Part 38

8.7K 553 13
                                    

Rio mencium kening Ify dan mengusap kepala putra kesayangannya saat hendak pergi ke kantor, pria itu pergi menggunakan mobil Ify karena Ify yang menyuruhnya dan kebetulan mobil yang baru dia beli kemarin dipakai oleh Keke ke kampus, mobil adik dari istrinya itu sedang ada di bengkel.

"Ayah pergi dulu ya. Gio baik-baik ya Nak sama Bunda di rumah. Jangan nakal loh."

Rio mengecup juga kening Gio. Gio mengangguk mantap.

"Hali ini kan Gio sekolah yah, jadi gak di lumah dong."

Rio dan Ify sudah mendaftarkan Gio untuk masuk sekolah paud yang ada di kompleknya, selain usianya yang sudah lebih dari tiga tahun Gio juga ingin cepat masuk sekolah itu karena banyak teman di sekitarnya yang juga sudah bersekolah di sana.

"Oh iya ayah lupa. Berarti jangan nakal kalau nanti main sama temen ya sayang."

"Iya ayah."

"Pinter anak ayah. Sini kiss dulu,"

Gio mengecup pipi kiri Rio setelah itu Rio bangun dari jongkoknya berhadapan dengan Ify yang memasang wajah senyum padanya.

Istrinya ini semakin cantik saja. Padahal  Ify sama sekali belum menyentuh make up hari ini. Ify hanya sempat mandi tadi setelah itu menyiapkan semua keperluan Rio untuk ke kantor.

Rio belai pipi Ify lembut seranya balas menatap wanita itu penuh cinta.

"Aku pergi ya, doain aku Sayang. Kamu hati-hati di rumah."

"Iya Yo. Kamu tenang aja. Tanpa kamu minta pun aku akan selalu doain yang terbaik kok buat kamu dan kita."

Rio mengangguk dan sekali lagi mencium kening sang istri. Karena Gio sudah ngacir entah kemana, mungkin masuk lagi ke dalam rumah.

"Aku cinta banget sama kamu Sayang. Yakin gak mau sama aku sekalian nganterin Gionya?"

Ify menggeleng.

"Enggak Yo. Kamu kan lihat aku belum ganti baju, Gio juga. Aku bisa naik taksi kok nanti janji deh bakalan hati-hati akunya."

Ify memasang senyum manisnya di hadapan prianya ini. Rio mengangguk pasrah. Ia tidak ingin mengekang Ify. Toh tempat sekolah Gio juga tidak terlalu jauh dari rumah ini.

"Yaudah, aku berangkat Sayang. Kalo ada apa-apa langsung telpon aku ya."

"Kalo lagi ada kepentingan yang mendesak gimana kamunya?"

"Kamu dan Gio lebih penting dari apapun buat aku Fy. So gak usah mikir yang aneh-aneh kalo ada perlu atau apa pun kamu telpon aku aja ya."

Gantian Ify yang mengangguk. Rio memasuki mobilnya dan pergi dari pekarangan rumah mewah Ify. Ify senang Rio mau tinggal di sini walau katanya hanya untuk sementara karena Rio tengah mencari rumah untuk ia dan keluarga kecilnya tinggali nanti.

"Huh. Ganti baju ah habis itu nganterin Gio."

Ify masuk ke dalam rumahnya dan mulai menyiapkan diri untuk pergi mengantarkan Gio. Setelah itu ia menuruni anak tangga dan langsung memasang senyum melihat Gio yang sudah rapi dengan seragamnya, pasti bibik yang membantu putranya itu untuk bersiap-siap tadi.
Ia langkahkan kakinya mendekati Gio.

"Wah anak Bunda udah siap aja nih."

Sapanya saat sudah ada di hadapan Gio. Putranya itu menunjukan deretan gigi putihnya saat Ify mengarahkan kamera smartphone nya pada anak anak itu. Dan mengambil satu foto putranya.

"Gio Ganteng gak, Bunda?"

Tanya Gio penasaran, ia sampai mencondongkan wajahnya pada smartphone Ify untuk melihat hasil bidikan sang Bunda.

