Chapter 49

2.3K 126 10
                                    

Hoek!
Hoek!

Sarah berlari ke kamar mandi dan mendapati Adrian sedang muntah-muntah disana. Ia memijat tengkuk suaminya untuk meredakan mual.

"Kamu masuk angin, Mas?" tanya Sarah ketika Adrian membasuh mukanya di wastafel.

Pria itu menggeleng. Ia merasa sehat. Tetapi entah kenapa pagi ini ia mual ketika mencium bau sabun yang wangi dan langsung muntah-muntah.

Adrian segera memakai pakaian yang sudah disiapkan Sarah lalu bergegas ke kampus tanpa sarapan. Ia beralasan bahwa ia takut akan mual lagi.

Dosen muda itu terlihat tidak fokus ketika menghadiri rapat jurusan pada siang hari. Berkali-kali ia menyeka keringat didahinya. Ia tidak merasa demam namun pusing. Ia juga tidak merasa masuk angin, namun ia mual.

Akhirnya setelah rapat selesai ia segera pulang untuk istirahat. Mungkin efek kelelahan bekerja, pikirnya.

Sarah yang sedang menonton TV sambil memakan buah apel sampai terheran-heran ketika melihat Adrian keluar masuk kamar mandi.

"Kenapa, Mas?"

Adrian mengibaskan tangannya enggan berbicara. Kemudian ia mengambil laptop untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda di kampus. Sarah segera membuatkannya teh hangat untuk meredakan mualnya.

"Masih mual?" Adrian mengangguk lalu meminum teh yang dibuatkan Sarah.

"Udah, tidur aja. Jangan kerja terus." kata Sarah ketika Adrian mulai membuka file pekerjaannya.

"Ga bisa, Ra. Kerjaanku masih banyak."

Sarah mendengus kesal lalu ia keluar kamar sambil membawa cangkir kosong.

Pukul dua siang ia ada janji bertemu dengan Harry untuk menyerahkan hasil revisi terakhir. Setelah mandi dan memakai pakaian, Sarah melihat Adrian sedang tidur.

"Mas, aku bimbingan sebentar ya?" bisiknya di telinga Adrian.

Pria itu hanya bergumam sebagai jawabannya.

Sarah keluar rumah tak lupa mengunci pintu. Driver ojeknya sudah menunggunya didepan rumah untuk mengantarnya. Ya, lagi-lagi Harry meminta bertemu di kafe. Kali ini kafe dekat kampus.

Sarah memasuki kafe setelah perjalanan yang membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit itu. Terlihat Harry duduk di pojokan dengan secangkir kopi dihadapannya.

"Siang, Pak." sapa Sarah.

Harry mendongak lalu mempersilakan Sarah duduk. Setelah memesan minuman, Sarah memberikan hasil revisiannya dan segera dibaca oleh Harry.

Kadang Sarah merasa dosennya ini lebih perhatian dari pada suaminya. Harry yang membantunya mengerjakan skripsi dan mengingatkannya untuk istirahat ketika lelah berkutat dengan jurnal-jurnal. Sedangkan Adrian tidak pernah sekali pun menanyakan progres skripsinya. Ia hanya menyuruh Sarah untuk segera menyelesaikan skripsi agar tidak mengganggu pekerjaannya.

Sarah menggelengkan kepalanya cepat untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatif tentang Adrian. Ia tidak boleh membandingkan pria yang telah menjadi suaminya itu dengan pria lain.

"Kenapa?" tanya Harry membuat Sarah salah tingkah.

"Eh? Eng-enggak, Pak."

"Adrian barusan tanya kita dimana." Sarah terkesiap mendengar ucapan Harry. "Apa kamu ga ijin tadi?"

"Sa-saya sudah bilang mau bimbingan, Pak."

"Coba cek hape kamu." pinta Harry yang segera dituruti Sarah.

Wanita itu membelalakkan matanya ketika Adrian telah menghubunginya sebanyak lima belas kali dan ia baru saja sadar bahwa ponselnya sedang pada mode silent.

Mantanku Dosenku - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang