Part 35

9.6K 586 8
                                        

Jangan lupa vote and komen ya.

Rio menghembuskan nafasnya lambat.  Ia memandang pada Ratih yang sejak tadi menunggu jawabannya. Semua pasang mata disana mengarah padanya.

"Ma. Maaf sebelumnya, aku emang gak bisa meninggalkan istri dan juga anakku jadi aku putuskan untuk memilih tidak mendapatkan bagian dari harta Mama dan almarhum papa."

Semua mata tercengang mendengar keputusan yang Rio ambil. Terutama Ratih, ia tidak menyangka anaknya bisa melakukan hal seperti ini. Dan itu hanya karena Ify dan Gio.

Ify juga merasakan keadaan yang campur aduk pada hatinya, ada rasa senang karena Rio memang membuktikan ucapannya untuk setia tapi ia juga merasa sedih karena demi untuk bisa bersamanya pria itu harus kehilangan harta dan semua yang selama ini ia miliki.

Bukan, bukannya Ify takut untuk Rio menjadi tidak sekaya sekarang lagi tapi ia hanya berfikir logis saja apakah kedepannya Rio bisa hidup dengan segala kekurangan ah tidak kesederhanaan tepatnya.

"Oh bagus ya. Hanya demi wanita ini kamu rela kehilangan semua yang pernah kamu miliki. Apa yang akan kamu dapatkan dari dia Rio?  perusahaan yang sekarang kamu pimpin itu jauh lebih bagus dari pada perusahaan wanita ini."

Ucapan bernada tajam dari mulut sang mama, Rio balas dengan  senyuman tipis. Pria itu mengambil jemari Ify dan mengecupnya di depan sang mama.

"Iya Ma, Ify memang bukan manusia sempurna yang punya segalanya tapi dia punya hati yang tulus untuk aku dan aku yakin dia juga Tuhan kirimkan untuk aku yang bakalan buat aku bahagia."

Ify menitikkan air matanya mendengar pembelaan yang Rio berikan untuknya. Buru-buru ia hapus air matanya sebelum Rio dan yang lainnya mengetahui kalau ia sempat mengeluarkan air mata.

"Kita lihat saja nanti apa kamu masih bisa bahagia meski tanpa kekayaan."

"Rio akan usahakan itu Ma. Ini semua barang milik Mama yang selama ini aku gunakan, aku kembalikan dan tolong jangan lagi Mama usik aku dan Ify."

Rio mengeluarkan kunci mobil, dompet yang berisi beberapa kartu kredit di sana serta uang tunai. Ia letakkan di atas meja selanjutnya ia bawa Ify untuk bangkit dari duduknya dan merangkul bahu sang istri.

"Aku sama Ify mau ke kamar dulu. Kita mau melepaskan lelah. Jadi kalau kalian merasa urusannya udah selesai silahkan tutup pintu itu dari luar."

Rio menunutun langkah Ify pergi dari ruang tamu rumahnya. Mereka kembali masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Ratih dan Ilma yang mungkin akan keluar dari rumah Ify secepatnya.

****

"Kamu yakin sama keputusan kamu Yo? kamu yakin buat pertahanin aku dan siap untuk kehilangan sesuatu yang selama ini sangat berharga bagi kamu?"

Rio dan Ify duduk di sofa yang ada di kamarnya. Ify mendongak menatap pada Rio yang saat ini tengah memeluknya. Pria itu menghela nafas pelan kemudian memberinya seulas senyum yang sangat jarang Rio berikan pada orang lain.

"Kenapa aku harus ragu? Fy, kamu adalah sesuatu yang sangat berharga itu. Kalau harta aku bisa cari, tapi kamu dan Gio, kemana aku akan cari, hem?"

Rio mengusap pipi mulus Ify sembari mentapnya penuh cinta. Ify sampai tidak percaya Rio bisa mengeluarkan kata-kata itu. Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata perasaan bahagia yang menyelimuti hatinya saat ini.

"Tapi-"

Baru saja ingin membuka suara namun jari telunjuk milik pria bernama lengkap Rio Pratama Arkansha itu sudah mendarat di bibir tipisnya. Seolah mengintrupsinya untuk tidak melanjutkan kata-katanya.
Kepala Rio menggeleng masih dengan senyum dibibirnya.

