[20] Will It Be Fine?

3.1K 330 28
                                    

Please vote and comment and appreciate my works oh my god there are so many silent readers gtfo.

And what do you think about the new cover? It was made by this lovely summer-vibes and I really love it! Thank youu xxx

-----------

Chapter TWENTY

"Okay, Louis," aku tersenyum pada Louis yang berdiri di depanku. Ia merapikan rambutnya lalu tersenyum pada Harry.

"Bagaimana kau bisa ada disini? Aku tidak melihatmu keluar dari hotel," suara Harry menegang saat melihat Louis. Ia masih merangkulku, tidak melepaskanku.

"Aku tadi iseng saja kesini, lalu melihat kalian semua," Louis tersenyum lalu Harry mengencangkan dekapannya padaku. Harry meminta izin pada mereka lalu mengajakku pergi sedikit jauh dari mereka. Kami berhenti di depan toilet, lalu Harry melepas rangkulannya. Ia menyilangkan tangannya di depan dadanya.

"Candice...."

"Harry..." aku mengikutinya. Ia memutar bola matanya tetapi aku masih bisa melihat cengiran di sudut bibirnya.

"Aku serius,"

"Aku juga," aku menahan tawaku.

"Aku jujur lebih senang kau bersama si keparat itu daripada dengan Louis,"

Rahangku terbuka dan mataku setengah melotot saat mendengarnya. "M,maksudmu?"

"Bukan berarti aku senang dengan si keparat itu tapi dibanding dengan Louis? Ia jauh lebih tua darimu, Candice!"

"Louis kan hanya ingin baik denganku, Harry. Lagipula ia sahabatmu kan?"

"Candice, aku.. Louis itu jauh lebih tua darimu dan aku.. aku tidak akan setuju kalau ia menjadi kekasihmu dan..."

"Kekasih?" Aku tertawa. "Come on, Harry. Kita baru kenal. Dan kau sudah menduga ia akan menjadi kekasihku? Lagipula.. ia juga tampan," aku menggoda Harry, membuat Harry melotot ke arahku.

"Apa?!"

"Tenang, Harry. Bukan itu maksudku," aku cekikikan.

"Pokoknya kalau ia mengajakmu kencan dan sejenisnya, ku mohon katakan padaku dulu ya," Harry memegang pundakku. Aku tersenyum dan mengangguk. Ia mencium keningku. "Yasudah, yuk kembali kesana,"

Kami berdua kembali ke Kendall dan Louis yang sedang mengobrol. Harry tersenyum pada Kendall dan langsung merangkulnya. Ia tidak melepas rangkulannya dariku, yang akhirnya ia lepas karena aku memaksanya. Setelah ia memberi tatapan tajamnya, akhirnya ia melepas rangkulannya. Aku berjalan di sebelah Louis. Ia anak yang ramai dan seru juga. Tetapi aku bisa merasakan tatapan sinis Harry yang diberikan pada Louis selama Louis mencoba mengobrol denganku.

"Jadi, apa kau punya pacar?" Louis bertanya padaku.

"Ya,"

"Tidak," aku dan Harry bersamaan menjawab. Harry menatapku tajam saat aku menjawab tidak.

"Jadi?" Louis menahan tawanya.

"Aku.."

"Ia punya pacar, Louis," Harry langsung menjawabnya, dan merangkulku di sebelah kirinya.

Louis mengangguk lalu aku melepas rangkulan Harry, dan kembali jalan di sebelahnya. Ia tidak banyak bicara, mungkin karena perkataan Harry. Lalu setelah kami berjalan-jalan sebentar, Harry mengajak pulang. Karena Kendall dan Harry juga Louis membawa mobil masing-masing, aku disuruh Harry pulang bersamanya.

"Kau tidak masuk?" Tanyaku pada Harry.

"Tidak. Aku harus olahraga dulu," Harry tersenyum padaku lalu mencium keningku. "Sampaikan salamku pada Dad ya!"

"Iya. Salam juga untuk Kendall,"

"Candice!" Aku menengok. "Kalau Louis mengajakmu...."

"Iya iya," aku tertawa. "Bye, Harry!"

"Tunggu. Kau tidak bilang kau mencintaiku?"

Aku memutar bola mataku. "Aku mencintaimu,"

"Aku lebih mencintaimu! Bye!"

-Harry's POV-

Aku kembali ke hotel, melihat Louis sedang duduk di atas kasurnya. Niall belum kembali. Kamar hotelku memang berisi tiga kasur- milikku, Louis, dan Niall. Louis sedang memainkan handphonenya, yang langsung ku tegur.

"Lou," aku melempar bantal ke arahnya.

"Hey hati-hati, man," ia melemparkan kembali bantalnya. "Ada apa?"

"Jawab jujur padaku. Apa kau menyukai adikku?"

Louis tertawa. "Memang kenapa?"

"Kau tahu kan Louis kalau Candice itu masih berumur 18 tahun! Dan kau? Berapa umurmu? 55? 60?" Aku menyelipkan canda di perkataanku agar Louis tidak membalasnya dengan terlalu serius. Maksudku, Louis bisa saja menjadi amat sinis kan? The sassy Louis.

"Ya aku tahu. Tapi harus ku akui, adikmu cantik sekali, man,"

"Hey hati-hati kau bicara! Ia adikku," aku menatapnya serius.

"Ayolah, Harry. Aku juga tidak akan langsung menembaknya besok. Kita tunggu saja tanggapan Candice padaku. Atau jangan-jangan kau sudah mengancamnya?"

Iya, sedikit.

"Aku hanya tidak mau kembali menampar orang yang menyakiti hati adikku," kataku pelan, mengingat kejadian saat aku menampar si keparat itu. Si Rayhan. Rayhan kan?

"Kau pernah menampar orang?!"

"Mantan kekasih Candice. Candice dan aku sedang jalan lalu ternyata kekasihnya itu sedang jalan juga dengan wanita lain," jawabku dengan tegang, mengingat perlakuan si Regan yang kurang ajar itu.

"Tenang, Haz. Aku tidak akan berbuat macam-macam dengan Candice. Jadi kau tidak perlu menggunakan tanganmu itu,"

"Tapi kalau sampai...."

Tiba-tiba pintu terbuka lebar, menunjukkan si tukang tawa berambut pirang itu. "Kalian tahu tidak aku mendapat nomor Candice!"

Tidak lagi.

~~~~~
Chapter terakhir ga sesuai goals tapi yaudahlah ya aku ngebet mau nyelesaiin ini buku HEHE. Tapi kali ini comment apa yang ada dipikiran kalian yaa! Min. 5 comment per each of you guys:p

Update when: 25 comments++ and 65votes++

AND FOR THE SILENT READERS AT LEAST COMMENT SOMETHING DON'T JUST LEAVE

One Direction? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang