Aku menengok ke arah lelaki yang sedang berdiri di belakangku.
Crap.
Kenapa Rifaldy harus datang lagi?
Sekolah kami berdua memang berbeda gedung, tapi satu yayasan. Melihat Rifaldy berdiri disana membuatku kembali mengingat kenangan saat ia dan Olivia jalan berdua. Shit. Kenapa dari seluruh kenangan kami berdua selama 1 tahun 8 bulan berhubungan yang dapat kuingat saat ini hanyalah saat Rifaldy dan Olivia jalan berdua. Terlebih saat Harry menonjoknya. Rekaman itu terputar secara langsung di kepalaku.
"Candy!" Suara serak beratnya itu membuatku menjadi emosional. Aku berpura tidak mendengarnya lalu membawa kue untuk Liz dan menarik Liz ke dalam. Liz melotot ke arahku karena aku menariknya.
"What?!" Liz berbisik sambil melotot kearahku. Aku mendiamkannya. "We should do something!" Persetan dengan apapun itu. Aku terlalu membencinya.
"Kalau kau menolak cinta yang kau rasa, justru akan semakin besar rasa yang kau berikan pada orang itu!" Aku mendengar Rifaldy berteriak. Benar juga. Shit. Kenapa aku harus mendengar perkataan orang yang pernah menyakitiku?
Liz melepas peganganku lalu mendatangi Rifaldy. Aku tidak menengok ke arah Rifaldy dan Liz. Lalu aku mendengar ada bunyi keplakan yang cukup keras.
Jangan bilang Liz menampar Rifaldy.
"Shit!" Rifaldy mengumpat. Aku menengok ke belakang dan mendapati Rifaldy memegangi pipi kanannya. Pipi yang dulu ditampar Harry.
"Kau pantas menerimanya, bastard! Kau sudah mendapatkan Candice yang amat sempurna dan kau memilih Olivia tanpa memutuskan hubunganmu dengan Candice terlebih dahulu. Sahabatku pantas menerima yang jauh lebih baik darimu, Faldy!" Liz berteriak. Mukanya memerah. Baru kali ini aku melihat Liz berteriak dan marah semarah ini.
"Tampar aku lagi, Liz. Aku memang pantas. Aku sibuk mengejar batu saat aku sudah memiliki berlian disisiku. Aku memang bodoh. Aku tahu. Tapi aku sangat minta maaf atas kebodohanku," Faldy masih memegangi pipinya. "Candice. Aku minta maaf. Aku menyesal,"
Jujur aku tidak enak melihatnya seperti ini. Tapi aku juga harus menjaga prideku agar tidak dicap murahan oleh Olivia. Apalagi Liz sudah membelaku seperti itu. Apa yang harus kulakukan ya Tuhan?
"Ayo, Liz,"
Bodoh. Kenapa itu yang kuucap. Aku melirik ke arah Kent yang bingung.
"Ayo, Kent. Kau juga,"
Semakin bodoh.
"Candice tidak akan memaafkan perbuatan jahatmu, keparat!" Liz berteriak yang langsung membuatku menariknya.
"Tadi kau kenapa?" Kent akhirnya angkat bicara saat sudah sampai di kelas.
"Kalau kau menolak cinta yang kau rasa, justru akan semakin besar rasa yang kau berikan pada orang itu!"
Kenapa omongan Faldy yang itu terus terdengar ditelingaku. Tapi memang benar. Apa aku sudah benar-benar membencinya? Apa aku memang menolak rasa cintaku padanya? Atau sebenarnya.. aku masih mencintainya? Tidak tidak. Tidak boleh. Harry sudah bagus menonjoknya, buat apa aku tetap mencintainya? Harry sudah menjagaku darinya, dan aku harus memaafkannya? Tapi memaafkannya bukanlah suatu kesalahan, kan? Tunggu. Kenapa aku jadi memikirkan ucapannya?
Aku berjalan keluar sekolah bersama Kent dan Liz. Aku tidak peduli Rifaldy didepan kelas tadi. Aku tidak peduli akan dia. Aku harus tidak peduli.
"Candice!" Liz mengagetkanku.
"Hm?" Tanyaku. Moodku sudah hancur karena kedatangan Rifaldy tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Direction? [COMPLETED]
FanfictionOne Direction? Apa itu? Ya, aku tahu itu adalah boyband jebolan X-Factor. Tapi, sehebat dan se-amazing itukah mereka sampai seluruh anak di sekolahku membicarakan mereka? ---------- "Sampai kapan kau akan terus merahasiakan hubungan kita sebagai kak...