"Ganteng dong. Anak Bunda kan selalu ganteng."

Gio tersenyum bangga.

"Kayak ayah kan bun?"

Ify menjawab dengan anggukan pertanyaan sang anak. Memang begitu adanya, anaknya bukan hanya mirip dengan Rio tapi juga hampir sama, hanya saja beda usia. Dan Gio memiliki kulit yang lebih putih dari Rio, sama seperti dirinya.

"Oke, yuk sayang kita berangkat sekarang, entar Gio telat loh."

"Ayok Bunda Gio yang cantik banget."

Ify terkekeh seranya menggandeng tangan Gio. Bisa saja anak itu.

***

Ify sedang duduk menunggu Gio. Karena tidak ada kerjaan dan tidak tau mau ngapain Ify memutuskan untuk menunggu Gio saja sampai nanti anak itu pulang.

Dahinya mengerut saat melihat smartphonenya bergetar dan menampilkan panggilan atas nama suaminya di sana. Dengan penuh rasa penasaran Ify menerima panggilan itu. tidak lama suara bariton Rio memenuhi indra pendengarannya. 

"Sayang."

"Iya Yo. Ada apa?"

"Hem ini sayang. Kamu udah di rumah? Ini ada dokumen yang harus kamu tanda tangani langsung. Aku antar ke rumah ya,"

"Iya Yo. Ini aku udah mau pulang kok. Kamu antar aja ke rumah. Biar Gio pulangnya nanti aja aku jemput."

"Yaudah sayang. Aku cuma mau bilang itu aja. Aku tutup ya. Bye cinta i love you."

"Iya, love you too."

Ify bergegas menyetop taksi agar membawanya pulang ke rumah.
Sebelumnya ia sudah menelpon guru Gio untuk minta tolong agar menemani Gio sementara ia belum kembali menjemput putranya itu.

***

"Permisi Vuk, ini ada apa ya kenapa kerumunan gitu di tengah jalan?"

Tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja turun dari mobilnya pada beberapa orang wanita yang kebetulan juga ada di sana.

"Itu ada tabrak lari Buk. Kasian korbannya anak kecil."

Ratih yang penasaran langsung menghampiri korban yang masih dikerumuni oleh banyak orang.

"Itu Buk? kenapa gak langsung dibawa ke rumah sakit aja buk pak?"

"Kita gak bisa sembarangan bawa buk. Orang tua anak itu gak tau ke mana, kayaknya belum jemput dia."

Kening Ratih mengerut.

"Maksudnya itu anak pulang sekolah Buk?"

"Iya Buk. Soalnya masih pake baju seragam paud deh kayaknya."

Mengabaikan penjelasan salah satu warga itu Ratih memaksakan dirinya masuk di antara kerumunan untuk melihat bocah yang menjadi korban itu. Benar saja di sana tergeletak seorang bocah laki-laki berlumuran darah dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Hati Ratih sedikit berdenyut melihat itu entah apa penyebabnya. Matanya melebar saat melihat wajah bocah yang terkapar itu. Pantas saja hatinya merasa dekat dekat anak itu ternyata itu adalah cucunya.

Ratih bisa bilang begitu karena wajah anak tampan itu sangat mirip bahkan nyaris sama dengan putranya. Ia yakin itu anak Rio dan Ify.

"Astagfirullahaladzim, Gio?"

"Bapak-bapak tolong angkat anak ini ya,  bawa ke mobil saya, ini cucu saya."

Dengan segera tubuh bocah kecil yang ternyata Gio itu dibawa masuk ke dalam mobil Ratih untuk dilarikan ke Rumah Sakit.

"Ya Allah, selamatkan cucu hamba,"

Ratih sambil berdoa sembari terus menyetir membawa sang cucu ke rumah sakit terdekat. Begitu sampai di sana, di bantu beberapa suster yang membawa brankar untuk Gio segera membawa anak itu untuk segera ditangani oleh dokter. Sementara Ratih menunggu dengan gelisah di depan ruangan.

Masih Ada Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang