Part 43

7.5K 486 5
                                    


"Bunda,"

Ify yang tengah menyiapkan menu makan malam menoleh pada Gio. Sang putra yang kini duduk dengan antengnya di salah satu kursi meja makan bersama Keke. Bocah itu tampak melipat kedua tangannya di atas meja dengan dagu yang ditumpukan di lengan paling atas.

"Iya Sayang, ada apa, Nak?"

Tanyanya dengan nada lembut seperti biasanya saat berinteraksi dengan Gio. Ify sengaja bertutur kata lembut pada sang putra tujuannya tiada lain agar sang anak pun mengikutinya, bukankan pendidikan primer seorang anak itu berasal dari orang tua. Apalagi seorang ibu, karena sebagian besar kecerdasan anak menurun dari kecerdasan ibunya.

"Ayah belum pulang ya, Bun? tadi pagi katanya ayah pulangnya cepet tapi kok belum pulang?"

Gio bertanya dengan nada malas. Ify tersenyum, meletakkan mangkuk sayur yang asapnya masih mengepul sebagai hidangan terakhir untuk malam ini di atas meja. Ia ikut duduk di kursi lain teman di samping Gio. Menghadapkan wajahnya pada sang putra dan sebelah lengannya ia gunakan untuk mengusap kepala Gio lembut.

"Ayah kan kerjaannya banyak Sayang, tadi Bunda udah telpon ayah kok. Katanya emang agak malam pulangnya hari ini."

Ify mencoba memberi penjelasan pada Gio. Padahal dia sama sekali belum ada menghubungi Rio hari ini. Biasanya yang terlebih dahulu menghubunginya tapi tidak untuk hari ini. Ify ingin menghubungi tapi takut mengganggu karena ia paham bagaimana kerjaan kantor apalagi Rio baru masuk hari ini setelah beberapa hari izin karena ingin menemani Gio di rumah sakit.

"Benelan?"

Gio seolah tak percaya pada sang bunda namun dengan semangat Ify mengangguk.

"Huh. Tapi Gio lapel, Bun. Gio boleh makan duluan gak, Bun?"

Sekali Ify mengusap rambut hitam Gio dan mengecup kepala putra kesayangannya itu.

"Iya boleh, kalau Gio lapar Gio makan duluan ya, Nak. Mau makan pake apa? biar Bunda ambilkan."

Mata Gio menelusuri berbagai makanan yang sudah tersaji di sepanjang meja, sangat menggugah selera tentu saja.

"Pake udah clispy aja, Bun. Telus pake sayul yang olen,"

Kata Gio menunjukan udang goreng crispy yang ada di dalam piring dan sayur sup kentang campur wortel dalam mangkuk sedang. Ify mengambilkan yang diinginkan Gio, mencampuri dengan sesendok nasi dan meletakkannya tepat di hadapan Gio.

"Nah. Sekarang Gio makan ya Sayang, kalo mau tambah bilang Bunda. Biar Bunda ambilkan."

Gio mengangguk lantas melahap makanan nya dengan ekspresi wajah  lucu dan mengemaskan. Ify tersenyum simpul melihat cara makan Gio yang menurutnya mirip dengan cara makan Rio.

"Keke juga makan duluan Kak. Kalo nunggu kak Rio keburu demo nih cacing di dalam perut, apalagi dari siang Keke gak makan."

"Ya gapapa Ke. Kamu makan duluan aja. Habis itu istirahat ya."

Keke mengangguk dan mulai mengambil menu untuk ia taruh di atas piringnya.

"Kamu di mana sih Yo. Kenapa belum pulang juga. Kasih kabar juga enggak. Kamu tau aku tuh suka khawatir, Yo."

Batin Ify. Sesekali matanya mengarah pada jendela yang hordennya sengaja tidak ia tutup. Hatinya sedikit gelisah karena Rio belum juga pulang, padahal ini sudah pukul delapan malam.
Tidak mungkin Rio lembur, jika ia pun Ify pasti akan dikabari.

***

Rio sibuk berkutat dengan tombol keyboard di depannya. Mata pria itu dengan sangat jeli menilik pada layar monitor yang menampilkan deretan angka dan kata.

Di sampingnya terdapat beberapa tumpukan kertas yang harus ia tanda tangani, Rio menutup mulutnya saat akan menguap. Matanya beralih pada jam tangan mewah pemberian sang istri yang ada di pergelangan tangannya. Dengan cepat ia mengambil smartphone berwarna hitam miliknya yang tergeletak di atas meja.
Rasa panik menghampirinya saat melihat sudah pukul berapa sekarang.

"Lowbat lagi. Ify gimana ya, jangan sampe marah. Sayang maaf aku gak ada maksud cuekin kamu tapi ini lagi penting banget, Yang."

"Coba pake telepon kantor aja deh. Duh semoga aja Ify belum tidur."

Rio meletakkan gagang telepon itu di telinga kanannya berharap panggilannya terbalas namun lagi-lagi ia mendesah pasrah saat panggilannya terabaikan begitu saja.

"Ck, pulang aja deh. Kerjaan bisa dilanjut besok tapi kalo istri marah gak tentu juga bisa baik besok."

Rio dengan terburu-buru merapikan  berkas yang ada di atas meja, mematikan laptop yang datanya sudah ia simpan terlebih dahulu dan mengambil tas kerjanya sebelum keluar dari ruangannya.

"Jangan marah Sayang, pliss aku kayak gini juga demi kamu sama keluarga kecil kita. Semoga kamu gak marah ya Fy."

Rio terus berceloteh layaknya anak kecil sedari tadi. Ia melangkah dengan cepat menuju tempat parkiran mobil yang hanya tinggal mobilnya di sana. Para karyawannya yang bekerja di sini sudah pulang sejak jam lima sore tadi tapi tidak dengan Rio. Ia memilih lembur lantaran banyak keteteran pekerjaan selama ia tinggal beberapa hari ini.

Ini sudah tengah malam, tepatnya jam satu pagi. Pantas saja Rio paniknya bukan main saat melihat jam tadi. Pasti Ify akan marah dalam pikirannya. Belum lagi hpnya yang lowbat jadi Ify tidak bisa menghubunginya.

***

Ify mengusap kepala Gio yang sudah terlelap beberapa jam setelah makan tadi. Rasa kantuk Ify hilang begitu saja mengingat suaminya yang belum juga pulang. Padahal ini sudah lewat tengah malam. Ia keluar dari kamar Gio menuju bagian depan rumahnya, menyibak sedikit horden jendela guna melihat keluar.

"Kamu beneran belum pulang. Sebenarnya kamu di mana sih Yo. Apa segitu sibuknya sampe gak ada waktu buat hubungi aku? aku khawatir, Yo."

Memilih duduk di sofa panjang ruang tamu. Ify bersandar di sana. Hatinya benar-benar tidak tenang sekarang. Terlebih ini untuk pertama kalinya Rio belum pulang walau sudah semalam ini, terlebih lagi pria itu tidak ada mengabarinya sama sekali.

"Aku benar-benar khawatir Rio. Apa kamu ke rumah mama? kenapa gak telpon aku?"

"Apa aku tanya mama aja ya? eh ... tapi pasti mama udah tidur. Ganggu juga sih."

"Bunda."

Ify menoleh pada tangga di mana di sana Gio berdiri dengan wajah khas bangun tidur. Ify menghampiri Gio dan berjongkok dihadapan anak itu.

"Ada apa Sayang hem? kenapa Gio bangun?"

Tanyanya dengan mengelus kepala Gio, masih terlihat putranya itu sangat mengantuk.

"Gio gak mau bobok sendili bun. Gio mau sama tante Keke aja."

Ify mengangguk.

"Ya udah yuk Bunda antar Sayang. Tapi janji jangan diganggu ya tantenya. Gio langsung tidur aja nanti ya Sayang."

"Iya Bunda, Gio juga udah ngantuk banget ini, matanya juga pengen merem."

Ify mengantar Gio ke kamar Keke yang kebetulan tidak dikunci. Seperti yang sudah ia bilang pada Gio agar anak itu tidak menunggu sang tante. Gio langsung merebahkan tubuhnya disamping kiri Keke dan menyelimuti tubuhnya sampai batas dada. Setelah mengecup kepala Gio dan mengusap rambut sang adik, Ify keluar dan menutup pintu kamar Keke dari luar.

"Bunda gak bisa tidur kalau ayah kamu belum pulang, Sayang."

Ify kembali lagi ke sofa, dan duduk di sana sebagai wajah yang terlihat gelisah.

"Aku khawatir, Yo. Kamu kenapa belum pulang juga sih."

Masih Ada Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang