Jesi 3 • Not Me, yeah!

75.9K 6.5K 113
                                    

Halo-halo ...
Balik lagi ke backstreet nih

MAAF BANGET YA AKU INGKAR JANJI 🥺

NUNGGUIN KOMEN NYAMPE 50 NGGAK TAU NYAMPE KAPAN SOALNYA WKWK

Dimaafin nggak?

Jangan lupa follow Instagram aku di @coochoci ya
Ada banyak hal yang nggak ada di wattpad yang aku upload situ!

Selamat membaca

***

Menjadi seorang public figure nyatanya tidak semudah yang dibayangkan oleh banyak orang. Meski sudah berhati-hati, tetap saja akan selalu ada pembenci yang memberikan komentar buruknya.

Menurutku, menyikapi hal semacam ini termasuk gampang-gampang susah. Maunya diabaikan, tapi kadang kala kesal sendiri hingga akhirnya membalas beberapa komentar yang sudah keterlaluan. Sebenarnya tidak ada untungnya juga, karena jika dipikir-pikir hal tersebut tidak ada gunanya sama sekali.

Bagaimanapun kita menyikapi, orang yang tidak suka, akan tetap tidak suka. Pada dasarnya mereka hanya tidak menyukai diri kita sehingga tidak peduli soal apa pun termasuk hal baik yang kita lakukan. Orang-orang semacam ini tidak akan berhenti dan akan selalu mencari kesalahan. Bahkan jika tidak menemukannya sekalipun, mereka akan mengaitkannya dengan permasalahan masa lalu yang sesungguhnya sudah tidak relevan lagi jika ingin dipermasalahkan.

***

"Mbak, itu beneran jadi simpanannya pejabat?" Mama bertanya setelah menyaksikan sebuah berita selebritas di salah satu stasiun televisi.

Minggu ini aku memang sedang mengunjungi Mama-Papa di kota hujan karena sedang libur–lebih tepatnya meliburkan diri—karena aku merasa lelah dan butuh family time semacam ini, sekadar duduk bersama Mama di ruang keluarga sembari menyaksikan acara televisi di siang hari.

"Itu belum pasti, Ma. Kan belum ada konfirmasi dari aktris yang bersangkutan." Aku menjelaskan kepada Mama perihal permasalahan Mbak Sabrina yang saat ini sedang viral di mana-mana.

Meski aku tahu yang digosipkan itu benar–karena aku sempat bertemu mereka di beberapa acara–aku memilih diam seolah tidak tahu dengan kabar ini. Aku tidak mempunyai hak apa pun untuk berbicara, bahkan sekadar mengomentari kehidupannya yang tidak berkaitan denganku sama sekali.

"Ganti channel aja, deh, Ma!" pintaku pada Mama agar mengganti channel.

Mama melihat ke arahku dan memicing curiga. "Mbak ... ."

Aku menautkan alis.

"Jangan bilang ... ."

"Kenapa, Ma?" Aku geregetan sendiri karena beliau tidak kunjung juga melanjutkan ucapannya.

"Kamu nggak jadi simpanan pejabat, kan?" tanyanya yang membuatku hampir jantungan.

"Astagfirullah, Ma. Ya, nggak lah!" balasku cepat.

Memang, hal semacam ini bukan sesuatu yang baru di dunia entertainment, tapi aku tidak menyangka jika Mama akan berpikiran hingga sejauh ini, dengan teganya menuduh anak kandungnya sebagai simpanan orang terpandang hanya untuk bertahan di dunia hiburan.

"Tapi kamu nggak punya pacar, kan?" tanyanya begitu menyelidik.

Jika aku tidak mengenalkan pacarku, apa aku adalah seorang simpanan? Yang benar saja, astaga!

"Bukan nggak punya, Ma."

"Jadi kamu punya?" Tiba-tiba aku merasa kebingungan bagaimana harus meresponnya.

"Mama tau Leonardo Rizal?" Aku bertanya karena menurutku tidak apa-apa untuk jujur pada beliau.

"Leonardo Rizal?" Mama sepertinya sedang mengingat-ingat siapa orang yang aku maksudkan itu. Terlihat dari dahinya yang mengernyit. "Menteri Sosial?"

Aku sampai berdecak kagum karena Mama sampai tahu siapa itu Mas Rizal.

"Kok tau, Mah?"

Mama tersenyum dan melambaikan tangannya seolah mengatakan bahwa hal sepele seperti ini sudah pasti beliau tahu. "Kemaren dibahas di grup arisan Mama."

"Ha?" Wajahku sudah cengo karena saking tidak percaya. "Maksudnya?"

"Kemaren ada salah satu anggota yang ngirim video, katanya ada menteri muda ganteng yang lagi viral di kalangan ibu-ibu."

Aku benar-benar tidak percaya mendengar penuturan beliau barusan.

Mama sendiri adalah ibu-ibu biasa, I mean seperti ibu-ibu di perumahan pada umumnya dan bukan seorang sosialita yang hobi memamerkan barang-barang branded .

Jadi berdasarkan penjelasan beliau, itu artinya Mas Rizal terkenal di kalangan ibu-ibu dari seluruh strata, kan?

"Jadi, kenapa nanyain Pak Rizal?" Mama benar-benar berhasil membuatku speechless karena menyematkan kata 'pak' di depan nama Mas Rizal.

I know well, dia adalah orang yang sangat terpandang. Salah satu dari jajaran menteri paling muda yang sejauh ini track record-nya juga tidak mengecewakan.

Tapi memanggilnya dengan sebutan 'Pak Rizal'? Aku membayangkannya saja sudah begitu ngeri. Ya ampun!

"Kenapa, Mbak?" Sekali lagi beliau menanyakan alasan pertanyaanku karena aku tak kunjung juga mengatakan apa pun.

Aku menarik napas pelan. "Kalo dia yang jadi pacarku gimana, Ma?"

Tiba-tiba Mama terdiam. Mungkin merasa kaget atau tidak percaya dengan kalimat yang keluar dari mulutku barusan.

Namun tanpa aku duga sama sekali, beliau malah tertawa terbahak-bahak sembari menepuk-nepuk pahaku yang sedang duduk di sampingnya.

"Ya Allah, Mbak. Mama tau kamu itu artis terkenal. Tapi ya ngehalunya jangan tinggi-tinggi juga."

Aku benar-benar tidak percaya jika perempuan paruh baya di sampingku ini tidak percaya dengan omongan putri kandungnya sendiri. "Serius, Ma, ih." Aku menjadi kesal sendiri karena Mama tak juga berhenti tertawa.

"Memangnya kamu kenal sama dia?"

Aku mengangguk yakin. "Dia kakak kelas aku di SMA dulu, Ma."

"Loh, beneran?" Mama menatap serius ke arahku, ia kelihatan percaya kali ini.

"Mama cari aja riwayat pendidikannya kalo nggak percaya."

Mama segera mengambil ponsel yang sedari tadi tergeletak di atas meja, lalu menekan-nekannya entah membuka apa.

Alih-alih membuka google, beliau ternyata lebih memilih untuk menanyakan kepada teman-teman di grupnya tentang riwayat pendidikan Mas Rizal.

Belum juga Mama mendapatkan jawaban, informasi yang diberikan Mbak Wati a.k.a asisten rumah tangga di tempat kami berhasil membuatku berjalan pergi dari sofa ini.

"Mbak Jeje, punten, itu hp nya dari tadi bunyi terus!"

"Eh, iya, Bi. Makasih banyak ya..." Aku mengucapkan terima kasih atas informasi yang diberikan beliau barusan.

"Ma, aku ambil hp dulu ya!"

Aku meminta izin pada Mama untuk melihat ponsel terlebih dulu sembari menunggu Mama mengkonfirmasi kebenaran informasi yang aku berikan pada beliau tadi.

BackstreetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang