Jesi 11 • Upnormal

47.8K 5.6K 56
                                    

Malam bestie ...

Mau ngasih tau aja kalo sekarang aku udah di Bogor karena mau kuliah offline
Jadi bakalan nggak sering update kaya biasanya karena banyak kegiatan bersama teman-teman wkwk

Semangat semuannya

***

"Ini beneran, Mbak?" Untuk ketiga kalinya dalam lima menit terakhir ini Mas Rizal kembali menanyakan pertanyaan yang sama padaku.

Dia kembali menilik penampilannya, lalu beralih ke arah ku dan kembali membandingkannya dengan dirinya sendiri.

"Harus kaya gini banget, Mbak?" Aku mengangguk yakin.

Saat ini aku dan Mas Rizal memang benar-benar berpenampilan tidak biasa. Mengenakan kostum hitam-hitam, topi dan masker dengan warna senada serta juga memakai kacamata.

"Ini outfit aku kalo keluar ya kaya gini, Mas. Nggak penah ketahuan juga. Di jamin aman!" Balasku jumawa.

Memang benar bahwa selama ini ketika aku kabur dari pengawasan Bang Bisma untuk bermain di luar sebentar aku tidak pernah ketahuan oleh para penggemar. Mungkin karena aku yang bertingkah sangat biasa atau memang orang cenderung tidak perduli terhadap orang lain yang tidak dikenalnya.

"Tapi bukannya malah jadi sorotan?"  Tanyanya sembari menaikturunkan alis.

Jika dilihat sekilas memang aneh, namun ketika sikap dan perilaku yang ditunjukkan tidak aneh maka everithing will be okay.

"Yang penting nanti kita jangan bertingkah mencurigakan, Mas. Bersikap kaya pasangan normal pada umumnya."

Kulirik Mas Rizal mengerutkan dahi. Mungkin merasa butuh penjelasan tentang apa yang aku maksudkan dengan bersikap normal seperti pasangan pada umumnya. "Bukannya selama ini sikap kita juga normal, Mbak?"

Aku ikutan bingung dibuatnya. Jika dipikir dengan seksama hubungan kami juga tidak aneh dan cukup wajar untuk seorang pasangan. Lalu sebenarnya standar normal itu seperti apa?

"Maksudnya kaya jalan biasa aja, Mas. Nggak usah cepet-cepet. Terus kalo mau gandengan ya gandengan aja, terus nggak usah perhatiin sekitar dan anggap kalo nggak ada orang yang kenal kita." Aku mencoba memberi gambaran padanya tentang hubungan normal seperti apa yang aku persepsikan.

"Tapi dengan pakaian seperti ini apa masih mungkin, Mbak?" Mas Rizal masih saja mendebat dan tidka percaya dengan penjelasan-penjelasanku sedari tadi.

"Itu style kekinian, Mas. Emang lagi hype dan banyak yang ngikutin karena ala-ala korea."

"Jadi nggak usah khawatir kalo kita jadi pusat perhatian dengan pakaian item-item ini." Lanjutku memberitahu trend terkini padanya.

Jika berbicara hal semacam ini pada Mas Rizal aku memang harus mengatakannya dengan hati-hati dan mendetail. Pasalnya dia tidak tahu berita apapun kecuali berita politik yang ada di dekat lingkungannya.

Aku menghela napas. Perkara penampilan menonton bioskop saja bisa seribet ini jika itu berhubungan dengan Mas Rizal. Padahal tinggal datang dan membeli tiket saja lalu masuk dan menikmati film maka semuanya akan selesai. Ya, sesimple itu harusnya.

"Atau mau nonton di sini aja?"

"Nonton netflix?" Akhirnya aku mengusulkan untuk menonton di apartemen saja karena sedari tadi dia terus-terusan protes perihal outfit yang bisa kami gunakan agar tidak menarik banyak perhatian.

Mau nonton ribetnya aja luar biasya seperti ini mama ... batinku pada diri sendiri.

***

Dari setengah jam yang lalu aku tidak henti-hentinya tersenyum ditas bangku pojokan bioskop. Untuk pertama kalinya selama dua tahun kami benar-benar menonton film di bioskop seperti pasangan-pasangan normal lainnya dan bukan melalui aplikasi streaming yang dinikmati lewat kediaman masing-masing. Sebuah impian kecil yang sedari awal ingin sekali aku wujudkan.

"Seru nggak, Mas?" Aku berbisik di telinga Mas Rizal dengan masker yang masih tertempel untuk menutupi mulut.

Meski suasana di dalam bioskop begitu panas, kami tidak bisa melepas masker karena tepat di sebelah kami duduk beberapa remaja yang bahkan tidak berhenti bicara sedari tadi film di mulai.

"Tapi aku nggak bisa fokus nonton filmnya, Mbak?"

Dahiku mengernyit. "Kenapa?"

"Daritadi terlalu fokus ngeliatin kamu nyampe ketinggalan ceritanya." Jawabnya yang membuatku speechless seketika.

Aku mencubit perut Mas Rizal tanpa sengaja. "AW!"

Seketika obrolan anak-anak remaja di samping kami berhenti dan menoleh ke arah kami berdua.

Aku dan Mas Rizal cepat-cepat mengangguk dan meminta maaf. "Kak Jesica?" Aku melotot tidak percaya karena salah satu dari mereka berhasl mengenali wajahku.

Secepat kilat aku menempelkan jari telunjukku di depan mulut yang masih terhalang masker. "Jangan teriak, ya..." Aku memberitahu mereka agar tidak menciptakan keributan yang akan menarik banyak perhatian orang di bioskop ini.

Apalagi ekspresi teman-teman gadis yang tadi melontarkan pertanyaan itu sudah melongo tidak percaya dengan ucapan salah satu temannya yang mungkin kini sebentar lagi akan berteriak antusias saat mengetahui jika itu memang benar-benar aku.

Dengan menampilkan senyum aku akhirnya melepaskan maskerku dan hampir membuat keempat orang di sampingku ini berteriak histeris. "Beneran Kak Jesi?" Aku mengangguk mengiyakan.

"Beneran yan artis terkenal itu?" Lagi-lagi aku kembali mengangguk, sementara Mas Rizal memegang tangan kananku tanpa menoleh seolah tidak mengikuti pembicaraan diantara kami.

"Boleh foto kak?" Aku mengangguk.

"Tapi nanti ya kalo udah di luar.." Lanjutku agar tidak menarik pehatian.

Pasalnya situasi di bioskop remang-remang dan pasti jika berfoto mereka akan menyalakan flash untuk memperoleh cahaya. Dan itu berarti akan membuat orang yang tadi tidak melihat ke arah kami akan memberikan atensinya pada sederet orang yang duduk di bangku ini.

"Mas..." Aku menarik lengan kanannya pelan karena anak-anak ini sudah kembali memperhatikan layar saat aku sudah menjanjikan foto bersama setelah film yang diputar usai.

"Udah ngurus anak-anaknya?" Aku mengangguk.

"Udah cocok!"

"Ha?" Aku mengenyitkan dahi.

"Udah cocok jadi ibu karena udah bisa nenangin anak-anak"

MAS RIZAL ASTAGA OMONGANNYA...

BackstreetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang