[23] Argue

2.7K 308 15
                                    

Aku sedang belajar di ruang tengah saat aku mendengar ada ketukan pintu. Aku mengangkat kacamataku-ya aku masih menggunakannya saat belajar-lalu berjalan ke arah pintu. Aku tersenyum saat melihat itu Harry yang datang.

"Back to that eyeglasses, huh?" Harry menggodaku.

"Kau sendiri yang ingin aku menggunakan kaca mata," aku memutar bola mataku. "Kau ada apa kesini?"

"Jadi aku diusir?!" Ia menyilangkan tangannya di dadanya.

"Dramatis. Ayo masuk," aku melebarkan pintu.

"Itu siapa, Sayang? Hey, Harry!" Mom membawa makanan ke meja.

"Hey, Chloe,"

"Ayo masuk. Aku baru saja membuat lasagna untuk makan siang," Mom menawarkan.

"Iya, terima kasih," Harry meletakkan jaketnya di gantungan.

"Ada siapa? Eh kau, Harry," Dad bergabung dan mendekati Harry. "Aku merindukanmu, Nak,"

"Aku juga, Dad," Harry memeluk Dad.

"Ada apa kesini?" Dad bertanya.

"Rindu pada adik kecilku. Tapi sedihnya ia sedang belajar," Harry menoleh ke arahku dan aku memutar bola mataku.

"Candice memang belajar terus sepertinya semenjak ia tidak memiliki kekasih," Dad menggodaku.

"Ayolah, Dad," aku menutup buku fisikaku dan berdiri. "Aku mau ke kamar,"

Aku meninggalkan mereka dan masuk ke kamarku. Aku mengecek handphoneku dan melihat banyak pesan masuk dari Louis dan Niall. Di saat Louis lebih bersikap dewasa dan perhatian, Niall seperti anak kecil yang kerjaannya melucu terus. Aku membalas pesan dari mereka, dan tidak sadar kalau ternyata Harry berdiri di belakangku. Ia merebut handphoneku dan membaca pesan dari Niall.

"Cieeee. 'Aku merindukanmu, Candy' , 'Kau makin cantik saja tiap hari' , 'Kau lebih suka bunga/coklat?' Ew, Niall," Harry mengangkat handphoneku.

"Harry!" Aku mencoba merebutnya tapi karena ia jauh lebih tinggi dariku maka aku tidak bisa menggapai handphoneku.

"Jadi ini alasan kalian berdua suka diam di kamar? Ckckck, Candice... Candice..." Harry memainkan handphoneku. "Louis juga?!?!?"

Aku menghela napasku. "Yaudahsih,"

"Ini, handphonemu. Aku kan cuma mau lihat aja kau sedang memiliki hubungan spesial dengan siapa," Harry mengedipkan sebelah matanya.

"Aku tidak memiliki hubungan spesial dengan siapa-siapa!" Aku terlonjak. "Mungkin belum,"

"Niall atau Louis?"

"Apa?"

"Kau mendengarku," Harry tersenyum sambil membuka handphonenya.

"Aku tidak tahu. Louis itu baik.. Sangat baik. Ia juga perhatian dan sejenisnya. Niall lebih ke arah lucu sih, ia suka melucu dan mengirim foto," aku tidak berani menatap Harry yang sedang menyengir ke arahku.

"Kau mau mendengar saranku?"

Aku mengangguk.

"Jangan menyukai keduanya,"

Aku membelalakkan mataku. "Apa?!"

"Kau itu masih polos, Candy. Maksudku, kalau kau menyukai salah satunya, lalu berpacaran, akan banyak orang yang membencimu, mengatakan hal yang tidak benar tentangmu, dan aku tidak siap melihatmu patah hati karena itu," Harry menatapku dan aku terdiam.

Benar juga.

