18. Permintaan Maaf

13 4 0
                                    

Akhirnya update juga setelah sejak tadi sibuk reupload dari prolog sampai part 17. Yes, setelah ini Chemist Accident bakal update seperti jadwalnya (meskipun sebenarnya dari dulu ga ada jadwal pastinya sih wkwkwk).

Anyway, Happy reading gaesss!

***

Eren dan Neil menghembuskan napas dengan susah payah setelah sejak tadi hanya bisa menahan napas mendengarkan cerita yang terjadi pada Jun, si pangeran berambut putih yang selalu terlihat cengengesan tanpa dosa. Jun memperhatikan keduanya. Ia berusaha menerka-nerka apa yang ada dalam pikiran dua teman barunya itu tentangnya. Apa mungkin mereka masih menganggap dirinya monster, ataukah hanya memandangnya kasihan dengan yang ia alami selama ini. Ia tidak tahu.

"Aku minta maaf sudah meragukanmu."

Jun terhenyak. Ia menatap Eren dengan heran dan bingung secara bersamaan. Ia tidak percaya Eren akan dengan mudah mengucapkan maaf pada orang lain.

Eren tersenyum. "Kita mungkin baru mengenal, tapi aku tahu kau tidak sebodoh itu untuk mengambil resiko. Aku paham posisimu. Jadi... aku minta maaf."

Neil menghela napas, lalu menggaruk tengkuknya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal. "Aku juga. Sebelumnya aku takut padamu, tapi sepertinya untuk sekarang tidak ada yang perlu ditakuti."

Jun tersenyum lebar. Ia merangkul kedua teman barunya dengan erat. "Baiklah. Aku akan menerima permintaan maaf kalian. Tapi sebagai gantinya, kalian harus mau membantuku." Ujarnya yang dibalas dengan tatapan penuh tanya dari Eren dan Neil.

Pintu terbuka. Flogi masuk dengan wajah datarnya yang terlihat lelah. Jun, Eren, dan Neil seketika melihat kedatangan Flogi yang tiba-tiba. Jun melepas rangkulannya pada Eren dan Neil. Ia memandangi Flogi penuh tanda tanya. Apa yang terjadi padanya?

"Flo, kau baik-baik saja?" Eren menyuarakan isi kepala Jun. Flogi menduduki sebuah sofa di ujung ranjang. Matanya memandang ketiga temannya dalam diam.

"Flo, ada apa? Apa mereka melakukan sesuatu padamu?" Kali ini giliran Jun yang bertanya. Neil sendiri hanya diam membisu. Ia tidak mau bertanya apa pun. Ia tidak mau terlihat mengkhawatirkan sepupunya itu.

Flogi mengangguk. Ia menatap Jun. "Apa kau tahu di mana Penjara Elfados?"

"Bukankah itu penjara untuk orang-orang yang menjadi tahanan Elf Squad?"

Neil yang mengatakan itu. Ia menutup mulutnya begitu semua orang melihat ke arahnya. Tanpa ada yang bersuara pun Neil tahu dengan pasti yang ingin mereka tanyakan padanya. Ia menghela napas. "Aku tahu itu dari gulungan yang tempo hari ingin kucuri dari submarkas mereka." Lanjutnya.

***

Jun membaringkan tubuh lelahnya di atas ranjang besarnya. Jendela besar di sebelahnya menunjukkan pemandangan langit malam yang pekat. Ia menghela napas, berusaha memikirkan cara terbaik untuk bisa sampai ke Elfados dengan selamat. Bukannya ia tidak tahu dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi jika ia tetap nekat ke sana, hanya saja melihat gadis itu terlihat lesu ketika membayangkan ayahnya sedang disekap di sana membuatnya merasa bergetar. Jun kembali menghela napas begitu tersadar kalau matanya kembali memerah. Ia heran, bagaimana bisa matanya memerah begitu saja hanya karena memikirkan hal kecil seperti itu? Ah, tidak. Sepertinya masalah ini terlalu besar untuk dikatakan sebagai hal kecil.

Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang aneh. Mengapa ayahnya memberitahu Flogi dengan mudah tentang keberadaan Levine yang bahkan sampai sekarang tidak pernah diketahui siapa pun? Jun segera bangkit dari tidurnya. Hanya satu orang yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di otaknya.

Jun berjalan menyusuri lorong-lorong. Ia membuka pintu, menutup lagi, lalu berjalan lagi begitu tahu tidak ada orang yang dicarinya. Semakin lama ia mencari, ia menjadi sangat kesal. Emosinya semakin memuncak, diikuti matanya yang semakin menyala di kegelapan. Bulu-bulu putih di tangannya bahkan sudah mulai tumbuh. Ia merasa sebentar lagi akan mencapai puncak frustasinya. Di saat itu tiba-tiba seseorang menyentuh pundaknya dari belakang. Seketika ia menoleh dengan tatapan dinginnya.

"Pangeran."

Jun menghela napas. Bulu-bulu di tangannya kembali menghilang. Hanya mata merahnya yang kini tersisa. Ia menatap orang di depannya dengan kesal.

"Dari mana saja kau?! Apa kau tidak tahu seberapa jauh aku berjalan hanya untuk mencarimu?!"

Kapten Lenon bergeming. Ia hanya menundukkan kepalanya sekilas, lalu kembali memperhatikan Jun di depannya. "Ada apa pangeran mencari saya?"

"Ish... kau bahkan tidak tahu caranya meminta maaf dengan benar." Jun menggerutu. Kepalang kesal dengan Kapten Lenon. Sesaat kemudian ia menatap orang di hadapannya dengan serius. "Kau ada di sana saat ayahku bicara dengan Flogi, kan?"

Kapten Lenon mengangguk.

"Kalau begitu, kau pasti tahu apa saja yang mereka bicarakan saat itu?"

Kapten Lenon mengangguk. Lagi.

"Bagaimana bisa ayah memberitahu Flogi lokasi Levine semudah itu? Sedangkan aku harus berkali-kali kabur hanya untuk mencari orang itu." Jun bertanya, lebih seperti mengeluh karena merasa diperlakukan secara tidak adil.

Kapten Lenon berusaha menahan kedua bibirnya yang ingin bergerak melengkung ke atas setelah mendengar protes dari mulut anak raja di hadapannya. "Kenapa pangeran menanyakan itu?"

"Kenapa lagi? Tentu saja karena aku penasaran."

"Bukan karena curiga?"

Jun menghela napas. "Terserah kau saja. Yang penting segera beritahu aku apa maksud ayah melakukannya? Selain itu, apa dia benar-benar ada di sana?"

Laki-laki berseragam ELF Squad itu diam sebentar. Ia menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya.

"Kau tidak mau memberitahuku?" Jun menatapnya penuh selidik. "Kapten Lenon."

Kapten Lenon menghela napas. Ia menatap Jun dengan serius.

"Apapun yang akan saya katakan setelah ini, saya mohon jangan ikut campur."

***

Jangan lupa tinggalkan jejak ya karena jejak kalian sangat-sangat-sangat berpengaruh terhadap moodkuuuu~~~

~Idzanami19

Chemist Accident (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang