Jesi 2 • It's so Fucking Shit

89K 7.4K 147
                                    

Part dua meluncur bestie 😇
Gimana ekspektasi kalian soal cerita ini?
Bisa sharing yak!

Btw btw,  part tiganya bakalan aku up kalo komennya nembus 50 ya,
Bisa kok bisa yuk komen!

Selamat membaca

***

"Kok belum punya pacar, Kak?"

"Kak, kriteria pacarnya yang kaya gimana?"

"Spill tipe idealnya dong kak ..."

Aku memaksakan senyum sembari membaca beberapa kolom komentar yang ada di layar. Bagaimanapun terbiasanya, tetap saja aku sudah terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Pertanyaan yang seharusnya tidak lagi ditanyakan, yang sayangnya malah terus terulang dalam setiap live yang aku lakukan di Instagram.

"Yang sedang-sedang saja ... Yang penting dia setia."

Bukannya menjawab dengan serius, aku malah bernyanyi untuk menjawab pertanyaan dari para netizen +62. Bukan ingin tidak menganggap serius pertanyaan yang memang ingin diketahui oleh orang-orang, hanya saja aku sedikit bingung bagaimana harus menjelaskannya. Kenyataannya aku memang sudah tidak available lagi dan tipe idealku ya yang seperti Mas Rizal itu.

Tapi aku tidak bisa mengatakannya secara gamblang di sini, kan?

Aku mencoba tetap tersenyum setelah membaca salah satu pertanyaan dari penonton live yang baru join, lagi-lagi masih seputar tentang pasangan yang tak kunjung juga aku tunjukan di depan publik.

Apakah memang belum ada atau aku yang tidak ingin mengumbar-mengumbarnya? Begitulah yang aku simpulkan dari beberapa pertanyaan yang baru masuk.

Aku menghela napas. Niat hati membuka siaran langsung untuk mengurangi kegabutan saat menunggu Mas Rizal menyelesaikan meeting-nya melalui video conference, aku malah menjadi kesal sendiri karena pertanyaan-pertanyaan yang masuk tidak cukup bervariasi.

Diam-diam aku melirik ke arah belakang ponselku untuk melihat seorang laki-laki tampan yang kini sedang duduk dan mendengarkan rekannya yang ada di balik layar.

Muhammad Leonardo Rizal, lelaki kualitas premium, yang merupakan sosok politisi muda dan digandrungi para millennial. Menurut survei terakhir, ia adalah politikus paling dicintai publik karena tidak pernah terlibat skandal.

Sesosok pria muda tampan, mapan, dan sangat menawan itu kerap menjadi incaran para sosialita di negeri ini untuk dijadikan menantu yang cocok dipamerkan. Sayang sekali, harus aku informasikan jika dia—laki-laki bernama Rizal—sudah tidak single lagi.

Aku memutuskan untuk mengakhiri siaran langsung ini. Mengucapkan terima kasih pada semua orang yang sudah menonton acara live-ku yang tidak jelas, sembari meminta maaf karena tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan mereka satu per satu.

***

"Mas, hari ini setelah ketemu dengan pihak Dinas, Bapak ada janji yang lain tidak ya?" Aku bertanya pada salah satu ajudan Mas Rizal sembari menunggu orang paling sibuk itu selesai rapat. Kebetulan aku ada rencana untuk mengajaknya makan malam, tapi belum ada kesempatan untuk menanyakan langsung apakah dia sudah memiliki janji lain atau belum.

Mas Dimas yang tadinya sibuk dengan tabletnya mendongak, tersenyum tipis ke arahku sebelum akhirnya menjawab. "Tidak ada, Mbak. Kebetulan pertemuan dengan Dinas adalah agenda terakhir Bapak untuk hari ini." Jawabnya yang ku balas dengan anggukan mengerti.

"Tumben laki-laki workaholic ini tidak terlalu sibuk." Batinku merasa heran. Pasalnya Mas Rizal adalah tipe yang memang sangat senang bekerja hingga seringkali tidak membiarkan dirinya untuk beristirahat sebelum larut malam.

