32. Sunrise with you

226 18 2
                                    

Happy Reading

***

"Kamu capek gak? Kalo capek bilang ya tar aku gendong"

"Engga kok. Aku bisa jalan sendiri" Baru juga jalan lima menit, masa digendong?

Kami tengah trekking menuju arah Bukit Campuhan untuk melihat sunrise. Sebenarnya aku masih merasa sedikit kelelahan tapi karena temannya kak Azrial sudah semangat menyiapkan ini akhirnya aku bersedia mengikuti list tempat yang harus dikunjungi yang dibuat oleh kak Hilman. Bukannya merasa terpaksa, aku hanya sedikit kelelahan. Meski begitu aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan berharga ini untuk bulan madu di Bali.

Kami terus menyusuri jalan setapak yang kira-kira lebarnya satu setengah meter. Tempat ini sangat asri karena di sekelilingnya dapat ditemukan berbagai macam tanaman, salah satunya pohon pisang yang kerap kali ditemukan di sisi kanan kami. Dan juga ada ilalang yang tingginya sekitar sepinggang orang dewasa. Suasana masih sedikit gelap dan sangat dingin. Terdengar suara jangkrik yang jumlahnya cukup banyak sehingga suara yang dihasilkan cukup keras. Suasana seperti ini membuatku ingin tidur.

Pengunjung yang datang tidak terlalu ramai, hanya ada sekitar satu dua atau tiga orang yang trekking namun sudah berada di barisan depan. Jalanannya sangat family friendly—tidak terjal. Pengunjung yang datang kesini bisa trekking,jogging ataupun bersepeda dengan gratis. Namun menurutku untuk rute 2 km seperti ini lebih baik trekking karena jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh sehingga dapat berjalan dengan santai dan menikmati alam.

"Dingin gak?" Tanya Azrial mencairkan suasana.

"Iya dingin"

"Makanya aku bilang juga apa? Kalo mau ke tempat yang dingin kaya gini jangan lupa pake sarung tangan. Kamu bawa gak?"

"Enggak. Sarung tanganku ada di Yogya" Jawabku dengan polos.

Dia merogoh saku jaketnya kemudian mengeluarkan sesuatu dari sana "Nih pake" ungkapnya sambil memberikan sebelah sarung tangan itu. Aku pun memakai sarung tangan yang bagian kiri sedangkan dia yang sebaliknya.

"Kok cuma sebelah?"

"Biar adil. Yang satunya lagi ... "
Dia menggenggam tangan kananku"Kaya gini" Sambungnya.

"Kita berbagi kehangatan" bisiknya di dekat telingaku.

Deg deg deg. Aduh ini jantung malah berdebar keras lagi. Bisa aja sih dia gombalnya.

Tangannya yang besar mengunci jari jemariku dan membuatnya tetap hangat. Tangannya terasa hangat, tapi kurasakan telapak tanganku sedingin es.

"Kok tangan kamu dingin banget sih?"

Tangan besar itu mengusapnya agar tetap hangat. Namun tanganku masih tetap sedingin es "Kok makin dingin ya?" ungkapnya sambil tertawa.

"Kamu segugup itu kah?"

"Engga kok! Kan suhu disini dingin banget, sekarang juga masih subuh. Jadi wajar aja"

"Kamu kaya Elsa. Awas ya jangan sampai kamu bekukan bukit ini dan juga hatiku" Candanya kemudian tertawa melihat reaksiku.

"Aku gak bakalan bekukan bukit ini. Aku cuma mau bekukan hati kakak" Ledekku sambil menjulurkan lidah.

"Wah bahaya tuh. Berarti kamu harus cium aku dong kalo hatiku beku"

One Day, Kekasih HalalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang