[19] Third Person

3K 350 17
                                    

So I entered the #wattys2015 award and since Bahasa Indonesia isn't included so I hope I can win on the honorable mention so please please please keep vote and comment on this story. Thanks for all of you who have voted so far i love you❤❤

~~~~~~~~~~

Aku gugup saat mencari baju yang pantas untuk pergi bersama Kendall. Maksudku, ia kan top model. Tidak mungkin kan aku menggunakan baju dress biasa atau kaus dan jeans saja? Tapi sebenarnya tidak apasih. Aku kan adik kekasihnya. Memang ia mau memarahiku?

Setelah aku memberantakkan lemariku, akhirnya aku memutuskan memakai kaus tanktop warna hitam, dan celana skinny jeans. Aku mengambil heelsku yang ada di dalam box, yang baru ku pakai dua kali. Lalu aku menggerai rambutku. Aku melepas kacamataku, lalu menggunakan soft lenseku. Entah setan apa yang merasukiku, tapi aku ingin terlihat lebih cantik dengan Kendall.

Tiin! Aku mendengar klakson mobil. Aku menengok dari jendela, melihat Kendall di dalam mobilnya. Aku menemui Joe, ingin meminta ijin.

"Candice?" Joe melihatku dari atas sampai bawah. "Kau mau kemana?"

"Kendall mengajakku jalan," aku merasa mataku tidak enak. Tapi kalau untuk menjadi cantik, harus bersakit-sakit dahulu, kan?

"Kacamatamu?" Jack mengagetkanku dari belakang.

"Uhm, soft lens?"

"Oh okay okay. Jangan pulang terlalu malam ya. Hati-hati," Jack mengusap rambutku lalu aku tersenyum padanya.

"Bye!"

Aku setengah berlari dengan heels ini menuju mobil Kendall. Ia tersenyum sambil melihat penampilanku yang berbeda dari kemarin. "Kau cantik sekali,"

"Terima kasih. Kau lebih," aku membuka pintu mobilnya lalu masuk ke dalamnya. Ia lebih banyak menyanyi mengikuti radio daripada berbicara denganku. Aku juga diam–karena pikiranku dipenuhi ketakutan dan ketidakpercayadirianku.

Kita berhenti di mall besar dekat hotel Harry. Kendall memberi kuncinya pada valet parking–man, lalu mengajakku masuk ke dalam. Banyak orang memperhatikan kami–lebih tepatnya Kendall. Kendall tetap memandang lurus ke depan, dan jalannya yang seperti model itu menandakan ia tidak peduli omongan orang. Bagus, bagus. Aku harus belajar dari Kendall.

Kendall berhenti di depan store Louis Vuitton. Aku ingat Harry pernah mengajakku kesini dan membelikanku tas, tapi tidak pernah ku pakai. Kendall melihat-lihat tas, dan aku duduk di sofa yang ada. Aku tidak begitu tertarik dengan tas seperti itu. Tapi ku akui modelnya lucu-lucu.

"Candice? Menurutmu lebih bagus yang mana? Ini atau ini?" Kendall menunjukkan dua tas yang sama-sama bagus. Yang satu berwarna merah maroon, satu lagi biru tosca. Aku sedikit terkejut karena seorang Kendall Jenner menanyakan tentang pilihanku. Mungkin karena aku adik pacarnya.

"Dua-duanya bagus. Tapi aku lebih suka yang maroon," tunjukku.

Kendall mengangkat alisnya, melihat ke tas yang kutunjuk. "Iya sih, bagus juga. Aduh aku bingung," ia tertawa. "Yang mana ya?"

"Dua-duanya saja," pelayan itu menyahut, membuat Kendall tersenyum masam.

"Ya sudah yang maroon saja deh," Kendall memberi tas yang maroon ke pelayan tersebut, yang langsung diterima dan Kendall membayarnya. "Terima kasih, ya, Candice. Kau punya selera fashion yang bagus," Kendall menyubit pipiku, membuatku tersenyum malu.

Kami berjalan lagi, menuju food court. Mungkin Kendall sudah lapar? Food court cukup ramai, dan aku juga tidak begitu lapar. Kalau saja ia bukan Kendall, aku sudah akan mengajaknya makan di tempat lain.

One Direction? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang