Ada yang bilang bahwa seseorang yang terlalu memikirkan apa yang masih belum terjadi dan terbebani oleh apa yang sudah terjadi akan cenderung lebih mudah stress daripada yang lain. Sayangnya hal semacam ini tidak hanya dialami oleh satu dua orang saja tetapi sebagian besar masyarakat di dunia pun juga mengalaminya.
Pada dasarnya manusia memang dihantui dengan banyak ketakutan-ketakutan dalam hidup. Takut apa yang sudah dimiliki akan hilang, takut apa yang diinginkan tidak akan tercapai, atau bahkan takut akan masa lalu yang kurang menyenangkan nantinya diketahui oleh orang lain.
Untuk hal-hal kecil semacam ini saja manusia sudah mengalami kekhawatiran yang berlebihan. Apalagi untuk mencakup hal yang cukup krusial dalam menentukan masa depan bukankah akan lebih sulit dipercaya jika seseorang masih bisa begitu tenang?
Aku terduduk tidak percaya dengan satu kalimat yang baru meluncur mulus dari mulut orang di seberang sana.
"Kamu lagi nge-prank aku, Mas?" Tanyaku pada pertanyaan Mas Rizal yang memang terdengar sangat mustahil untuk dianggap serius. Pasalnya hal seperti mempublikasikan hubungan ini bukanlah topik obrolan yang hanya mencuat satu dua kali dalam perjalanan hubungan kami selama ini dan cenderung aku lah yang menjadi pihak yang selalu memintanya untuk mempertimbangkan.
Lalu jika tiba-tiba Mas Rizal yang mengatakannya tanpa ada faktor pemantiknya sama sekali seperti sekarang bukankah menjadi wajar jika aku jadi penuh praduga seperti ini?
Mas Rizal di seberang sana justru tertawa. "Giliran aku serius malah kamu kira bercanda, Mbak."
Aku mendengus karena saking tidak percayannya. "Ini butuh keberanian loh buat ngambil keputusan ini..." Lanjutnya yang berhasil membuatku mengubah espresi wajah seketika.
"Jadi kamu serius?"
"Dua rius malah sayang...." Jawabnya dengan begitu enteng.
"Mas...." Aku menghentikannya sebelum semakin menjadi-jadi.
Dibandingkan menghadapinya yang banyak berbicara seperti ini aku lebih memilih untuk menghadapi seorang Leonardo Rizal yang irit bicara dan penuh wibawa seperti biasa dia tampil di luar sana. At least perasaanku tidak akan naik turun karena sikap dan perilakunya yang tidak bisa diprediksi.
"Jadi kamu mau publish hubungan kita ke media?"
"Kata siapa?" Lagi-lagi setiap kalimat yang keluar dari mulutnya benar-benar tidak sesuai prediksiku. Kedua alisku bahkan mungkin sudah menyatu karena tebakanku langsung ditolaknya mentah-mentah seperti barusan.
"Jadi kamu beneran nge-prank aku?"
"Kata siapa, Mbak?"
Nah kan, nah kan ...
Maksud kamu gimana sih, Mas!"Mas... please!" Aku memohon padanya agar tidak bercanda lagi.
Kadangkala Mas Rizal memang bertingkah tidak biasa seperti ini. Sikap dan perilakunya padaku tidak jarang mengikuti perasaan yang sedang dialami. Suatu waktu begitu serius namun di suatu waktu yang lain hobi flirting atau mempermainkanku seperti ini.
"Pelan-pelan Mbak...."
"Maksudnya?" Tanyaku tidak paham.
"Jangan langsung ke media dulu go publicnya."
"Terus?"
"First of all ya ngenalin kamu ke mama-papa dulu." Lanjutnya yang berhasil membuatku speechless seketika.
"Ngenalin aku sama om dan tante?" Dibandingkan dengan hubungan kami yang diketahui oleh banyak orang aku berkali-kali lipat lebih senang jika hubungan kami diketahui oleh orang tuanya.
"Iya." Aku berdiri dari posisi dudukku entah untuk alasan apa. Sedari awal kami memulai hubungan ini baik orang tuaku maupun orang tua Mas Rizal memang tidak ada yang tahu. Bahkan setelah dua tahun hubungan ini berjalan, orang yang mengetahui hubungan kami bisa dihitung dengan jari termasuk di dalamnya Mas Dimas dan Mas Bisma.
Aku mendudukkan tubuhku ke sofa kembali. Mungkin sebuah respon alamiah karena sedang mencerna ucapannya barusan yang membuatku sempat bingung harus meresponnya dengan seperti apa.
"Kapan?" Akhirnya hanya satu kata itu yang berhasil keluar dari mulutku.
"Barusan."
"Ha?"
"Baru aja aku kenalin kamu ke mama papa, Mbak.."
"Maksudnya, Mas?" Aku semakin dibuat tidak paham dengan sikapnya yang kali ini begitu absurd.
Menanyakan padaku apakah mau mempublikasikan hubungan atau tidak, lalu selanjutnya menjelaskan jika go public yang dimaksudkannya adalah mengenalkanku pada ayah dan ibunya lalu semenit kemudian mengatakan jika sudah mengenalkanku pada orang tuanya tanpa aku sadar.
"Ini aku lagi ngenalin kamu sama mama-papa, Mbak."
"Orangnya lagi duduk di samping aku dari tadi kita mulai ngobrol. Malah lagi senyum-senyum denger kalo ternyata punya calon mantu artis beneran." Lanjutnya tanpa beban sama sekali.
Aku terebngong karena benar-benar tidak bisa mempercayai pekataannya barusan. "Maksud kamu...."
"Iya, Mbak.Bener banget! Ini panggilannya juga udah aku loudspeaker sejak awal."
Dan belum juga aku memutuskan harus merespon seperti apa ucapannya panggilan teleponnya malah justru sudah berubah menjadi panggilan video.
IYA BENAR! DIA MEMINTA MENGUBAH PANGGILAN TELEPON MENJADI VIDEO.
YA ALLAH MAS RIZAL KAMU KENAPA SIH ....
![](https://img.wattpad.com/cover/298362289-288-k755316.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet
ChickLit"Kok belum punya pacar kak?" "Kak, kriteria pacarnya yang kaya gimana?" "Spill tipe idealnya dong kak ..." Aku sudah terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Pertanyaan yang harusnya tidak lagi ditanyakan, yang sayangnya malah terus ter...