Special part dengan panjang chapter 1/2 dari biasanya
Jangan lupa komentarnya!
Selamat membaca
***
"CUT!"
Aku mengelap air mata di pipi karena pengambilan video telah selesai.
Setelah mengangguk sopan dengan lawan main, aku berjalan menuju Mas Bisma yang kali ini langsung bergerak cepat memberiku sebotol air mineral dan juga menarikkan sebuah kursi untuk diduduki. "Makasih, Mas," ujarku atas perhatian kecilnya.
Sudah semingguan ini aku kembali aktif syuting setelah meliburkan diri. Sedikit merasa kelelahan karena masih terbawa suasana libur yang hanya diisi dengan rebahan.
"Mama lo tadi telepon, Je. Cuma nggak keangkat karena HP lo cuma geter dan gue nggak denger." Mas Bisma mengulurkan ponsel yang tadi kutitipkan padanya.
"Gapapa, Mas. Makasih banyak ya, " ucapku sembari menerima ponsel yang di julurkannya padaku .
"Assalamualaikum, "
"Waalaikumsalam, Mbak," jawab beliau dari seberang.
"Gimana, Ma?"
Aku langsung melontarkan pertanyaan tersebut karena memang tidak biasanya beliau menghubungiku di waktu-waktu seperti ini, jika tidak ada hal yang teramat penting.
Mama menarik napas. "Mama ganggu nggak?"
Aku menoleh ke arah para kru yang sedang membereskan berbagai peralatan syuting.
"Nggak kok, Ma. Ini malah kebetulan udah selesai syutingnya."
"Syukurlah, Mbak, kalo kerjaan udah selesai."
"Kenapa, Ma?"
Lagi-lagi aku makin dibuat penasaran dengan ucapan beliau yang belum berhasil aku tarik benang merahnya.
"Mbak.... "
"Ya?"
"Ada Pak Menteri di rumah."
"Ha?"
Otakku langsung blank sesaat setelah mendengar satu kalimat yang sangat random ini. "Maksudnya gimana, Ma?"
"Ada Pak Rizal di ruang tamu rumah kita sekarang!"
"Maksud, Mama ..... "
"Iya, Mbak. Ada calon mantu Mama lagi bertamu."
Aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi. Bisa-bisanya Nyonya Rumah berkata seperti itu tanpa ada beban sama sekali..
MAS RIZAL, SEBENARNYA APA YANG UDAH KAMU LAKUKAN???
***
"Mas, cepetan dikit!"
Sedari tadi aku terus saja meminta Mas Bisma untuk meningkatkan kecepatan mobil yang kami tumpangi. Setelah selesai menelpon Mama, aku langsung bersiap dan berpamitan kepada para kru untuk pulang lebih dulu. Lalu menarik Mas Bisma untuk dijadikan supir dadakan karena aku tidak begitu ahli dalam menyetir.
Untunglah syuting yang aku lakukan hari ini juga berlokasi di kota Bogor sehingga tidak butuh waktu yang begitu lama untuk sampai di rumah.
"Gue bukan pembalap, Je. Kalo gue naikin lagi bisa-bisa kita malah nyampenya ke rumah sakit," jelasnya sembari menoleh ke arahku yang duduk di kursi samping kemudi.
Dengan terpaksa, aku akhirnya memilih menyerah dan bersabar. Walaupun aku sangat ingin cepat sampai, tetap saja memprioritaskan keselamatan adalah yang paling utama.
"Ada apa emang di rumah? Kayaknya buru-buru banget."
"Ada Mas Rizal."
"Oh, Pak Rizal," gumamnya begitu tenang.
Namun baru beberapa detik setelahnya dia malah ngerem mendadak dan membuat tubuhku sedikit terdorong ke depan.
"Pak Rizal, Je?"
Aku mengangguk.
"Pak Rizal yang menteri itu?"
Aku mengangguk lagi.
"Maksud lo, Pak Rizal yang jadi cowok lo, kan?"
Untuk ketiga kalinya aku mengangguk untuk tiga pertanyaan Mas Bisma yang sebenarnya sama. Kulihat ekspresinya terlihat kaget dan tidak percaya. Jika Mas Bisma saja berekspresi seperti itu, berarti sangat wajar, kan, jika aku menjadi seperti orang gila di sini?
LAGIAN KENAPA SIH MAS RIZAL NGIDE BANGET MAIN KE RUMAH?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet
ChickLit"Kok belum punya pacar kak?" "Kak, kriteria pacarnya yang kaya gimana?" "Spill tipe idealnya dong kak ..." Aku sudah terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Pertanyaan yang harusnya tidak lagi ditanyakan, yang sayangnya malah terus ter...