"Jujur saja Griz, kau buruk dalam memilih teman, bagaimana kau bisa memilih seorang teman seperti gadis itu tadi? Dia sangat menyebalkan dan sok tau." Baiklah coba simpulkan, bukankah Zayn sendiri yang memilih beradu mulut dengan Haquina? Dan bukankah saat di kantin aku hanya diam saja? Lalu mengapa jadi semua ini salahku? Bukankah salah Zayn sendiri yang memilih beradu mulut dengan Haquina.
"Apa? Bagaimana kau menyimpulkannya? Bukankah kau sendiri yang ingin beradu mulut dengan Haquina?" Ya aku tidak mau mengalah kali ini dengan Zayn, entah sih aku pernah mengalah terhadapnya atau tidak, tapi sepertinya pernah.
"Tapi itu tidak akan terjadi jika kau tidak berkenalan dengannya 'kan?" Ha? Sebenarnya sebodoh apa Zayn ini? Otak dia ditaruh di mana? Ya aku tidak sedang merendahkannya, namun kenapa dia sampai kepikiran seperti itu, itu tentu saja pikiran yang konyol! Sangat konyol malah.
"Ssssttt, jangan berisik." Seorang ibu-ibu menyuruh kami berdua diam, sambil menunjuk kertas yang tertempel di dinding, bertuliskan "jika sedang menunggu, harap tenang" ya kami berdua sedang ada di ruang tunggu yang biasa digunakan untuk menunggu salah satu guru untuk bertemu, aku dan Zayn di panggil untuk menemui Mr. Ze tadi, tapi kami disuruh menunggu sebentar, alhasil ya aku terpaksa duduk bersebelahan dengan bocah ini sembari menunggu Mr. Ze menemui kami.
"Kenapa jadi aku yang bersalah? Kau bodoh apa bagaimana?" Aku berbicara dengan berbisik ke arah Zayn, aku tidak terima dengan hal itu. Bagaimanapun juga, jika aku berkenalan dengan Haquina ya terserah aku dong. Masalah dia hanya karena dengan Haquina jadi urus saja masalah dia dengan Haquina tanpa harus melibatkan aku begitu.
"Aku benar 'kan? Coba saja jika kau tidak berkenalan dengannya, pasti tidak akan ada adu mulut."
Aku menghela nafasku, aku frustasi sendiri menghadapi obrolan Zayn yang semakin ke sini semakin ke sana. Sekarang aku paham mengapa Mr. Loux dan orang-orang yang ada di sekolah ini sedikit tidak menyukai Zayn. Ya karena ini, apalagi?
"Kalau begitu ini semua salah Mr. Loux. coba saja jika dia tidak menempatkan ku di bangku itu, maka hal itu tidak akan terjadi." Kali ini Zayn memandangku dengan tatapan yang seolah-olah berkata jawaban apa itu? Tapi sebelum dia bertanya seperti, seharusnya dia ingat dulu bagaimana cara dia berfikir.
"Kau—kau tidak mau menerima dan mengalah ternyata."
"Mengalah? Ya itu hanya dilakukan oleh orang bodoh."
"Bisakah kau diam?"
"Kalau begitu kau diam terlebih dahulu."
"Kalian berdua ini ya, saya suruh kalian diam malah kalian makin berisik saja!" Wanita disebelah kami kembali memperingati, kami berdua memalingkan pandangan ke arah wanita itu, dengan pose yang saling tunjuk satu sama lain, jujur aku ingin sekali berkata "diamlah" kepada wanita itu, namun aku tidak ingin menjadi bocah kurang ajar seperti Zayn.
Aku dan Zayn kembali memposisikan duduk kami dengan benar, aku tidak tau kenapa Zayn memilih diam. Kalau aku sih diam ya untuk menghormati wanita itu saja, tapi bukan berarti kami benar-benar diam, kami tidak sedang biasa-biasa saja dan melupakan perdebatan tadi, justru sekarang kami berdebat lewat aura ke aura, aku tidak tau ini disebut apa, jika telepati kan pikiran ke pikiran, namun jika ini aura ke aura.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH_pemburu book 1 of pemburu
FantasyBook 1 of series pemburu Singkat saja Griz. Hanya kau sendiri yang bisa menentukan jalan apa yang akan kau ambil. Mau bagaimanapun resikonya, jalanmu tetap akan berakhir kepada keputusan takdir. Hal pertama itulah yang perlu kau ingat sebagai manusi...