24. Masa Lalu

10 4 0
                                    

Malam sudah berada di peraduan tertingginya, tapi gadis itu masih duduk termenung. Matanya terus memperhatikan laki-laki berambut putih yang masih terlelap di antara Neil dan Eren. Dirinya sendiri berada sedikit jauh di sebelah Neil. Mereka semua tertidur setelah sejak tadi terus berteriak meminta dibebaskan dari balik jeruji besi yang mengurung mereka. Tadi, tepat setelah Jun tidak sadarkan diri, para prajurit yang tersisa mengurung mereka berempat di dalam sel yang katanya bekas tempat Veer, pelaku sebenarnya dari tragedi sebelas tahun lalu.

Flogi terbangun setelah mendengar suara igauan Eren. Laki-laki itu baru diam setelah mendapat pukulan dari Neil di pantatnya. Sejak itu ia sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Entah mengapa pikirannya tidak bisa tenang. Ia memikirkan banyak hal. Mulai dari nasib ayahnya saat ini, hingga masalah-masalah lain yang sangat mengganggu ketenangannya.

Gadis itu terus saja memperhatikan Jun sampai akhirnya pandangannya tertutupi tubuh Neil yang sudah duduk dan melihat ke arahnya. "Ada apa?" Tanyanya pada sepupunya itu.

Neil menghadap Flogi sepenuhnya sambil sesekali menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. "Eum... Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

"Apa?"

"Aku ingin... minta maaf."

Flogi segera memusatkan seluruh perhatiannya pada Neil. Ia terkejut, tentu saja. Setelah semua perlakuan buruk Neil padanya selama hidup di rumah keluarga laki-laki itu, baru kali ini Neil mengatakan kata-kata mahal seperti permintaan maaf.

"Untuk apa?"

"Semua perlakuanku padamu sejak kematian Bibi Ara." Neil diam sejenak, memperhatikan perubahan ekspresi pada wajah Flogi yang sangat sulit dilihat.

"Kau tahu, sejak dulu aku sangat menyukai ibumu, tapi tiba-tiba saja dia sakit parah dan meninggal dengan menyedihkan. Aku dan keluargaku sangat terpukul, terutama ibuku. Kau pasti ingat kalau saat itu aku bahkan menangis lebih keras darimu yang merupakan anaknya. Mungkin orang-orang berpikir kalau akulah yang merupakan anak Bibi Ara, bukan kau." Neil tersenyum sinis. "Kau bahkan tidak menangis di depan mayat ibumu."

Jeda. Neil menghela napas.

"Lalu, aku tahu kalau bibi mulai sakit semenjak ayahmu ditangkap. Aku dan keluargaku membencinya. Dan kau... tingkah lakumu terlalu mirip dengan ayahmu. Itu membuat ibuku semakin kesal padamu."

Laki-laki itu menjeda penjelasannya lagi untuk melihat perubahan ekspresi Flogi. Ia menghela napas setelah tidak melihat apa pun. "Kalau kau bertanya dari mana aku mengetahuinya, aku tahu saat diam-diam mendengarkan pembicaraan ibu dan ayahku di malam ketika aku pulang terlambat karena melihat judi."

Neil tersenyum tipis, tipis sekali. "Aku sangat terkejut saat mendengar ibuku merasa bersalah padamu dengan semua perlakuan kasarnya selama ini. Dia... pada dasarnya tetap menyayangimu sebagai satu-satunya keponakannya."

"Aku tahu."

Neil menatap Flogi serius. Ia cukup terkejut dengan pernyataan Flogi. "Kau tahu?"

Gadis berambut pirang itu mengangguk dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Ia tersenyum tipis. "Aku masih ingat bagaimana bibi memperlakukanku sebelum kematian ibu. Aku juga masih ingat bagaimana kau memelukku malam itu."

Neil terdiam. Ia tidak menyangka jika Flogi masih mengingatnya. Ia pikir saat itu pikiran Flogi sedang benar-benar terkungkung dalam kesedihan hingga tidak mungkin mengingatnya. Ternyata ia salah.

Tentu saja ia sendiri masih mengingat malam sembilan tahun lalu itu. Malam setelah mayat Ara dikuburkan. Saat itu Neil terbangun di tengah malam karena sebuah suara yang sangat mengganggunya. Suara isak tangis tertahan yang terdengar begitu dekat dari kamarnya.

Chemist Accident (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang