Sebelum baca, Jangan lupa Vote dan Komentar sebanyak banyaknya. Terimakasih.
─── ❝ Selamat Membaca❞ ───
Kanaya terlihat menenteng dua kresek besar berisi makanan ringan keluar dari mobil Angkasa. "Makasih banyak makanannya," ucap Kanaya senang sembari membenarkan kacamata bulatnya.
Ia baru saja pulang dari rumah angkasa setelah selesai mengerjakan beberapa tugas dari pak Jaidi. Hingga tak terasa langin terlihat sudah berubah warna menjadi jingga.
Angkasa hanya mengangguk dari dalam mobilnya. "Jangan lupa dihabisin. Besok gue bawain lagi," ujar Angkasa lalu melambaikan tangannya kearah Kanaya dan langsung menancapkan gas mobilnya meninggal rumah Kanaya.
"Cieee~ pulang sama cogan mana tuh," goda zaskia yang ternyata tengah asik mengintip Kanaya sedari tadi.
"Apaan sih, Nih gue bawain snack."
"Kenapa nggak disuruh mampir dulu calon kakak ipar—"
"Kakak ipar pala lo. Buruan masuk!! Kelayapan mulu gue liat. Habis main sama anaknya pak cecep kan lo ?" Tanya Kanaya sembari menatap Adiknya intens.
"Enak aja main sama anak pak cecep. Kia habis main ama Mail anaknya pak Maidin tau." jawab Zaskia, ia lalu mengambil satu kantung kresek dari tangan Kanaya dan berlari masuk kedalam rumahnya dengan keadaan basah kuyup.
*****
Motor hitam milik Arkana terlihat sudah berhenti didepan sebuah rumah yang bisa dikatakan sangatlah besar. Rumah itu juga terlihat memiliki gerbang yang super tinggi khas perumahan orang kaya.
"Makasih uda anterin gue sampai
rumah," ucap Aira sembari melepaskan helm dikepalanya dan memberikannya pada Arkana."Bokap nyokap lo ada dirumah ? Gue pengen mampir—"
"Nggak ada. Mereka lagi ke luar kota—ada bisnis," potong Aira cepat. Ia lalu mencium pipi Arkana.
"Kalau gitu Gue masuk kedalam duluan," pamit Aira lalu membuka gerbang didepannya dan masuk kedalam dengan langkah perlahan.
Lagi lagi Arkana hanya bisa menelan kekecewaannya saat ingin bertemu keluarga Aira. Entahlah, sudah berapa kali Aira melarangnya bertemu dengan orangtuanya. Banyak alasan yang dilontarkan gadis itu seolah olah ia enggan memperkenalkan Arkana ke keluarganya.
Arkana terlihat mulai meninggal rumah Aira dan segera mengebut meninggal tempat itu.
Aira terlihat tak hentinya mengintip kepergian Arkana dari belakang semak. Saat dirasa Arkana telah pergi, Aira dengan cepat keluar dari tempat persembunyian dan langsung pergi meninggalkan rumah itu.
Tentu saja itu bukanlah rumah Aira. Mana mungkin Aira punya rumah semegah itu, ia bahkan hanya bisa bermimpi suatu saat ia bisa memiliki rumah semewah itu dan hidup bahagia bersama Arkana atau pria lainnya.
Langkah Aira lalu berhenti di depan deratan kontrakan yang cukup kumuh.
Ini baru rumah Aira, rumah kontrakan paling ujung kayu berwarna hijau dan pink. Rumah kecil yang terkadang membuat Aira kesal bukan main. Bagaimana tidak kesal, rumah ini sangatlah sempit dan bahkan untuk toilet saja harus bergantian dengan penyewa kontrakan lainnya.
"Aira pulang."
Gadis itu terlihat membanting tas miliknya diatas kasur lusuh dengan bangak lubang disekitarnya bahkan beberapa kawat besi kasur itu sudah keluar seperti tak layak ditiduri.
"Kamu nggak makan—"
"Aira uda makan tadi," potong Aira dengan nada ketus. Matanya hanya melirik kearah wanita paruh baya yang merupakan ibu kandung gadis itu.
Aira lalu berdiri didepan ibunya. "Aira mau minta uang buat bayar LKS. hari ini harus ada uangnya," pinta Aira dengan Arogannya.