That's why, belakangan ini aku menjadi rutin untuk menanyakan hal semacam ini pada Mas Dimas yang saat ini sudah kuangkat sebagai mata-mata rahasiaku, tentunya untuk melaporkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Mas Rizal agar dia tidak terlalu gila kerja seperti biasanya.

Fyi, aku mengenal sosoknya bukan dari pertemuan acara penting seperti dalam kisah romansa politikus dan selebritis seperti pada umumnya, sosok Pria Tampan ini sebenarnya adalah kakak kelasku di SMA 25, yang tidak sengaja bertemu kembali ketika kami sama-sama menghadiri acara pernikahan seorang anak pengusaha—kebetulan aku menjadi brand ambassador untuk produk yang dijualnya.

Ya, benar, dari pertemuan singkat itu kami saling bertukar nomor telepon hingga berakhir seperti ini. Menjalin hubungan backstreet dengan segala konsekuensi dan masalah yang seringkali harus kami selesaikan diam-diam, agar tidak terlalu menarik banyak perhatian.

***

"Menurut kamu, aku ambil job ini nggak, Mas?" Aku memberikan skrip pada Mas Rizal yang kini duduk tepat di sebelahku.

Kulihat alisnya menyatu sesaat setelah melihat judul dari sebuah series yang aku tunjukan.

"Tingkat Dua?"

Aku mengangguk mengiyakan. "Ceritanya soal anak kuliahan gitu, Mas. Aku udah baca sekilas dan bagus, cuma aku belum pernah meranin jadi anak kuliahan," jelasku saat memberitahu apa yang sedari kemarin menjadi pertimbanganku.

Meski aku sendiri adalah tipe yang menyukai out of the comfort zone, tetap saja aku tidak melakukannya secara asal-asalan. Ada banyak pertimbangan yang melatarbelakangi, termasuk saran dan pendapat dari orang-orang terdekat.

Lagi pula, mencari perspektif lain tidak salah bukan?

"Gimana, Mas?" tanyaku kembali.

Mengobrol singkat dan menghabiskan waktu sebentar bersama Mas Rizal di apartemenku seperti ini, sebenarnya adalah agenda kencan kita berdua. Karena semua tempat terasa tidak aman akibat ada banyak mata dan telinga yang tidak terlihat, kami lebih sering melakukan kencan di dalam ruangan atau hanya bertukar kabar melalui telepon.

"Lawan mainnya siapa, Mbak?"

Alih-alih menanyakan detail ceritanya lebih jelas, dia malah menanyakan siapa yang akan berperan menjadi pasanganku di series tersebut.

"Belum fix juga sih, Mas. Tapi kemaren aku tanya sama Mas Bisma katanya ada beberapa aktor yang ditawari." Aku melirik Mas Rizal yang terlihat fokus mendengar penjelasanku. "Yang salah satunya si Reza," cicitku saat mengatakan satu nama yang sedikit sensitif dalam hubungan kami berdua.

Reza adalah lawan main terakhirku saat memainkan drama. Dan ya, aku pernah beberapa kali dirumorkan dating dengannya, karena memang banyak fans yang menjadi shipper.

Kulihat Mas Rizal mengangguk-angguk. Sembari membolak-balikkan kertas pemberianku, lagi-lagi kulihat dahinya mengernyit. "Ini kenapa ceritanya uwu gini, ya?" tanyanya yang membuatku tertawa.

"Namanya juga kisah cintanya anak muda, Mas. Ya, pasti banyak adegan gemesin dan bikin greget," jelasku padanya.

Rata-rata series yang di adaptasi dari novel remaja memang memiliki banyak adegan yang uwu-uwu. Ceritanya juga cukup ringan sehingga aku sendiri tidak terlalu susah untuk masuk ke karakternya.

"Tapi kalo yang main Radit si Reza, bisa-bisa kamu bakalan digosipin lagi sama dia," balasnya tidak terima.

Aku mengulum senyum. Belum juga kejadian, orang di hadapanku ini sudah jealous secara terang-terangan. "Jadi, mau go public kapan?" pancingku karena ada kesempatan.

Mau lagi nggak?
Kalo iya jangan lupa komen yaa


BackstreetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang