Bismillah
Happy Reading
***
Sebuah mobil berwarna putih dengan hiasan bunga di depannya menuju ke sebuah gedung yang terletak di pusat kota. Mobil itu digiring oleh mobil keluarga besar kami di bagian depan dan belakang.
Hari ini adalah hari resepsi pernikahanku yang berlokasi di sebuah gedung di pusat kota. Keluarga kak Azrial sudah memesannya dari jauh-jauh hari. Keluarganya sangat royal sekali, rela mengeluarkan banyak uang untuk pernikahan putranya denganku yang sederhana ini. Terkadang, aku merasa insecure karena pasanganku adalah dia. Rasanya dia terlalu sempurna untukku. Tapi jodohku adalah dia yang sudah ditakdirkan jauh sebelum aku lahir. Aku hanya bisa bersyukur telah dipasangkan dengan sosok lelaki seperti ini.
Hari ini aku mengenakan baju kebaya modern yang berwarna hijau muda, layaknya baju seragam ibu Persit. Baju yang kukenakan tetap sesuai syari'at, tidak ketat dan membentuk lekuk tubuh. Gaun yang kukenakan layaknya gaun pesta pada era Victoria kerajaan Inggris. Seperti yang kamu tahu dalam kisah Cinderella, gaun pada era Victoria memiliki bagian bawah yang lebar. Seperti itulah gaun yang kukenakan hari ini, tapi tidak selebar gaun pada era Victoria. Sedangkan, kak Azrial tetap menggunakan seragamnya dan memakai bunga yang terjuntai di lehernya.
Aku duduk dengan gugup di dalam mobil bersama suamiku, kak Azrial. Di tengah kegugupan itu, dia menggenggam tanganku.
"Tenang aja dek. Ada kakak di sampingmu, semua akan baik-baik saja. Jangan khawatir, kamu yang tercantik hari ini" bisik Azrial di dekat telinganya.
Aku tersipu mendengar ucapan itu dan melihat ke arah lain. "Kok di dalam mobil terasa panas ya? Padahal pake AC. Hufftt" Aku bermonolog dalam hati.
Kak Azrial terus menyentuh tanganku, berbagi kehangatan melalui sarung tangan putihnya yang terasa hangat. Dia menggenggam dan mengunci jemariku agar merasa hangat karena telapak tanganku saat ini terasa sangat dingin.
"Tanganmu dingin seperti es batu," ucapnya sambil tersenyum menatapku.
Aku melepas genggaman tangannya, lalu dia meraih tanganku lagi. "Tapi senyumanmu sehangat cahaya mentari," lanjutnya. Dia tertawa melihat raut wajahku yang tersenyum. Rasanya aku tidak bisa menyembunyikan wajah bahagia setelah digombali seperti ini.
"Tuh kan senyumnya hangat"
Ucapan sederhana itu selalu bisa membuatku berdebar dan panas dingin. Bisa-bisanya dia mengucapkan hal itu dengan enteng sedangkan aku merasa seperti terbang di atas awang-awang. Rasanya tidak adil jika hanya aku yang merasa seperti ini. Lain kali aku akan membalasnya juga dan membuatnya tersipu.
"Astaga. Pipiku panas sekali. Badanku terasa berkeringat namun telapak tangan dan kaki semakin dingin saja. Gawatt!"
Aku melepas genggaman tangannya. Dia tertegun "Kenapa dek?"
"Tidak apa-apa, udah ga gugup lagi kak. Aku gak gugup untuk menghadapi banyak tamu" aku berkata sambil mengepalkan tangan di depan dada untuk meyakinkannya. Padahal bukan itu alasannya, aku hanya malu dan belum terbiasa dengan romantisme seperti ini.
Dia menyentuh kepalaku sambil tertawa. "Duh doyan banget sih bikin orang salting"
Mobil berhenti tepat di depan gedung yang berwarna putih. Kak Azrial turun lebih dulu lalu membukakan pintu untukku. Dia meraih tanganku, membantu untuk turun dan menyingkap sedikit gaunku yang hampir terpijak oleh sepatuku.
Aku melihat ada banyak sekali tamu yang diundang hari ini. Semua pasang mata melihat ke arah kami yang membuat kami menjadi pusat perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Day, Kekasih Halalku
Fiksi RemajaPernahkah kalian memimpikan cinta kepada dia yang jauh disana? Dia yang selalu kau ucap dalam do'a tanpa tahu namanya. Begitulah yang dialami oleh Aruna. Dia percaya cinta itu ada dan sudah tertulis jauh sebelum dia lahir. Aruna memilih untuk percay...