"Ibu belum punya uang nak."
"Aira nggak peduli. Kalau ibu nggak mau kasih uangnya hari ini. Aira nggak mau sekolah besok." Aira lalu duduk dikursi dengan kaki disilangkan.
Rahma terlihat pasrah dan mengambil beberapa ratus uang dari dompet kecilnya. Mata Aira terlihat berbinar melihat isi dompet itu dan langsung menyambar dompet milik ibunya dengan cepat.
"Katanya nggak ada uang tapi didompet warna merah semua," sindir Aira saat melihat beberapa uang merah dari dalam dompet milik ibunya.
"Itu uang buat bayar kontrakan. sengaja ibu sisihkan. "
"Mangkanya jangan hidup miskin kaya gini. Aira malu loh bu tinggal dirumah kontrakan sempit begini. udahlah Aira capek mau tidur dulu," keluh Aira lalu segera membanting pintu kamar kuat.
*****
Keesokan paginya seperti biasa Kanaya terlihat mengoleskan tipis liptint berwarna pink yang sangat cocok dengan warna bibirnya.
"Cantik banget sih calon istrinya Arkana," puji Kanaya saat melihat tampilan dirinya dicermin yang ada didepannya.
Gadis itu lalu menggendong tas miliknya bergegas untuk berangkat sekolah.
"Buruan sana berangkat !! ditunggu sama Saka didepan," suruh Nirmala yang terlihat sibuk mengemasi beberapa keperluan untuk dibawa ke warung.
O, iya sampai lupa kasih tau, orang tua Kanaya memiliki satu warung makan yang sudah lama berdiri dipinggir jalan tak jauh dari rumah Kanaya.
Nama rumah makannya adalah, Rumah Makan Selero Minang. Mereka menjual berbagai macam makanan minang atau sejenis masakan padang gitu, mulai dari ayam pop, Rendang, gulai otak dan yang paling nggak boleh ketinggalan adalah kerupuk jangek di siram kuah gulai. Behh, rasanya rancak bana.
"Saka," panggil Kanaya lalu berdiri didepan Pria itu seolah olah ingin menunjukkan sesuatu.
"Coba tebak apa yang beda dari Naya hari ini ?" tanya Kanaya.
Saka mulai berpikir sebentar meneliti setiap inci wajah Kanaya. Cantik, itu yang Saka pikirkan sekarang. Entah sejak kapan jantung pria itu mulai berdetak tak karuan saat Kanaya menatapnya.
"Bibir lo mungk—"
" Yup betul, Naya sengaja pakai liptin hari ini. Cantik nggak?" tanya Kanaya masih terus menatap Saka berharap pria itu segera menjawab pertanyaan Kanaya.
Saka hanya mengangguk sembari tersenyum simpul.
"Naya sengaja pakai liptint ini biar Arkana suka sama Naya, karna kalau nggak salah Aira pakai liptint merek ini juga," ujar Kanaya lalu menaiki boncengan sepeda Saka sembari menunjukkan liptint berwarna pink merk emina yang ia beli beberapa hari lalu.
Entah kenapa senyum Saka sedikit meluntur saat lagi lagi Kanaya membahas Arkana. Ia harus akui kalau sepertinya ia mulai menyukai Kanaya.
"Uda?" tanya Saka sebelum mengayuh sepedanya.
"Uda," jawab Kanaya lalu memeluk pinggir Saka erat agar tak terjatuh. Selama perjalanan Kanaya tak hentinya bercerita tentang Arkana sama seperti biasanya.
Saka pernah berpikir kalau seandainya ia mengungkapkan perasaannya pada Kanaya akankah gadis itu memiliki perasaan yang sama ? Atau malah sebaliknya. Belum lagi Kanaya tak hentinya berbicara tentang Arkana.
[BERSAMBUNG]
Kalau ada saran, kritik atau kesalahan tulisan bisa langsung berkomentar. Sampai jumpai di chapter selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANTRA CINTA KANAYA [TAMAT] [15+]
Teen FictionIni kisah tentang Kanaya yang menyukai sahabatnya sendiri bernama Arkana. Mereka berdua lalu memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih. Namun siapa sangka, Arkana malah memutuskan Kanaya secara sepihak dan meninggalkan gadis itu begitu saja. Kanaya...