Part 7

22.7K 1.4K 5
                                    

"Kamu-"

Pria itu tampak menatap heran pada Ify.

"Kenapa? kamu protes aku tampar? itu layak untuk kamu. Asal kamu tau Yo, dia ini Gio anak kamu dan aku! yang aku besarkan seorang diri. Waktu aku pergi dari rumah kamu ternyata aku lagi hamil 4 minggu."

Pria itu masih diam. Rasa sakit dan panas di pipinya seakan hilang setelah mendengar semua ucapan Ify. Ia paham sekarang apa maksud wanita cantik di depannya ini.

Ify mendekati Gio dan menghapus air mata anak itu yang entah kenapa sudah mengalir di pipinya.

"Kita pulang yuk sayang. Bunda lagi gak enak badan ini."

"Bunda sakit? yaudah kita pulang aja bial Bunda istilahat. Ayo Bunda."

Ify mengangguk dan mengusap kepala anaknya. Menggandeng tangan mungil itu menuju mobilnya tanpa memperdulikan pria yang sejak tadi masih berdiri di sana.

Sementara pria itu mengawasi setiap pergerakan Ify dan Gio sampai mobil wanita itu pergi dari area parkiran. Tangannya terkepal kuat. Rahangnya pun mengeras.

"Gio."

Ucapnya dengan raut wajah yang sulit untuk diartikan.

"Gue harus kelarin masalah ini. Gio anak Rio dan harus tetap menjadi anak Rio."

Pria itu memasuki mobilnya dan melajukan entah kemana.

***

Ify terus terisak di dalam mobilnya. Ia memutuskan untuk tidak kembali kantor setelah tadi menelpon sekretaris nya. Ia memilih untuk kembali ke rumah bersama Gio yang sudah tertidur di sampingnya.

Ify menumpukan keningnya di atas setir mobil dengan air mata yang mengalir deras. Nafasnya sampai tersendat, hatinya sakit mengingat ucapan Rio yang mengatakan kalau Gio bukan anaknya. Apa pria itu tidak melihat betapa miripnya wajahnya dan Gio. Dan apa tidak ada sedikitpun rasa di batin Rio saat melihat dan merasakan pelukan Gio tadi.

Kenapa Rio tega sekali padanya, baru selang beberapa hari pria itu mengatakan sangat mencintainya dan tidak bahagia hidup tanpa dia tapi kenyataannya sangat berbeda sekarang.

" Rio, kamu pembohong. Kamu jahat. Tapi kenapa aku masih aja cinta sama kamu."

Ify terus menangis, menumpahkan seluruh kepedihan hatinya. Ia berharap saat ia menyudahi acara menangisnya maka berakhir juga kesedihan dan rasa sesak di hatinya.

Setelah puas menangis Ify membersihkan jejak air mata dari pipi sampai ke dagunya. Ia kemudian keluar dari mobilnya dan mengitari ke arah sebelah kemudi, menggendong tubuh gempal Gio untuk ia bawa ke dalam rumah. Mungkin Gio terbiasa tidur siang di jam seperti ini, makanya sekarang ia sudah terlelap saja.

Ifu pergi ke kamarnya setelah menidurkan Gio di kamar putranya itu.

"Non udah pulang? biasanya sampai sore Non, apa karena den Gio? kan tadi udah bibik bilang kalau den Gio tinggal sama bibik aja atuh Non."

Ify tersenyum pada pembantunya itu dengan senyum yang tulus.

"Gak kok Bik. Bukan karena Gio. Aku aja yang kurang fit hari ini makanya aku pulang mau istirahat aja di rumah."

"Oalah Non kenapa ndak ke dokter aja atuh?."

"Gak usah Bik. Cuma kurang enak badan aja kok. Istirahat bentar juga pulih."

"Ya sudah Non ke istirahat aja biar badannya cepet pulih, atau mau Bibik buatkan teh jahe aja?"

"Boleh deh bik. Antar ke kamar aku aja ya."

"Iya Non. Bibik kedapur dulu ya kalau gitu."

Ify masuk ke kamarnya. Ia segera mandi agar tubuhnya kembali fresh. Setelah itu barulah ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur.

"Permisi Non. Ini teh jahe nya."

Pembantu nya meletakkan cangkir berisi teh jahe buatannya di atas meja samping ranjang Ify.

"Makasih bik."

Pembantu Ify tidak langsung pergi membuat Ify mengerutkan keningnya. Biasanya jika urusannya sudah selesai maka pembantunya akan langsung pergi tapi ini malah berdiri layaknya orang yang sedang gugup.

"Bibik ada yang mau disampaikan ke aku? kenapa mukanya kayak gugup gitu?"

Tanya Ify sambil bangun dari baringannya dan berganti menjadi duduk di tepi tempat tidurnya.

"Ini Non a ... da."

"Ada apa bik? sini deh Bibik bilang ke aku."

Ify menarik pelan tangan pembantunya agar ikut duduk di tempat tidurnya.

"Nah sekarang Bibik bilang ada apa."

"Emm Non. Sebenarnya tadi ada orang datang ke rumah dia cari Non."

Dahi Ify mengerut seketika.

"Perempuan?"

Pembantunya menggeleng.

"Laki-laki, Non."

"Namanya?"

"Namanya Rio, non. Dan katanya dia itu suaminya Non Ify. Bibik takut kalau dia orang yang mau jahat sama Non."

*Flashback

Seorang lelaki mengetuk pintu berwarna putih didepannya. Tidak lama pintu itu terbuka dan menampilkan sosok perempuan paruh baya dengan daster dan sebuah kain lap di tangannya.

"Permisi buk. Apa benar ini rumahnya Ify?"

"Iya Mas. Benar atuh ini rumahnya Non Ify. Tapi non Ifynya lagi pergi Mas."

"Pergi? Yaudah nanti ibuk bilang aja kalau saya dari sini."

"Iya Mas. Tapi, mas ini siapa ya namanya? gimana saya bilangnya sama Non Ify kalau gak tau namanya."

Pria itu tersenyum.

"Saya Rio. suaminya Ify, bik."

"Suami?"

Pria yang ternyata Rio itu mengangguk dengan senyuman yang tidak pernah luntur di wajahnya.

"Ya udah bik kalau gitu saya pamit dulu. Salam untuk Ify."

"Eh iya mas."

Pria itu membalikkan tubuhnya dan pergi dari perantaran rumah milik Ify.

***

Deg.

Ify langsung memasang wajah marah saat mendengar penuturan pembantunya. Berani sekali Rio datang ke rumahnya dan mengaku sebagai suaminya setelah apa yang ia lakukan pada Gio tadi. Sebenarnya apa mau lelaki itu.

"Maaf Non kalau bibik lancang. Sebenarnya Non Ify itu udah cerai atau gimana atuh Non?"

Ify memasang senyuman pada pembantunya. Selama ini ia memang tidak pernah cerita pada pembantunya tentang kehidupan pernikahannya.

"Aku gak cerai Bik. Cuma waktu itu aku terpaksa ninggalin suami aku karena suatu hal dan Rio itu orangnya. Oh ya tadi jam berapa dia ke sini bik?"

Pembantunya tampak berpikir sebentar.

"Kira-kira jam makan siang Non. Jam satu entah setengah dua gitu."

Ify mengerutkan dahinya bingung. Tadi ia bertemu Rio kan sehabis ia dan Gio makan siang lalu kapan pria itu datang ke sini? Apa secepat itu Rio sampai ke rumahnya sedangkan Ify rasa tadi ia juga langsung pulang.

"Aneh."

Batin Ify..

"Tunggu Bik. Ini bukan orangnya?"

Ify menunjukan foto Rio yang ternyata masih tersimpan di galeri hpnya dan di hatinya tentu saja.
Pembantunya tampak mengangguk yakin.

"Iya non itu orangnya. Ganteng Non mirip dengan Gio. Pokoknya cocok sama non."

Ify meringis mendengar apa kata pembantunya.

" Yaudah. Kalau gitu Bibik balik ke kamar aja ya. Makasih teh jahenya."

"Iya non. Bibik ke kamar dulu kalau gitu."

Masih Ada Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang