Jesi 17 • Be Brave, Jes

46.9K 4.7K 24
                                    

Aku benar-benar tidak habis pikir dengan perbuatannya yang tidak bisa di nalar ini. Untunglah aku masih cukup waras dengan langsung menghentikan live sebelum kewarasanku benar-benar menghilang sepenuhnya karena perbuatannya yang random tingkat dewa.

Aku mengambil napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. 

Setelah satu kalimat yang membuat jantungku ingin cuti, sekarang ini aku hanya bisa menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Tidak percaya bahwa seorang menteri sepertinya yang biasanya sangat dekat dengan citra yang serius dan berwibawa malah justru melamar pasangannya melalui siaran langsung instagram. Benar-benar berbeda dan sulit dipercaya bahkan oleh aku yang mengalaminya sendiri.

Lagi-lagi aku belum bisa mengatakan apapun pada laki-laki yang kini menatapku dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Masih teramat sangat heran karena bagaimana mungkin dia mengajakku menikah dengan cara seperti itu. Sebuah cara langka yang aku yakini sebentar lagi akan fyp di tik tok dengan berbagai komentar di dalamnya.

"Itu tadi kamu bercanda, Mas?" Akhirnya satu kalimat itu berhasil meluncur setelah banyak perjuangan yang aku lakukan.

Mas Rizal dihadapanku menggeleng dengan yakin. "What are you talking about? Ngajakin aku nikah?" Tanyaku untuk memastikan.

"Yeah, will you?" Aku menggeleng tidak percaya bahwa salah satu momen paling krusial dalam hidupku akan berjalan seperti ini.

I mean sebagai seorang aktris yang sudah memerankan puluhan film, belum pernah sekalipun aku melihat ada jalan cerita seperti ini. Jalan cerita dimana sang aktor utama mengajak menikah pasangannya melalui sebuah acara live instagram yang disaksikan puluhan ribu orang asing yang bahkan hanya berinteraksi di dunia virtual.

Bukannya tidak bersyukur atau bagaiman hanya saja impianku selama ini memang tidak pernah mengarah ke arah itu. Aku selalu punya keinginan bahwa pasanganku akan melamarku dengan cara yang super romantis atau at least secara eksklusif yang hanya ada kami berdua di tempat kejadian.

Tapi apa ini?
Bahkan dia tidak memberikan tanda-tanda sama sekali bahwa dia akan melamarku di tengah-tengah siaran langsung yang dia sarankan sendiri.

Aku tidak tahu apakah dia memang sudah merencanakannya dari awal atau memang baru terpikirkan tiba-tiba. Tapi jika melihat bahwa dia juga sudah mempersiapkan cincin maka aku rasa opsi pertama pun memiliki probabilitas yang lebih besar dibandingkan sebelumnya.

"Kamu beneran serius?" Kali ini dia mengangguk.

"Iya, Mbak. Aku bahkan udah ngomong langsung ke papa mama kamu."

"Ha? Kapan?" Tanyaku karena aku benar-benar tidak menyangka jika dia sudah menemui kedua orang tuaku untuk membicarakan hal penting semacam ini tanpa aku tahu sama sekali.

"Waktu pertama kali dateng."

"Ha?' Mendadak aku menjadi seperti orang dungu yang tidak bisa memahami perkataan seseorang dalam sekali dengar.

Aku tidak tahu apakah IQ ku memang sudah menurun atau memang jika itu sudah berkaitan dengan Mas Rizal aku menjadi idiot dadakan seperti ini.

Aku memilih berdiri dari posisi dudukku dari sofa. "Kepalaku pusing, Mas. Kita obrolin lagi ini besok ya" Pintaku sebelum akhirnya berlalu pergi menuju kamar. Meninggalkannya sendiri di ruang tamu tanpa jawaban atas ajakannya untuk menikah.

YA ALLAH MAS RIZAL ...
NGGAK TAU LAGI AKU HARUS NGADEPIN KAMU KAYA GIMANA!

***

"Mbak ..." 

"Hmmm"

"Gimana?" Aku menyenderkan punggungku di kursi empuk yang ada di dalam kamar.

Pagi ini setelah aku bangun dan membersihkan diri mama memang memanggilku melalaui sambungan telepon. Sebuah panggilan yang sudah aku duga sebelumnya karena beliau pasti sudah melihat potongan video yang beredar dan menghebohkan itu.

"Bukannya mama udah tau?" Alih-alih menjawab pertanyaan beliau, aku justru mengembalikan pertanyaannya dengan pertanyaan karena aku yakin bahwa beliau sudah tidak kaget melihat calon menantu kesanyangannya itu melakukan hal gila seperti itu.

Hal gila yang bahkan saking gilanya dalam setengah jam terakhir ini saja ponselku sudah tidak berhenti berdering karena banyak sekali pihak yang ingin mengetahui lebih mendetail perihal kekacauan ini. Kekacauan yang membuatku terserang insomnia entah karena terlalu kaget atau terlalu bahagia sehingga tidak bisa memejamkan mata.

Kudengar mama menghela napas di balik telepon. "Bukannya kamu udah yakin juga sama Pak Rizal?"

"Nggak tau, Mah.."

"Maksud kamu, Mbak? Mama terlihat kaget dengan jawaban yang aku utarakan barusan.

"Loh bukannya dari awal kamu udah cinta banget sama Pak Menteri?"

"Iya, Mah.... Tapi,"

"Tapi?" Tanya beliau agar aku kembali melanjutkan kalimatku yang barusan belum aku selesaikan.

"Mama tau kan Mas Rizal itu seorang menteri."

"Iya. Terus masalahnya apa?"

"Jeje takut, Mah..."

"Takut kenapa sayang?" Tanya beliau karena mungkin menyadari bahwa pembicaraan kami sudah mulai menuju ke tahap yang lebih serius.

"Jeje takut nggak cukup baik buat jadi orang yang dampingin Mas Rizal. Apalagi dengan pekerjaan Jeje yang sekarang.... " Lagi-lagi aku menjeda ucapanku sebelum selesai.

"Dengan pekerjaan Jeje yang sekarang akan sangat mudah untuk membuat skandal yang nantinya akan berimbas pada karir Mas Rizal." Lanjutku kemudian.

Belajar dari pengalaman beberapa teman yang memang menjalin hubungan dengan seorang politikus, aku cukup takut karena track record beberapa temanku ini tidak terlalu baik. Pekerjaan sebagai seorang public figure adalah sebuah pekerjaan yang begitu mudah tergelincir ke dalam jurang yang curam.

Meski saat ini sedang mencapai puncak kesuksesan, dalam sekejab mata saja bisa langsung jatuh hingga ke dasar hanya karena sebuah pemberitaan yang belum tentu pasti kebenarannya.  Dan lebih menyedihkannya lagi, dampak yang akan dirasakan juga biasanya akan dialami oleh orang-orang terdekat. Orang yang sebenarnya tidak ada kaitannya sama sekali namun akhirnya ikut dihujat dan dikecam publik hingga ke arah karir dan kehidupan personalnya.

"Mbak..." Ucap mama dengan suara yang entah mengapa terdengar begitu menenangkan.

"Jangan terlalu mengkhawatirkan hal yang belum terjadi. Jangan takut mencoba karena itu hanya akan memberikan penyesalan di masa depan yang tidak akan pernah bisa dihilangkan."

"Apapun pekerjaannya semuanya itu berisiko, Mbak. Kamu mungkin takut kalau-kalau pekerjaan kamu sebagai seorang selebritas sewaktu-waktu bisa mengancam karir Pak Rizal di dunia politik." Mama terdengar mengambil napas sebelum kembali melanjutkan ucapannya.

"Tapi percayalah, Pak Rizal juga khawatir bahwa dia yang bekerja dalam dunia politik yang lingkungannya bisa berubah sewaktu-waktu juga akan berdampak pada karir kamu yang udah dibangun dari nol."

"Tapi lihat? Dia bisa mengatasi ketakutannya sendiri dan memberanikan diri untuk ngajakin kamu nikah bahkan disaksikan oleh puluhan ribu orang secara langsung." Aku masih diam mendengakan mama.

"Apa keberanian Pak Rizal buat melawan ketakutannya dan ngajakin kamu nikah belum bikin kamu sadar tentang seberapa tulus dia cinta sama kamu?" Lagi-lagi aku terdiam karena sedang memikirkan perkataan mama barusan.

"Jeje tau, Mah.... Tapi Jeje takut." Jawabku memberitahu beliau tentang apa yang aku rasakan sekarang.

"Sekarang coba Mbak ambil wudhu terus baca AL-Qur'an. Minta sama Allah buat di kasih petunjuk tentang apa yang seharusnya Mbak lakuin sekarang." Saran beliau sebelum akhirnya aku mengiyakannya dan panggilan diantara kami berakhir.

Meski tidak terlalu agamis, aku selalu berusaha untuk tidak meninggalkan sholat lima waktu dan terus mendekatkan diri kepada-Nya. Dan tentunya saran dari beliau langsung aku terima karena membaca Al-Qur'an memang terbukti membuat hati menjadi lebih tenang.

Aku menghela napas, lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambil wudhu sesuai instruksi. Berjalan dengan pelan sembari  berujar pada diri sendiri. "Be brave, Je.."

BackstreetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang