VIRAL! PUBLIK DIHEBOHKAN DENGAN FOTO LIBURAN TALISA JESI BERSAMA MENTERI
BENARKAH TALISA JESI YANG DISEBUT-SEBUT SEBAGAI CALON NYONYA RIZAL?
AKHIRNYA TERKUAK SIAPA SANG CALON NYONYA RIZAL YANG SEBENARNYA
"Mbak..." Aku menoleh ke arah Aldi yang melihatku dengan tampang tidak percayanya.
"Kenapa?"
"Ini beneran lo, Mbak?" Tanyanya sembari menunjukkan layar ponselnya kepadaku.
Aku tidak tahu kenapa dia bisa bertindak jauh seperti ini. Mau repot-repot mengunjungiku di apartemen di sela-sela kesibukannya syuting hanya untuk memvalidasi kebenaran sebuah berita yang bahkan sudah menjadi trending di berbagai media. Baik itu di platform media sosial maupun berita acara di televisi. Mulai dari acara yang biasanya mengulas soal kabar politik hingga acara gosip selebritis yang biasanya menemani waktu luang para ibu rumah tangga yang memilih fokus mengurus anak di rumah.
"Seperti yang lo lihat, Di." Jawabku tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Sejak terbitnya sebuah foto yang memperlihatkan wajahku dan Mas Rizal dengan jelas yang kami upload bersamaan di instagram pribadi kami masing-masing tidak ada satu jam setelahnya namaku dan Mas Rizal sudah menjadi tagar paling populer di twitter.
Entah siapa yang memulainya, secepat kilat juga langsung muncul pemberitaan dari berbagai media besar nasional yang membahas tentang hubunganku dengan Mas Rizal dan rahasia dibaliknya.
"Lo seriusan pacarnya Pak Rizal?" Aldi yang duduk di hadapanku masih saja tidak mau percaya meski aku sudah mengatakannya dengan jelas.
Aku mengangguk. "Jadi pas ketemu di private party itu kalian berdua sebenernya udah saling kenal?" Lagi-lagi aku mengangguk untuk menanggapi pertanyaannya.
"Astaga Mbak Jeje..." Ucapnya sembari menggeleng tidak percaya.
"Udah dari lama, Di. Tapi emang kitanya yang pengen backstreet,"
"Kenapa?"
"Biar nggak kejadian kaya gini." Jawabku asal-asalan.
Aku pribadi juga sedikit lupa kenapa pada awalnya kami memilih menyembunyikan hubungan ini dari media dan bahkan orang-orang di sekitar.
Ku lihat Aldi di seberang mengangguk-angguk. "Jadi hubungan kalian udah sedeket apa?" Tanyanya yang tidak aku duga sama sekali.
Awalnya aku pikir dia tidak akan percaya dan menuntut penjelasan lebih lanjut tentang jawaban yang aku berikan. Namun alih-alih sesuai prediksi dia justru menanyakan hal lain yang entah apa relevansinya.
"Sering nginep di sini nggak?" Tanyanya sembari menaik turunkan alis.
Aku melotot ke arahnya karena paham betul apa yang dipikirkan bocah yang umurnya lebih muda tiga tahun dariku. "Gue nggak kaya lo, Di. Main sana-sini sebelum sah." Sindirku yang hanya diresponnya dengan tertawa.
"Ya siapa tau kan, Mbak.." Aku melemparinya dengan gulungan kertas salah satu bagian skrip yang tadi aku baca sebelum kedatangannya ke sini. Tanganku sudah begitu gatal untuk menimpuknya karena wajahnya yang begitu menyebalkan.
"Aw! Jangan main kasar dong, Mbak."
"Mentang-mentang udah punya bakingan kuat sekarang lo main seenaknya sama gue." Ucapnya seolah teraniaya sembari mengelus-elus pelipisnya yang tadi menjadi sasaran penyeranganku.
Aku mendengus karena dia yang terlalu lebay dalam menghadapi situsi. "Please deh! Nggak mempan kemampuan akting lo sama gue.." Bibirnya mengerucut karena aku yang langsung mengomentari sikapnya.
"Jahat banget!"
"Dari dulu." Balasku singkat.
"Dzolim!"
"Halal kalo dzolim sama orang kaya lo." Lagi-lagi responku tak kalah pedas.
"Sana pulang!" Usirku karena kedatangan bocah ini pasti hanya untuk mencari sumber informasi untuk di gibahkan saat nongkrong nanti.
Jadi sebelum dia mendapat banyak informasi yang tidak perlu aku harus mengusirnya terlebih dulu. Tapi sayangnya sebelum dia beranjak dari ruang tamu ini kedatangan seseorang berhasil membuatnya melirikku dengan tatapan yang sangat mengesalkan.
"Mbak, baju aku tadi kamu taruh mana?" Aku dan Aldi menoleh ke arah sumber suara dan memelototkan mata tidak percaya.
KENAPA KAMU NGGAK PAKE BAJU, MAS !
KENAPA KAMU HARUS KESINI SAAT BOCAH INI BELUM PERGI?
Aku menarik napas panjang untuk menangkan diri. "Tadi aku masukin keranjang Mas. Basah kan soalnya..."
"Basah?" Tiba-tiba aku tersadar jika ada laki-laki yang kepalanya penuh suudzon ini masih duduk di depanku.
"Lo abis ngapain, Mbak?" Tanyanya penuh rasa ingin tahu.
"Di kamar kamu?"
ASTAGA MAS RIZAL ....
NANTI ALDI MIKIRNYA KEMANA-MANA YA ALLAH!
PADAHAL CUMA MINDAHIN BAJU KAMU YANG BASAH KARENA KEHUJANAN TADI
"Iya, Mas."
"Di kamar?" Sekarang aku ingin melempari kepala Aldi dengan apapun agar dia pingsan dan melupakan kejadian ini. Jika tidak seperti itu maka tidak perlu menunggu besok agar berita ini bisa terebar dengan cerita yang sangat berbeda dengan faktanya karena di sebar oleh laki-laki tidak waras.
"Baju aku yang kemaren aku tinggal masih ada?" Aku hanya bisa mengangguk karena tidak mau menimbulkan lebih banyak spekulasi yang berpotensi besar menimbulkan kesalah pahaman.
"Mas..." Aku memanggil Mas Rizal yang masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk, lalu melirik ke arah Aldi untuk memberitahunya bahwa sedang ada tamu yang tidak di undang di sini. Dan untuk kebaikan kita berdua sebaiknya dia segera beranjak pergi.
"Eh, lagi ada tamu ya?" Untunglah dia cepat sadar dengan signalku jika ada orang lain di ruang ini selain kami berdua.
"Iya, pak. He he..." Aldi tertawa diakhir jawabannya. Mendadak jadi bersikap sopan setelah Mas Rizal berhasil menyadari keberadaannya.
"Sori ya ganggu.." Mas Rizal meminta maaf karena menginterupsi obrolan ku dan bocah tidak tahu diri ini.
"Eh, nggak papa kok Pak. Saya juga udah mau pulang.." Aku berdecih mendengar Aldi bersikap begitu sopan pada Mas Rizal. Bahkan aku hampir tidak percaya karena dia juga menggunakan kata ganti gue menjadi saya untuk menyebutkan diri sendiri.
"Dasar muka dua! Sok-sok an polos." Sindirku yang berhasil membuatnya menoleh.
"Diem, Mbak." peringatnya padaku tanpa suara.
Sementara aku? Hanya mengendikkan bahu tidak peduli dan memilih kembali duduk karena baru sadar jika sedari tadi Mas Rizal muncul aku sudah berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet
Chick-Lit"Kok belum punya pacar kak?" "Kak, kriteria pacarnya yang kaya gimana?" "Spill tipe idealnya dong kak ..." Aku sudah terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Pertanyaan yang harusnya tidak lagi ditanyakan, yang sayangnya malah terus ter...