Rio menghentikan langkahnya yang akan menuju kamar mandi, tepat di
atas perutnya melingkar sepasang tangan milik wanita yang sangat ia cintai, siapa lagi kalau bukan Ify.Punggungnya yang memang belum memakai baju terasa basah, ia tau itu adalah air mata dari Ify terbukti suara isakan wanita itu yang terdengar semakin memilukan.
"Yo hiks hiks hiks."
Ify menangis di punggung Rio. Tangannya semakin erat melingkar di perut pria itu. Ia tidak peduli dengan keadaan Rio yang belum memakai baju. Rio memegang tangan Ify yang ada di depan perutnya. membuat Ify merasa takut, ia takut jika Rio keberatan untuk ia peluk. Salahkan pria itu yang selalu membuat keadaan hatinya tak pernah menentu.
"Lepasin dulu."
Ucapan Rio dianggap angin oleh Ify. Wanita itu menggeleng, Rio menghela nafas berusaha menggerakkan badannya tapi tetap saja Ify kekeh tidak mau melepaskan dirinya.
"Enggak Yo. Kamu gak boleh pergi, kamu harus dengerin aku dulu. Aku gak ada maksud buat nyuruh kamu pulang, aku juga gak pernah keberatan kalau kamu ada di sini terlebih dengan keadaan kamu yang masih sakit. Aku nangis bukan karena itu hiks tolong dengerin aku dulu Yo."
Rio menyunggingkan senyum tipis mendengar penuturan Ify. Ada rasa lega di hatinya.
"Lepasin dulu."
Rio merasakan lagi gelengan di punggungnya. Bagaimana bisa bicara dengan benar jika posisinya seperti ini.
"Hiks Gak mau. Nanti kamu pergi, kamu harus dengar aku dulu Yo."
Rio mengangguk. Gemas juga dengan sikap Ify ini.
"Sayang lepasin dulu yah. Gimana kamu mau jelasin kalau posisi kita kayak gini."
Mendengar sebutan Rio untuknya Ify segera melepaskan tautan tangannya yang tadi melingkar di perut pria itu. Rio membalikkan badannya menatap Ify. Bibirnya tersenyum menatap Ify yang agak kikuk.
"Lantainya lebih menarik ya dari pada aku? sampe natapnya sama lantai terus?"
Ify mendongak pada Rio dengan bibir terpaut ke depan.
"Bibirnya, kayak ngasih kode aja."
Ify melotot dengan matanya yang masih ada tersisa air mata sedangkan Rio tertawa pelan. Pria itu tidak segan-segan mencubit hidung mancung Ify.
"Apa sih Ihh."
"Hem, jadi gimana? udah bisa mulai dijelasin?"
Ify menatap Rio intens begitupun sebaliknya.
"Jelasin apa? yang mana?"
"Yang mana aja sebenarnya itu gak terlalu penting sih buat aku. Yang cuma aku mau tau tadi kenapa kamu nangis itu aja."
Ify mengangguk dan menghela nafas dulu sebelum menghembuskannya.
"Tadi aku nangis karena-"
Ify menggigit bibir bawahnya menatap Rio gelisah, pria itu menaikkan alisnya sebelah terlihat sangat serius menunggu ucapan Ify. Ify semakin gugup.
"Karena? kok gak dilanjutin?"
Ify memejamkan matanya sebelum membukanya kembali. Wajahnya ia palingkan dari Rio.
"Sulit banget ya ngomongnya, atau mau-"
"Ayah! bunda!"
Rio dan Ify secara bersamaan menoleh pada pintu kamarnya yang terbuka. Sudah jelas itu suara Gio tapi sepertinya anak itu masih berada di lantai dasar rumahnya sehingga hanya suaranya saja yang terdengar sampai kamar Ify. Ify dan Rii saling pandang.
"Aku temuin Gio dulu deh. Kamu lanjutin aja ganti bajunya. Dan kalau bisa habis itu kamu temuin Gio juga ya, soalnya tadi pagi kan kamu tidur pas dia pergi. Pasti dia kangen."
Lagi-lagi Rio menghela nafas, kali ini helaan nafas pasrah yang Rio tunjukan pada Ify. Sebenarnya ia penasaran dengan penjelasan yang akan Ify utarakan namun bagaimana lagi. Putranya sedang mencari mereka.
"Hem, yaudah iya nanti aku juga turun."
Ify tersenyum dan mengelus pipi Rio sebelum keluar dari kamarnya dengan langkah cepat. Rio menggeleng kepalanya sembari tersenyum tipis.
***
"Bunda, tadi Gio main loh sama temen tante Keke. Masa meleka bilang kalau tante Keke itu celewet, padahal enggak kan bun?"
Gio menatap bundanya dengan wajah penuh tanya. Bocah imut itu mengerjapkan matanya berkali-kali yang terlihat sangat lucu. Tidak tahan Ify mencubit kedua pipi Gio dengan gemas nya.
"Yang bilang tante Keke cerewet itu siapa sayang?"
"Emm namanya siapa ya tadi Gio lupa bun. Tapi tante tadi cantik kok."
"Cantik? cantik mana sama bunda?"
"Cantikan bunda dong."
Bukan, itu bukan suara Gio. Tapi suara itu berasal dari arah belakang sofa yang tengah Ify dan Gio duduki. Suara seorang pria tampan yang sangat mirip dengan Gio. Pria itu adalah Rio. Rio berjalan mendekati sofa dan duduk disamping Ify yang tengah memangku Gio. Tangannya mengelus rambut Gio.
"Iya kan sayang? cantikan bunda dari pada temennya Tante Keke?"
Tanya Rio pada Gio yang tengah bersandar di dada Ify.
"Iya dong yah. Bunda paling cantik. Kalo Gio ganteng sama kaya ayah."
Rio mengangguk. ia meraih Gio untuk duduk diatas pangkuannya. Sebelah tangannya melingkar di bahu Ify. Tangan Gio dengan cepatnya langsung melingkar di leher sang ayah.
"Harus dong, kan Gio anak ayah. Jadi Gantengnya juga harus kaya ayah."
Ify tersenyum melihat Gio yang sangat bahagia. Sebenarnya bukan cuma Gio yang bahagia tapi hati Ify juga jauh bahagia. Kini mereka terlihat seperti keluarga bahagia yang harmonis.
Gio dengan manjanya bersandar pada Rio dan dengan penuh kasih Rio mengecup puncak kepala Gio.
"Ayah udah sembuh ya? tadi pagi kan masih sakit?"
"Udah sayang tapi masih sering pusing ini kepalanya."
"Udah minum obat?"
"Udah nak. Tadi dikasih sama bunda"
Gio mencium pipi Rio.
"Ayah cepet sembuh ya. Biar main lagi sama Gio."
Rio tersenyum ada Gio.
"Iya sayang."
Gio memeluk Rio erat. Rio menggenggam tangan Ify yang ada tepat di sampingnya.
"Sayang banget sama kamu Fy."
Ify menoleh dan tersenyum malu pada Rio saat pria itu diam-diam mengecup pipi kirinya tanpa sepengetahuan Gio. Ia palingkan wajahnya yang sudah merona agar tidak melihat pada Rio.
"Muka bunda kok melah ya? bunda kepedesan?"
Ify menatap horor pada Rio yang tertawa mendengar pertanyaan polos Gio. Bahagia sekali hati Rio.
"Emm bunda gak papa kok sayang. Muka bunda juga biasa aja."
Ify berusaha menunjukkan mimik wajahnya yang terlihat biasa saja padahal buah hatinya. Tangannya mencubit paha Rio agar tawa lelaki itu berhenti namun bukannya berhenti Rio semakin tertawa lepas bersama Gio yang entah mengerti atau tidak alasan Rio tertawa.
"Udah deh gak usah ketawa."
"Hahahaha."
Semakin dibilang semakin menjadi juga tawa mereka. Dengan kesal Ify beranjak dari duduknya dan menatap kesal pada Rio dan Gio.
"Bunda mau ke dapur aja. Kalian gak asik, bunda mau masak yang enak kalian gak bunda kasih."
Dengan langkah kesal juga Ify pergi kedapur. Rio dan Gio saling pandang.
"Yah gimana dong bunda gak kasih kita."
"Ayah kan lagi sakit. Udah pasti nanti bunda kasihlah nak. Bunda Gio itu kan baik."

KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Ada Cinta (Tamat)
RomanceJudul sebelumnya, "SENTENCES OF LOVE" Belum direvisi Mengandung keuwuan yang hakiki❤️