Yang hatinya lemah, jangan lanjut dibaca ya
Menjalin hubungan secara diam-diam dengan orang penting bukan satu hal yang mudah. Berkali-kali hubungan yang kami jalin mengalami kesalahpahaman, juga ancaman lost interest karena kurangnya waktu untuk quality time.
In other side, baik aku maupun Mas Rizal menyadari bahwa tak selamanya hubungan ini akan terus disembunyikan. Kami mulai menyusun rencana untuk langkah ke depan, termasuk mempublikasikan hubungan setelah yakin untuk memberikan keseriusan pada hubungan yang telah terjalin beberapa tahun belakang.
Namun rencana hanya rencana, sebab semesta lah yang ujungnya akan memberikan keputusan. Apakah kami ditakdirkan untuk bersama, atau kami harus berpisah setelah memperjuangkannya. Semua mungkin, dan tidak ada yang tahu bagaimana semesta bekerja.
To be honest, lima tahun menjalin hubungan tidak serta merta membuat seseorang memahami betul pribadi masing-masing pasangannya. Sebagai seorang pasangan yang memiliki kehidupan sendiri-sendiri, aku tidak sepenuhnya tahu apa yang sebenarnya dilakukan oleh Mas Rizal. Dimana dia setelah pulang bekerja, kemana perginya jika izin untuk bersenang-senang, dan dengan siapa dia menghabiskan waktu di hari liburnya — tentu jika sedang tidak menemui ku.
Secara pribadi aku tidak masalah. Sebagai seorang perempuan dewasa dan juga public figure aku tidak berniat untuk mengekangnya. Dunia kami tidak hanya berporos antara satu sama lain. Asalkan kami sama-sama menjaga perasaan dan memupuk kepercayaan maka semuanya akan baik-baik saja. Bahkan ketika waktu bertemu kami sangat terbatas.
"Sesuatu pasti terjadi kan?" setelah melihat pemberitaan, aku tetap percaya bahwa ada alasan dibalik kabar itu tercipta. Meski sangat jelas bahwa pacarku — Mas Rizal menemui seorang perempuan dan menghabiskan waktu bersama, aku yakin bahwa yang terjadi tidak seperti yang diberitakan oleh media.
Dia adalah laki-laki paling baik yang pernah aku temui, dan dia juga laki-laki yang paling aku sayangi di dunia selain papa.
Please, Mas!
Jangan buat aku kecewa.Aku menarik napas dalam-dalam. Mengisi penuh rongga paru-paru ku dengan oksigen untuk menghindari rasa sesak. Lalu kuambil benda pipih berbentuk persegi dari atas mejaku untuk menghubungi seseorang. Memintanya untuk bertemu di apartemen karena aku butuh penjelasan.
"Aku lagi nanya, Mas. Dan jangan balik nanya sebelum kamu jawab pertanyaannya!"
Dahulu setiap melihat wajahnya aku merasa senang. Namun sekarang, rasanya justru menyakitkan. Melihatnya yang terlihat gelisah ketika aku menanyakan sebuah pertanyaan. Padahal dia hanya tinggal menjelaskan, dan aku pasti akan memercayainya.
Lagian apa yang sulit dari sebuah pengakuan? tinggal jujur dan aku pasti akan menerimanya dengan lapang dada. Sebab sebelum memutuskan menemuinya, aku sudah bersiap dengan semua kemungkinan. Aku juga sudah memastikan bahwa apapun yang ke luar dari mulutnya, aku akan coba menerima.
Aku mendorong sebuah map ke meja yang memisahkan kami berdua. Terlihat beberapa foto ke luar dari dalamnya, yang langsung berefek dengan perubahan ekspresi darinya — Leonardo Rizal.
"Tadinya aku menolak percaya, Mas." Aku memulai obrolan. Pertama kali aku mendapatkan berita itu memang bukan dari media yang tadi aku tonton. Beberapa bulan lalu aku sudah mendapatkan kabar yang sama dari Mas Bisma, tetapi aku menolak percaya dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Sebagain hati kecilku masih mengharapkan dia memberikan penjelasan, tetapi tidak pernah ada satu patah kata pun yang diberikannya.
"Aku selalu percaya kalau kamu gak akan setega itu sama aku," dadaku sesak. Tapi aku tak boleh kalah dengan keadaan.
"Aku bisa jelasin, bee..." Mas Rizal menegakkan posisi duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet
ChickLit"Kok belum punya pacar kak?" "Kak, kriteria pacarnya yang kaya gimana?" "Spill tipe idealnya dong kak ..." Aku sudah terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Pertanyaan yang harusnya tidak lagi ditanyakan, yang sayangnya malah terus ter...