Happy Reading
***
"Tuh kan aku bilang juga apa! Kenapa kamu telat makan? Jadinya gini kan! Sudah berapa kali kamu itu dibilangin makan dulu malah nanti-nanti aja" Oceh Vera sambil mengusap punggung Aruna.
Entah sudah berapa hari gadis itu muntah sehingga mengharuskan ia bolak balik ke kamar kecil berkali-kali. Kok aku bisa sakit semudah ini? Padahal gak biasanya telat makan langsung mual gitu aja apalagi sampai berhari-hari. Apa karena faktor stress ya? Gumamnya dalam hati.
Gadis itu merebahkan diri di atas kasurnya dengan wajah pucat dan lesu. Ia meraih jam alarm yang berada di sebelah kasurnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB yang artinya tinggal satu jam lagi kelas dimulai.
Ia menarik selimut yang terlampir di kasur itu sampai ke arah lehernya. Tak lama kemudian, Vera masuk dengan secangkir teh dan satu botol air hangat.
"Minum dulu biar gak terlalu mual" Vera membantu Aruna untuk bersandar sambil memberikan teh hangat.
"Kamu engga apa-apa?"
Aku mengangguk dan tersenyum lemah. Vera membaringkanku lalu menaruh botol berisi air hangat ke atas perutku.
"Kamu istirahat aja ya. Gak usah masuk kelas dulu"
"Enggak! Aku harus masuk kelas. Hari ini kan mau presentasi, dosennya juga masuk hari ini"
"Enggak. Gak bisa! Kamu itu pucat banget Na, Coba kamu ngaca dulu" Vera memberikan cermin kecil kepadaku.
Aku memperhatikan setiap sudut wajahku dan memang benar yang dikatakannya kalau sekarang wajahku sangat pucat.
"Kan bisa ditutupin pake make up. Pokoknya aku harus masuk hari ini. Aku mau istirahat sebentar terus pergi ke kampus" ucapku bersikeras.
Vera menarik napas, tidak bisa berkata-kata jika Aruna sudah keras kepala seperti ini. Sahabatnya itu memang terkenal keras kepala dan berpendirian teguh. Jika dia berkata A maka harus A begitupun sebaliknya.
"Ya udah kalau gitu, kamu tidur aja dulu tar aku bangunin" Aku mengangguk kemudian memejamkan mata.
Vera pun keluar dari kamar untuk membawa kain beserta wadah air hangat untuk mengompres dahi gadis itu. Saat Vera kembali, rupanya gadis itu telah tertidur.
Di kampus
Ternyata seperti ini rasanya kembali ke kampus. Seperti perasaan de javu karena aku sudah cukup lama berada di kampus ini. Namun seperti ada rasa asing yang aku pun tak tahu mengapa perasaan seperti ini kurasakan.
Baru saja sampai gedung rektorat, orang-orang sudah mulai menyapaku dan menanyakan kabarku mengingat aku adalah ketua BEM di kampus ini.
Saat orang-orang memanggilku, aku merasa cukup senang—seolah kehadiranku benar-benar diinginkan. Memang diinginkan sih, karena posisiku sebagai ketua BEM sudah pasti banyak orang yang menunggu kedatanganku. Bukan mau geer sih, tapi ya... Begitulah nyatanya. Aku tersenyum memikirkan itu hingga tak lama kemudian terdengar suara familier menyapaku.
"Rey!" Panggil Aruna dari kejauhan sambil melambaikan tangannya dengan raut wajah gembira seperti biasanya.
Dia terlihat bahagia sekali. Dia masih bisa tersenyum disaat aku terluka seperti ini. Sikapnya yang seolah tidak tahu apa-apa itu menyayat hatiku dengan senyum cerah yang selalu dia tujukan untukku. Tetapi sekarang, tampaknya senyum itu bukan hanya untukku ... Aku menarik napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Day, Kekasih Halalku
Fiksi RemajaPernahkah kalian memimpikan cinta kepada dia yang jauh disana? Dia yang selalu kau ucap dalam do'a tanpa tahu namanya. Begitulah yang dialami oleh Aruna. Dia percaya cinta itu ada dan sudah tertulis jauh sebelum dia lahir. Aruna memilih untuk percay...