Happy Reading***
Dua Minggu kemudian
Tugas tentang proyek pembuatan karya sastra untuk anak pengidap autisme akhirnya terselesaikan dengan baik meskipun telah melalui hal yang tidak mengenakan. Kelompok Aruna mendapatkan nilai B.Semenjak kejadian saat itu,Aruna merasa sedih namun sekarang dia baik-baik saja. Rey sangat baik dan sangat protektif padanya setelah kejadian itu.
Aruna tidak memberitahu Vera karena dia malu dan takut membuat Vera khawatir hingga salah paham kepada Rey. Rey juga tidak memberitahu siapapun karena itu pasti sangat menyakitkan bagi harga diri Aruna.
Sudah masuk waktu shalat. Vera dan Aruna ke mushala dan shalat ashar. Aruna tidak mendengar suara itu lagi. Sudah lama sekali ia tidak mendengarnya. Padahal diam-diam di sepertiga malam dia berdoa agar bisa mendengarkan suara itu lagi namun ia tak berharap banyak. Mungkin inilah yang terbaik.
Saat kembali ke kelas, Aruna melihat diatas mejanya ada minuman dan sebuah sticky note disana yang bertulis 'Semangat!'
Aruna tidak tahu dia dapat minuman itu dari siapa. Dia tidak meminumnya dan menaruhnya kedalam tas saja.
Hari ini dosen pembimbing tidak masuk jadi untuk sementara waktu digantikan dengan asisten dosen. Pembelajaran sedikit santai karena yang mengajar asisten dosen jadi tidak terlalu tegang.
"Ra inget ga? Kamu kan janji mau traktir. Awas loh kalo ga traktir"
Vera malah cekikikan dan berkata kalau dia bercanda akan mentraktirnya. "Pokoknya harus!! Jangan gitu Ra ah. Ya udah awas aja loh kalo mau minta temenin belanja lagi no! Aku ga mau"ucap Aruna dengan cemberut
"Iya tenang aja. Nanti sore aja oke?"
"Oke."ucap Runa dengan senyum puas. Setelah selesai kuliah dia langsung pulang ke rumah. Saat tiba dirumah dia melihat ada mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Aruna bingung mobil siapa ini? Ah palingan temen ayah.
Assalamualaikum. Runa masuk lewat pintu depan dan melihat ada tiga orang lelaki di ruang tamu. Ada kak Aldi-temen Abang dari kecil sama....
Pak ustadz?Ngapain dia kesini? Ada perlu apa? Kok Deket sama Abang? Apa jangan-jangan temen Abang? Kepala Aruna dipenuhi oleh banyak pertanyaan.
Aruna hendak kesana menyalami tangan abangnya namun dia malu karena di depan abangnya duduk seorang pak ustadz.
Aruna diterpa kegalauan. Apakah dia harus menyalami abangnya atau langsung masuk ke kamar saja? Tapi orang tuanya sudah mengajari untuk salam kepada yang lebih tua namun saat ini dia tengah malu.
Aruna pura-pura memainkan ponselnya. Pura-pura mengetik hingga abangnya menegur. "Ngapain kamu disitu? Ini ada kak Aldi. Udah lama kan ga ketemu kak Aldi? Itu sapa dulu kak Aldi sama temennya."
Aruna menampilkan senyum kecilnya. Dengan langkah gugup dia menghampiri abang dan menyalaminya. Aruna menangkupkan tangan di dada. Sebagai tanda Salim karena tak boleh bersentuhan.
"Assalamu'alaikum. Kak Aldi sama pak ustadz mau dibikinin minuman apa?" Aruna langsung berbicara to the point agar dia bisa cepat pergi dari situ. Degup jantungnya tak bisa terkontrol karena sosok di hadapan abangnya itu.
Ustadz itu tersenyum sambil menunduk melihat gelagat wanita di depannya ini tampak sedikit gugup sekaligus imut dengan ekspresi itu.
"Wa'alaikumsalam,"jawab mereka bersamaan. Aldi tersenyum dan berkata" Apa aja boleh jangan aja dikasih racun" ucap Aldi blak-blakan. Ternyata kak Aldi masih gitu ya orangnya. Suka nyeplos. Pikir Aruna dalam hati.
"Ya udah Aruna mau ke dapur dulu"balasnya sambil tersenyum kikuk. "Aruna udah besar ya kamu. Terakhir kali waktu itu kamu masih kecil suka nangis kalo ga diajakin main terus suka nangis kalo lagi main petak umpet karena kalah terus"
Semuanya tertawa. Aruna merasa sangat malu. Kenapa sih bisa-bisanya kak Aldi buka aib di depan ustadz itu? Ternyata sikap usilnya belum hilang walaupun sudah dewasa.
Aruna merasa ingin cepat pergi dari situ. Ingin rasanya aku memarahi kak Aldi seperti dulu disaat dia menjahilinya tapi tidak mungkin. "Udah?"ujar Aruna dengan sedikit dingin.
"Apanya yang udah?"
"Ketawanya"
"Ohh hahaha maaf"
"Ya udah aku mau ke dapur"
"Yang enak ya buat minumannya" ucap Aldi usil.
Aruna berjalan dengan cepat karena merasa sangat malu. Duh gimana nih? Rasanya aku ga sanggup ke depan lagi gara-gara kak Aldi! Bisa-bisanya dia ngatain aku di depan ustadz itu. Kan malu.
Aruna mengusap wajahnya dengan frustasi. Duh malu banget. Aruna mengintip dari sela pintu melihat ke arah ruang tamu. Aduh ya Allah alangkah indahnya ciptaan-Mu. Aruna tersenyum sendiri melihat ustadz itu. Astagfirullah. Aruna langsung menarik diri dan membuatkan tiga teh manis serta menyiapkan camilan.
Kok bisa ya ustadz itu kesini? Dramatis banget sih kaya alur sebuah film. Kok aku gak tau ya Abang punya temen se-perfect itu. Rasanya aku tak bisa mendefinisikan dengan baik tentang ustadz itu.
Ganteng,manis,ramah,berakhlak baik,ustadz juga. Pasti banyak ilmu pengetahuannya tentang agama. Mungkin ngajinya merdu juga? Wanita mana yang gak suka dengan lelaki seperti itu? Paket komplit banget. Rasanya jika berjodoh dengan lelaki seperti itu bahagia dunia akhirat. Aruna berpikir sambil tersenyum geli dan menutup mulutnya. Aruna tampak seperti orang yang sedang kasmaran.
Aruna mencari keberadaan bunda namun dia tak menemukan keberadaan wanita yang amat mulia itu. Dia sudah mencari di segala penjuru rumah namun tak menemukan bunda. Ayah bilang bunda sedang ada pengajian di masjid.
Setelah selesai membuat teh,dia langsung mengantarkannya ke ruang tamu. Disana hanya ada ustadz itu seorang diri. Aruna melihat abangnya sedang berada di teras rumah bersama kak Aldi.
"Ini minumannya ustadz. Silahkan diminum dan nikmati makanannya. Saya permisi dulu" Aruna berbicara dengan malu dan sangat gugup. Entah kenapa dia merasakan getaran hebat di dadanya yang sebelumnya belum pernah dia rasakan.
"Terimakasih"
"Sama-sama" Aruna berbalik hendak menuju kamarnya namun langkah kakinya terhenti.
"Ga disangka ya kita dipertemukan lagi"
Aruna berbalik dan hanya tersenyum saja."Apakah ayahmu ada dirumah sekarang?"
TBC
Jangan lupa bersyukur dan tetap jaga kesehatan 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
One Day, Kekasih Halalku
Ficção AdolescentePernahkah kalian memimpikan cinta kepada dia yang jauh disana? Dia yang selalu kau ucap dalam do'a tanpa tahu namanya. Begitulah yang dialami oleh Aruna. Dia percaya cinta itu ada dan sudah tertulis jauh sebelum dia lahir. Aruna memilih untuk percay...