"Tidak ada kata tapi untuk cinta, sayang. Lagian aku gak sepenuhnya kehilangan semuanya kok."

Kernyitan itu timbul di dahi indah Ify. Menatap Rio penuh tanya.

"Maksud kamu?"

Rio mengangkat dagu Ify sehingga kini mereka saling mentap satu sama lain.

"Selain punya perusahaan mama selama ini aku juga udah punya perusahaan sendiri, itu aku rintis dari sisa-sisa waktu aku saat libur di perusahaan mama."

Ify membulatkan matanya, pantas saja Rio bersikap biasa saja atas pengambilan kembali semua aset yang pernah Rio miliki dari Ratih, ternyata pria itu sudah ada persiapan lainnya.

"Sejak kapan?"

"Sejak kamu pergi dari hidup aku waktu itu. Dan aku gak mau itu terulang lagi. Aku gak mau kamu pergi dan kita hidup terpisah lagi."

"Kamu tau, menyibukkan diri dengan terus mengelola dua perusahaan adalah cara aku untuk bisa bertahan hidup meski tanpa kamu di sisiku Fy."

Ify merasa bersalah pada dirinya sendiri dan juga Rio atas kepergiannya dulu. Tapi waktu ia dalam keadaan ynag sulit untuk memilih. Jiwa Keke dalam bahaya.

"Maafin aku Yo."

Pintanya, mengelus rahang tegas Rio dengan telapak tangannya.

"Kamu gak perlu minta maaf Sayang. Mungkin itu sudah menjadi jalan hidup kita. Dan yang terpenting sekarang kamu dan aku serta Gio udah dalam satu lingkup yang dekat."

Rio merapatkan tubuh Ify padanya. Ify juga tidak menolak bahkan ia semakin menyamankan posisinya di pelukan Rio. Kecupan dan elusan di kening ia dapatkan berulang kali dari Rio.

"Hem, kira-kira Gio udah bangun belum yah,"

Ify langsung menjauhkan dirinya dari Rio mendengar nama Gio keluar dari mulut suaminya ini.

"Kenapa Yang?"

Tanya Rio bingung.

"Aku mau samperin Gio dulu ya. Keke juga pasti dia kesiangan, katanya ada kuliah sekarang dan ini udah siang."

Ify bangun dari sofa hendak keluar kamar sebelum tangannya di tarik lagi oleh Rio dan dengan sangat cepat kedua benda kenyal miliknya dan Rio saling menyatu.

Baru setelahnya Rio melepaskan dirinya yang kini sudah memasang muka merah lantaran malu. Melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya dengan rasa yang sangat gugup.
Sedangkan Rio menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. 

"Udah punya satu anak juga masih aja suka malu-malu. Tapi gemessin."

Ucapnya. Kemudian Rio juga ikut keluar dari kamar dan mengikuti Ify yang sudah lebih dulu pergi ke kamar Keke. Tapi pria itu mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam sana. Tidak sopan bukan masuk ke kamar adik ipar. Lebih baik ia menunggu di meja makan saja. Toh nanti mereka semua akan kesana juga kan.

Tidak lama kemudian Rio mendengar suara cekikikan Gio yang di barengan suara lembut dan merdu istrinya mendekati dapur dan benar Gio dan Ify muncul dengan Keke yang sudah rapi dengan pakaian yang siap pergi kuliah.

"Ayah,"

Rio mengambil alih tubuh Gio dari gendongan Ify. Mencium pipi gembul putranya dan mendudukkan Gio di atas pahanya.

"Anak ayah udah besar ya."

Tangannya mengusap kepala Gio penuh sayang.

"Iya yah. Makanya Gio gak mau digendong bunda lagi. Kan Gio udah besal."

Anak itu berkata dengan lucunya. Ify dan Keke mulai menaruh sarapan ke piring yang sudah tersedia di sana.

"Besar apanya, lihat deh di sini tuh yang paling kecil ya Gio. berarti Gio gak besar dong."

Keke berujar dengan entengnya sambil mulai memakan sarapanya.
Gio menatapnya tak terima.

"Gio udah besal Tante."

Masih Ada Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang