Selamat menempuh sekolah lagi dan enjoy reading!
"Kau serius? Ya Tuhan ia dimana," aku mulai panik saat mengangkat telepon dari Kendall.
"Kau harus kesini, sekarang. Ia.. maaf Candice tapi aku harus menemani Harry. Ku tunggu!"
Kendall mematikan telepon sebelum aku bisa menanyakan bagaimana Harry bisa kecelakaan. Aku mengambil jaket dan langsung menggedor kamar Joe. Tidak ada tanggapan, lalu aku membukanya. Dan kosong. Joe tidak ada dirumah.
Ohiya, mereka semua kan sedang ke acara kantor Dad.
Aku panik, mengingat lokasi rumah sakit cukup jauh dari sini dan aku tidak bisa mengendarai mobil. Aku mulai menangis, saat ada yang mengetuk pintu. Aku menengok dari jendela, dan syukurlah, itu Louis yang datang. Saat aku membuka pintunya, entah apa yang merasukiku, aku langsung memeluknya dan Louis membalas pelukanku.
"Hey, hey, it's okay," ia mengelus punggungku. "Ayo kita berangkat,"
Aku masuk ke mobilnya dan duduk di kursi sebelahnya. Pandanganku kosong, mengingat bagaimana tadi Harry izin padaku untuk membawa motornya, yang sudah lama ia tidak gunakan. Andai saja aku tidak mengijinkannya, pasti ia masih ada di rumah, menemaniku belajar.
"Kau baik-baik saja?" Louis memecah keheningan.
Aku mengangguk. Berbohong. Bahkan aku tidak tahu apa yang kurasakan.
"Ia akan baik-baik saja. Harry orang yang kuat," Louis menggenggam tanganku seraya aku menahan tangisku.
"Andai aku melarangnya membawa motor," lirihku.
"Itu bukan salahmu, Sayang," Louis langsung menyadarinya. "Eh, maksudku Candice,"
Aku menelan ludahku sendiri. "Bagaimana bisa ia kecelakaan?" Aku menatap Louis.
"Aku kurang tahu cerita jelasnya. Tapi tadi kata Kendall, saat ia sedang menuju apartemen Kendall, ada truk yang menuju ke arah Harry dan.."
Truk yang menabrak Harry.
Truk yang besar itu menabrak Harry.
Truk yang menabrak orang yang amat yang kucintai.
Aku melepas tangisku yang sudah kutahan sedari tadi. Aku tidak bisa kehilangan Harry. Aku sudah pernah hampir kehilangan Dad, dan aku tidak mau kehilangan Harry. Tidak boleh.
"Hey, hey, tidak apa, tidak apa," Louis memelukku. "Kita sudah sampai. Ayo turun,"
Louis bertanya pada suster dimana kamar Harry, lalu kami berdua langsung menuju ke kamarnya. Aku melihat Kendall yang sedang terisak di depan kamar Harry, dan aku langsung berlari ke arahnya–memeluknya. Ia membalas pelukanku dan kami berdua terisak.
"Aku.. seharusnya aku tidak.. tidak menyuruhnya membawa motor. Ini semua salahku," Kendall bergumam.
Aku membuka pelukannya dan Kendall memeluk Louis, dan Louis menenangkannya. Aku menatap cemas kamar Harry dari jendela. Banyak orang di dalam, lebih tepatnya dokter dan suster. Sebegitu parahnya kah ia?
Setelah beberapa saat menunggu, ada seorang dokter yang keluar. Ia tersenyum padaku, Louis, dan Kendall.
"Kalian keluarganya?"
Aku mengacungkan jariku. "Aku adiknya,"
"Harry tidak apa-apa. Ia hanya terbentur sedikit di kepala, dan sekarang masih tidak sadar. Tapi ia akan bangun sebentar lagi,"
"Berapa lama, Dok?" Kendall bertanya.
"Untuk waktu kami tidak bisa pastikan, tapi ia pasti bangun karena benturannya tidak begitu parah. Kalau begitu, saya permisi dulu,"
Aku mengangguk dan langsung masuk ke dalam ruangan Harry. Aku kembali menangis saat melihat Harry terbaring tidak sadarkan diri di atas kasurnya. Aku berdiri di sebelahnya, yang langsung ditemani oleh Louis. Louis merangkulku seraya aku terisak diam-diam. Kendall berdiri di depanku, memegangi tangan Harry.
"Harry... bangun," lirihku.
Untungnya tidak lama aku bicara begitu, tangannya bergerak sedikit. Aku hampir menjerit saat ia akhirnya membuka matanya. Aku langsung memeluknya, tidak peduli Louis yang langsung menarikku.
"Harry!" Aku menangis kembali, tapi kali ini sambil tersenyum.
"Ken..." Harry menengok ke Kendall, yang langsung membuatku cemberut. "Aku bercanda, Candice,"
"Kau kok bisa sih sampai tertabrak begitu," aku melotot ke arahnya.
"Maaf, maaf," Harry tersenyum. "Louis.. kenapa tanganmu ada di pundak adikku?"
Louis langsung menariknya dan Kendall terkikik. Pipiku memerah, dan aku langsung mengganti topik.
"Kau tahu tidak betapa aku panik dan dirumah tidak ada orang dan untung saja Louis datang," aku menyilangkan tanganku di dada.
"Maaf aku membuat kalian panik," Harry tersenyum, lalu menoleh ke Kendall yang masih menangis. "Hai, Sayang,"
"Aku minta maaf. Seharusnya aku tidak menyuruhmu datang," Kendall kembali terisak.
"Itu bukan salahmu," Harry mengusap pipi Kendall. "Aku ingin sekali menciummu tapi ada dua manusia di sebelahku ini,"
Aku melotot ke arah Harry.
"Bercanda, babe," Harry mengedipkan sebelah matanya padaku. Ia mencoba duduk, yang akhirnya tidak jadi ia lakukan karena kakinya sakit.
"Genit sih," Louis menyindirnya.
"Aku genit pada kekasihku sendiri. Dari pada kau?" Harry membalasnya.
"Sudah ih kalian berdua bertengkar terus," aku memutar bola mataku dan Kendall tertawa.
"Harry! Ya Tuhan anakku!"
Aku menengok saat ada teriakan wanita dari pintu yang langsung membuat rahangku terbuka.
Ibuku sedang berdiri di depan pintu, bersama kakak perempuanku, sambil membawa plastik belanjaan dan rahang mereka sama-sama terbuka saat melihatku.
~~~~~
Oh em gee harry kecekaaan?!Maaf ya filler doang h3h3
Update when: 80 votes and 20 comments and please please please comment something especially inline comments because I love reading it xx
And STOP comment "next" or "update" because it won't make me update faster. It only makes me feel bad because I can't do what you want so why don't you comment what do you want to be in the next chapter or what do you think about this chapter or whaaaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Direction? [COMPLETED]
FanfictionOne Direction? Apa itu? Ya, aku tahu itu adalah boyband jebolan X-Factor. Tapi, sehebat dan se-amazing itukah mereka sampai seluruh anak di sekolahku membicarakan mereka? ---------- "Sampai kapan kau akan terus merahasiakan hubungan kita sebagai kak...