Aku terbangun, menyadari diriku terbaring di kasur klinik sekolah. Kent tertidur di kursi di sebelahku, dan aku merasa bersalah karena ini. Ini masalahku dan Liz, tapi ia harus ikut terbawa dalam masalahku. Ia bahkan tidak ikut kelas karena menemaniku. Aku beruntung Kent adalah sahabatku.
"Hai," suaranya serak. "Kau merasa baik?"
Aku mengangguk. "Kau tidak masuk kelas?"
Ia tersenyum. "Untuk apa aku masuk kelas saat sahabatku butuh seseorang? Lagipula hanya art saja,"
"Aku juga tidak suka art,"aku tersenyum padanya. "Ohya, Liz bagaimana?"
Wajahnya datar. "Ia sempat kaget saat tahu kau pingsan, tapi ia berusaha menutupinya. Tapi, aku dapat melihat tatapannya kalau sebenarnya ia amat khawatir padamu, Candy,"
Aku terdiam. Baru kali ini aku pernah bertengkar dengan Liz sehebat ini. Biasanya kami hanya bertengkar karena ia tidak mau jalan denganku, atau aku tidak mau menginap dirumahnya. Dan yang membuatku heran adalah, masalah sepele hanya karena laki-laki saja dapat membuatnya langsung menghapus namaku sebagai sahabatnya. Padahal aku dan Liz sudah saling mengenal sejak lama.
Aku menyesal kenapa aku harus datang untuk sekolah hari ini. Aku menyesal aku membicarakan tentang hal sepele seperti itu dengan Liz. Aku menyesal mengucapkan hal yang tidak aku maksud pada Liz. Terlebih-lebih aku menyesal karena....
Tidak. Aku tidak menyesal pernah berpacaran dengan Rifaldy. Meskipun harus berakhir menyedihkan. Tapi sebelum ia seperti itu, aku juga pernah dibuatnya bahagia dan merasa seperti wanita paling beruntung di dunia. Tapi lelaki sama saja.
Aku ingin menyusul Harry, dan memeluknya erat. Aku ingin menangis di pelukannya, menceritakan tentang masalahku dan Liz. Aku ingin melepaskan segala kepenatanku pada Harry. Mungkin aku dapat melakukannya ke Joe atau Jack. Tapi mereka sedang amat sibuk menjelang ujian dan aku tidak mau menambah beban mereka dengan curhatanku yang tidak berguna.
"Candice?"
Aku menoleh ke Kent. "Ya?"
"Kau kenapa melamun seperti itu?" Ia tersenyum.
Aku menunduk. "Aku berharap hari ini tidak pernah terjadi dan aku tidak bertengkar dengan Liz," aku menghela napasku.
"Sometimes something happens for reason, Candy,"
Aku memahami perkataan Kent. "So deep," aku menggodanya.
"As deep as my love to Liz. Ah, aku heran kenapa ia semudah itu memilih Rifaldy,"
Aku dapat melihat luka di mata Kent. Luka yang ia anggap lelucon, padahal jauh di dalam sana ia tersakiti oleh perbuatan Liz. Mana Liz yang amat menyayangi Kent dan Kent yang mencintai Liz?
"Kau akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik, Kent. Bukannya maksudku Liz wanita tidak baik, ia merupakan sahabat terbaik yang dapat kuharapkan. Tapi ya..."
"Aku mengerti," Kent tertawa dan menyengir lebar. Aku menyenggol badannya dan ia tertawa. Ia berjalan ke jendela di dekatku, dan menengok ke bawah. "Abangmu tercinta sudah menjemput,"
Aku menaikkan alisku. "Bagaimana kau tahu?"
Ia tersenyum. "Siapa lagi yang memiliki mobil Mini Cooper berwarna kuning di sini?"
Aku bangun dari kasur klinik, dan Kent setengah berlari membantuku bangun. Aku dan ia naik lift bersama dan Kent pun juga membantu membawakan tasku. Enak memang memiliki sahabat laki-laki. Kalau masalah fisik, pasti mereka mau membantu.
Joe terlihat cemas menunggu di dekat guru piket. Kent tersenyum padanya dan memberikan tasku pada Joe. Raut wajah Joe semakin khawatir saat melihatku jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Direction? [COMPLETED]
FanfictionOne Direction? Apa itu? Ya, aku tahu itu adalah boyband jebolan X-Factor. Tapi, sehebat dan se-amazing itukah mereka sampai seluruh anak di sekolahku membicarakan mereka? ---------- "Sampai kapan kau akan terus merahasiakan hubungan kita sebagai kak...