"Dan aku tidak akan tega melihatmu menangis karena perkataan mereka itu. Kau ingat saat aku mempost fotomu dan Kendall di instagramku? Lalu Jack menelponku mengabari kau menangis di kamar seharian karena hate yang mereka kirimkan padamu? Apa kau tahu betapa teririsnya hatiku mendengarnya? Mendengar adik kecilku menangis mengurung diri di kamar karena ucapan mereka yang tidak benar?" Harry mengelus rambutku.

"Tapi...."

"Kau tahu betapa menyesalnya aku harus meninggalkanmu dengan Dad 10 tahun lalu? Bukan berarti aku tidak memercayainya, tapi itu berarti aku tidak hidup denganmu. Kita hidup di keluarga yang berbeda, dengan jarak yang sangat jauh. Kita tidak bisa bertemu terang-terangan karena pengaruh Dad dan media. Kau tahu betapa aku amat sedih saat tahu kau memiliki kekasih dan di hari yang sama aku menonjoknya? Bukan, aku bukan sedih karena kau memiliki pacar dan akan mengurangi cintamu padaku. Tapi aku sedih karena aku tidak bisa ikut terus denganmu. Aku tidak bisa memantau hubunganmu, aku tidak bisa mengenal si Rayhan itu lebih dekat..."

"Rayhan?" Aku menaikkan alisku.

"Mantanmu,"

"Rifaldy," aku menahan tawaku yang diselingi tangis.

"Siapapun itu. Aku takut, Candice. Aku takut. Kau tumbuh dewasa menjadi wanita yang amat cantik. God. Kalau kau bukan adikku mungkin aku akan mengencanimu. Dan kau juga anak yang pintar. Amat pintar. Aku takut orang sebaik kau mendapat lelaki yang tidak pantas untuk kau cintai. Aku takut aku tidak bisa menonjoknya, memberinya balasan yang setimpal,"

Tangisku semakin deras.

"Kau tahu kan aku kemarin memarahimu di mall? Tidak, aku tidak membenci gaya berpakaianmu. Jujur aku menyukainya. Tapi dengan kau berpakaian seperti itu, banyak lelaki yang menyukaimu juga. Apalagi badanmu bagus. Aku tidak suka kalau ada lelaki yang memandangmu seperti kau adalah wanita murahan. Makanya aku bicara terkesan seperti marah. Karena aku ingin melindungimu, Candice. Aku ingin kau bahagia,"

"Haz..."

"Maaf aku tidak bisa menjadi kakak yang sesuai keinginanmu," Harry memelukku seraya aku menangis di pelukannya. Aku mendengarnya sesenggukan juga.

"Kau adalah kakak terbaik yang bisa kuharapkan. Memang mungkin kita tidak bisa selalu bersama setiap saat, tapi kau adalah yang terbaik, Harry,"

Ia mencium keningku dan melepas pelukannya. "Oh ayolah, kita jadi menangis seperti ini. Chloe mungkin sudah memanggil kita. Yuk turun,"

"Ohya, Harry.." aku memanggilnya.

"Ya?"

"Louis mengajakku menonton film besok,"

"APA?!"

"Dan aku sudah katakan iya,"

Harry melotot lalu akhirnya menatapku biasa. "Yasudah,"

"Boleh?!" Aku berdiri di kasurku.

"Tidak boleh sebenarnya. Tapi karena aku tahu adikku ini sudah tumbuh dewasa, kenapa tidak?" Harry menatapku dari atas sampai bawah. "Kau masih suka berdiri di kasur?"

"Kenapa memang?"

"Kau ini umur berapa sih," Harry menggelengkan kepalanya.

"5 tahun," aku tersenyum lebar membuatnya menyengir. "Aku mencintaimu, Harry. Sangat amat sangat,"

"Aku juga. Ayo turun!"

Eciecie Harry perhatian amat. Jadi pengen punya abang harry:(

Eciecie diajak nonton sm Louis. Kok gue gadiajak ya:(

Eciecie gue ngenes bgt ya #plak

VOTE and COMMENT

One Direction? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang