Aku membuka buku matematikaku dan mulai mengambil buku catatanku. Aku mencatat beberapa rumus penting dan mulai mengerjakan soal yang ada. Bukan tugas atau ulangan. Aku hanya tidak tahu harus berbuat apa jadi...
Tok tok.
"Masuk!" Teriakku.
Aku melihat Joe melangkahkan kakinya masuk kedalam kamarku lalu menutupnya pelan. "Hey, Cantik!"
Aku tersenyum padanya. Ia jarang main ke kamarku-jika dibandingkan dengan Jack yang sering ke kamarku untuk mengajariku segala hal. Mereka berdua memang sangat berbeda. Tapi cintaku pada mereka sama. Sama besarnya.
"Kau sedang apa?" Ia tidur di sebelahku.
"Belajar," aku membetulkan posisi kacamataku.
"Ooh, adikku ini mulai tertular Jack ya. Menjadi nerdy," godanya. Aku tersenyum.
"Ada apa kau kesini?"
"Aku... bosan,"
Bosan? "Bosan? Tumben sekali," aku berbalik badan dan melihat ke arahnya.
"Aku... putus dengan Darcy,"
Apa?! "Apa?! Bagaimana bisa?"
"Aku... aku memergokinya sedang bersama lelaki lain," ia menunduk. Darcy setahuku adalah perempuan yang sangat cantik, baik, lembut, penyayang. Tidak kusangka ia berani menyakiti perasaan abangku ini.
Aku memeluk Joe lama. Ia memang lelaki yang cool, jadi ia tidak menangis atau semacamnya. Well, ia putus hari ini, ia bisa mendapatkan wanita lain besok. Tapi Joe bukan lelaki yang seperti itu.
"Aku baik-baik saja, Candy," ia memelukku kembali. "So tell me now, how's yours?"
"Maksudmu?"
"Kau dengan Rifaldy,"
Argh. Haruskah Joe bertanya tentang itu? Haruskan aku menceritakannya tentang Harry menonjok Rifaldy? Haruskah aku menjawabnya?
"Hey! Kenapa melamun?" Joe menyadarkanku dari kekalutan pikiranku. "Oh," ia menutup mulutnya. "apa kalian.... putus?"
Aku mengangguk pelan. Seketika ingatanku tentang Rifaldy dan Olivia melihat-lihat kacamata membuat dadaku sesak. Untung aku bersama Harry. Untung Harry menonjoknya. Jadi rasa sakit itu bisa sedikit pudar. Walaupun jika mengingatnya selalu sesak yang kurasa.
"Oh my little Candice! Bagaimana bisa? Ehm, maksudku, aku tidak memaksamu menceritakannya padaku, tapi.. apa kau yang memutuskannya?" Ia memegangi wajahku. Aku melihat ke mata hijaunya.
"Ya," suaraku bergetar saat menjawabnya. Aku tidak mau menangis dihadapan Joe. Tidak. Tidak sekarang.
Joe langsung memelukku dan mengelus rambutku. Aku menahan sekuat tenaga agar tidak menangis, tapi justru dengan aku dipeluknya, tangisku keluar.
"Feel free to cry, Princess," Joe memelukku erat. Ia memang selalu memanjakanku. Ia dan Jack memiliki cara unik dan cara berbeda untuk menunjukkan rasa sayangnya padaku. Dan itu membuatku senang karena memiliki kakak laki-laki seperti mereka berdua. "Jadi, apa yang terjadi dengan.. kalian?"
"Rifaldy.. ia.. ia jalan dengan... Olivia," aku sesenggukan menjawabnya.
"Olivia Smiths?!" Joe terdengar kaget.
"Ya. Kenapa?"
"Aku tidak bisa mempercayainya. Ia itu anak berkacamata itu kan? Yang berambut merah? Oh my god. Teman-temanku membicarakannya karena mereka melihat di twitter kalau orang mirip Olivia jalan dengan seorang pria dan pria itu ditonjok oleh..." Mata Joe membuka lebar, melepas pelukanku, lalu menatapku tajam. "Jangan bilang kau jalan dengannya lagi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
One Direction? [COMPLETED]
FanfictionOne Direction? Apa itu? Ya, aku tahu itu adalah boyband jebolan X-Factor. Tapi, sehebat dan se-amazing itukah mereka sampai seluruh anak di sekolahku membicarakan mereka? ---------- "Sampai kapan kau akan terus merahasiakan hubungan kita sebagai kak...