Jesi 16 • What The Hell?

44.5K 6K 249
                                    

"No.... Different-lah, Mas ..." Aku menjawab argumen Mas Rizal dengan gaya bercanda. Bisa-bisanya dia menjawab nyeleneh-nyeleneh saat ada pertanyaan masuk dari para penonton siaran langsung.

Jawaban yang benar-benar membuat banyak orang tidak menyangka hingga kolom komentar dipenuhi dengan berbagai emotion yang berbeda-beda.

"Come on, Mas. No more, ok?" Aku memperingatinya agar berhenti bercanda.

Memang setelah mempertimbangkan sarannya tadi aku akhirnya memutuskan untuk menerima dan melakukan siaran langsung lewat instagram. Dengan di tonton lebih dari lima puluh ribu orang aku dan Mas Rizal membuka pertanyaan-pertanyaan untuk para penonton yang penasaran dengan hubungan kami.

Namun alih-alih bersikap serius seperti saat dia menjawab pertanyaan as a minister, dia malah main-main hingga membuatku sedikit geram dan sangat geregetan.

Mas Rizal hanya mengangguk-angguk sembari tersenyum manis. "Yang dia tanyakan itu bagaimana kita bisa saling kenal dan udah berapa lama menjalin hubungan, Mas .." Aku memberitahunya dengan gemas karena dia memang sengaja tidak menjawab serius perihal pertanyaan-pertanyaan yang barusan dijawab.

"Ah, I see ..." Responnya sembari menatap menggoda padaku.

Mati-matian aku menahan diri agar tidak kehilangan kendali. Mas Rizal benar-benar membuatku ingin mencubitnya karena sedari tadi mulai live terus saja melakukan hal-hal yang mengganggu fokusku. "Jadi sejak kapan?" Aku menoleh ke arahnya untuk memintanya kembali menjawab dengan jawaban yang benar.

"Ini mau aku atau kamu yang jawab, Mas?" Tanyaku pada laki-laki yang malah terus-terusan tersenyum tanpa menjawab pertanyaan yang aku ajukan.

"Kamu boleh, Mbak." Aku tersenyum dan mengangguk.

Untuk panggilan 'mbak' yang dia sematkan, kami juga sudah menjawab pertanyaan ini di awal-awal siaran sehingga netizen tidak menanyakannya lagi.

"Dua tahun lalu.." Aku melirik ke arah Mas Rizal untuk meminta izin apakah aku boleh menceritakan lebih detail tentang awal mula hubungan kami bisa terjalin.

Mas Rizal yang duduk di sebelahku lagi-lagi mengangguk, tanda bahwa dia mengizinkanku untuk menceritakan kisah cinta kami berdua. Apalagi dengan kami yang sudah terang-terangan meng-upload foto di Instagram maka kami juga harus siap untuk di kejar-kejar untuk menceritakan hubungan kami kepada publik seperti ini.

"Awalnya gue dan Pak Rizal ini ketemu di suatu acara. Kebetulan juga beliau ini dulunya senior di SMA gue." Aku melirik ke arah Mas Rizal yang melotot tidak percaya karena aku menggunakan panggilan pak dan kata ganti beliau untuk memanggilnya.

Aku tidak mempedulikannya yang mau protes. Bagaimana pun dia adalah seorang menteri yang harus aku hormati. Apalagi mengingat sifat netizen +62 maka aku juga harus bersikap hati-hati agar tidak memperoleh hate speech yang akan membuat kepalaku pening karena di serang oleh hatters.

"Kamu mau ngejelasin nggak, Mas?" Mas Rizal menggeleng.

"Oke-oke karena Bapak Menteri enggak mau jelasin, jadi gue yang bakal ngejelasin tentang awal mula kedekatan kami."

"Ya, karena kebetulan kami punya almamater yang sama dan kami juga cukup kenal saat masa sekolah akhirnya setelah kejadian ketemu nggak sengaja itu kami saling bertukar kontak dan selanjutnya pedekate kaya pasangan pada umumnya."

"Dan seperti yang kalian pikirkan, setelah deket akhirnya... ya jadian." Aku menggeser sedikit ponselku sebelum kembali melanjutkan.

"Cuma karena nggak mau bikin heboh dan kami juga sibuk akhirnya ya backstreet supaya nggak menarik banyak perhatian" Aku mengakhiri kisah singkat ku dengan tersenyum.

Senyumku semakin mengembang karena beberapa komentar yang muncul memang positif dan mendukung kami. Namun tetap saja ada beberapa yang tidak suka dan menuduh kami yang tidak-tidak. Tapi yang namanya sudah terbiasa, baik aku dan Mas Rizal sudah tidak terlalu ambil pikir akan komentar-komentar buruk seperti ini.

"Kamu mau ngomong sesuatu nggak, Mas?" Mas Rizal mengangguk dan aku sedikit mengarahkan layar ponselku lebih ke kiri agar wajahnya semakin terlihat jelas.

"Boleh sedikit..." Jawabnya singkat.

"HP nya di letakin depan aja, Mbak!" Aku mengerutkan dahi mendengar permintaannya itu.

Untuk apa juga aku harus meletakkan ponsel begitu jauh sementara kami berdua sedang membuka pertanyaan untuk para penonton siaran langsung ini.

"Sini Mas?" Tanyaku setelah meletakkan ponsel sedikit lebih jauh, namun masih di jawab gelengan oleh Mas Rizal.

"Lebih jauh, Mbak. Biar kita berdua kelihatan jelas."

"Ini juga udah kelihatan jelas, Mas."

"Yang nggak cuma wajahnya, Mbak."

"Oke-oke. Segini?" Tanyaku memastikan.

Mas Rizal mengangguk.

"Mbak .."

"Ya?" Aku memandangnya dengan heran.

"Listen to me!"

"Ya?" Lagi-lagi aku masih merasa heran karena dia tiba-tiba mengambil sesuatu yang entah apa dari sampingnya.

Saat ini kami berdua memang mengadakan siaran langsung di ruang tamu, sementara ponsel yang digunakan sudah berada di ujung meja yang ada di hadapan kami.

"I hope you thought the same thing with me, Mbak."

"About?"

"My feelings."

"Yaa?" Aku semakin di buat bingung oleh perkataannya yang tidak bisa aku pahami karena terlalu abstrak.

Alih-alih mengatakan sesuatu untuk para fans dia justru mengatakan hal-hal aneh yang membuatku harus berusaha keras untuk memahaminya.

Dia bertanya soal perasaanku yang jelas-jelas dia sudah tau, lalu sebenarnya apa yang ingin dia katakan sebenarnya?

"I have something to tell you, Mbak."

"Ya?" Berkali-kali hanya kata itu yang keluar dari mulutku untuk meresponnya.

"Will you marry me? "

Ha? Ha? Gimana ini maksudnya?
Dia ngajakin merit atau lagi bercanda?

BackstreetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang