namun nyatanya hal ini tidak memberikan dampak yang besar baginya. Entah butuh berapa lama lagi sampai lelaki itu siap untuk menjalani hari yang panjang seperti sebelumnya.

"Mas, ini makanannya" ucap seorang perempuan paruh baya sambil meletakkan makanan di atas meja.

"Terima kasih bu" Balasnya.

Rey membuka tasnya kemudian mengambil benda kecil persegi panjang dan menghidupkannya.

Sudah lama sekali ia tidak memainkan ponsel itu, Sepertinya akan ada banyak sekali pesan yang masuk. Baru saja data di hidupkan, sudah banyak sekali pesan masuk yang membuat ponsel itu terus-menerus bergetar. Bagaimana tidak, sudah dua Minggu lamanya ia tidak memainkannya. Terlebih lagi, ia adalah ketua BEM dan termasuk orang penting di kampus, sudah pasti banyak orang yang menghubunginya.

Saat notifikasi itu mulai berangsur mereda, ia membuka WhatsApp kemudian melihat pesan yang masuk. Diantara pesan itu tidak ada satupun nama Aruna yang menghubunginya. Apakah kepergian ku tidak berarti apa-apa bagimu? Gumam Rey dalam hati. Padahal ia sungguh berharap gadis itu akan menghubunginya. Namun lagi-lagi hal itu hanya terjadi di dalam ekspektasinya. Padahal, berada di atas pegunungan seperti inipun karena mencoba untuk mengikhlaskan namun gadis itu tampaknya tidak peduli dengan kabarnya.

Saat menggulir pesab, langkah tangannya terhenti saat membaca pesan masuk dari Vera.

From : Vera
Rey, apa kabar? Kamu masih liburan? Kapan pulang? Aruna udah balik kuliah lagi loh. Ayo pulang biar kita bisa kumpul bertiga!



Haloo ada yang nungguin cerita ini gak? Maaf banget ya baru sempet update mungkin udah sekitar satu bulan lebih aku gak update cerita. Terima kasih untuk semuanya yang telah membaca cerita ini dan terus stay sampai cerita ini tamat. Aku benar-benar mau ngucapin terima kasih banyak karena telah mendukungku melanjutkan cerita ini🙏☺️

Sebenarnya hari ini itu adalah hari jadinya One Day, Kekasih Halalku. Gak kerasa ya udah satu tahun aku bikin cerita ini hehe. Harapannya semoga aku bisa bikin cerita yang lebih baik lagi dari sebelumnya dan semoga kalian sehat selalu. Tetap jaga kesehatan ya dan terus semangat menjalani hari.
Assalamu'alaikum 👋😊

One Day, Kekasih HalalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang