Malam ini terasa begitu tenang. Bintang-bintang berkelap-kelip menemani purnama yang dengan gagah duduk di singgasananya. Langit tampak cerah. Terlalu cerah untuk suasana hati yang sedang rumit. Setidaknya itulah yang dirasakan Flogi.
Ia terus mengingat percakapannya dengan Neil, juga dengan Jun tadi. Percakapan-percakapan itu membawanya kembali pada kenangan masa lalunya. Kenangan pahit saat tiba-tiba ayahnya dibawa paksa oleh beberapa prajurit kerajaan karena kesalahan yang bahkan tidak ia pahami sama sekali. Mungkin saat itu Flogi memang masih terlalu muda untuk mengerti, tapi ia tahu, ayahnya tidak salah apapun.
"Flogi, ayahmu tidak salah. Kau harus percaya itu sampai akhir." Itulah pesan ibunya sebelum meninggalkan Flogi dan dunia untuk selamanya. Flogi menghela napas, ia masih percaya. Sungguh. Tapi, melihat betapa menyeramkannya monster-monster itu membuatnya harus berpikir ulang. Apa ayahnya memang benar-benar tidak bersalah?
Flogi menatap langit, mencoba menemukan secercah bintang jelmaan sang ibu. Bukankah mereka bilang orang meninggal akan menjadi bintang dan memperhatikan sisa-sisa kehidupannya dari atas sana?
"Flo, kau tahu pabrik besar Kenhill milik Mr. Flick? Aku pikir itu hanya pabrik perlengkapan biasa, ternyata... itu adalah pabrik senjata. Aku melihat semuanya. Mereka mengirimkan senjata ke Elf Squad. Itu sebabnya sekarang aku di sini." Ungkap Neil saat tadi Jun dan Flogi mengintrogasinya.
Flogi melirik Jun. Lelaki berambut putih itu tidak tampak terkejut sama sekali, seakan ia sudah mengetahui semua yang dikatakan Neil. Flogi menghela napas. "Lalu?"
"Sebenarnya... aku hanya mengikuti ayahku. Kau tahu kan kalau ayahku bekerja di pabrik itu? Aku juga sempat mendengar mereka membicarakan ayahmu." Neil diam sejenak saat melihat ekspresi dingin Flogi. "Flo, sepertinya ayahmu dalam masalah."
Kalimat terakhir Neil cukup membuat Flogi merasa cemas hingga kini. Flogi kembali menghela napas. Sepertinya ia memang harus mengikuti usulan Jun beberapa saat lalu.
***
Putih. Mungkin itulah yang akan pertama kali terlintas saat masuk ke dalam ruangan itu. Hampir semua ornamen dalam ruang itu berwarna putih, ditambah bau obat-obatan yang cukup menandakan bahwa ruang itu khusus ada untuk para pesakitan. Bukan pesakitan dalam penjara, tapi pesakitan yang sesungguhnya, yang harus dirawat untuk – setidaknya – memperpanjang kontrak kehidupan sang pesakitan di dunia.
Selyn salah satunya.
Gadis itu terbaring di sana. Ia tampak sangat lemah dan kurus. Kejadian beberapa hari yang lalu cukup membuat tubuhnya berantakan. Berbeda dengan Eren, ia hampir tidak terselamatkan saking kerasnya benturan yang ia alami. Beberapa organ dalam tubuhnya mengalami kerusakan. Itulah sebabnya ia belum juga bangun.
Eren memperhatikan gadis itu lekat. Hampir seharian ia berada di ruangan itu menemani Selyn yang sama sekali tidak menunjukkan tanda akan sadar. Rasanya ia hampir putus asa. Pikirannya ke mana-mana.
Eren menghela napas. "Selyn, bangunlah. Kumohon..." Ia berkata sambil menggenggam tangan Selyn. Mungkin ia berpikir dengan begitu Selyn akan benar-benar merasakan kehadiran Eren di sana, di sisinya. Menanti waktu Selyn yang kini sedang terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chemist Accident (TAMAT)
Fantasy"Hoaaammmm..." Terdengar sebuah suara yang mengagetkan mereka. Mata mereka terus menatap ke dalam gua. Sebuah bayangan berjalan mendekat ke arah mereka. Debaran jantung mereka semakin mengencang. Rasanya seluruh dunia mendengar debaran jantung mere...