"Lepaskan! Lepaskan aku! Lepaskan!"
Suara Neil terdengar menggema di aula bangunan semacam kastel itu. Di belakangnya, Flogi dengan tenang berjalan mengikuti arah ia akan dibawa. Kedua tangannya terikat, begitu pula dengan Neil. Itulah sebabnya sepupunya itu menjerit sejak tadi. Rasa malu laki-laki itu sepertinya sudah tidak begitu berguna, dan itu sangat menyebalkan untuk dilihat.
"Diam!" Seorang prajurit membentak Neil tepat setelah ia membuat Neil berlutut dengan paksa, begitu pula dengan Flogi.
"Ketua, dua orang ini memasuki ibu kota dengan cara yang mencurigakan. Mereka bahkan membawa senjata tajam dan pistol." Salah seorang dari mereka melaporkan kedua anak remaja itu. Flogi otomatis menoleh pada Neil ketika kata 'pistol' disebutkan. Ia memicingkan mata, memaksa penjelasan dari sorot matanya yang tajam. Neil hanya tersenyum sinis. Ia tidak menyangka senjata curiannya dari Elf Squad akan ditemukan dengan mudah oleh prajurit ibu kota ini.
Entah sejak kapan, Flogi tiba-tiba melihat sepasang kaki – lengkap dengan sepatu beratnya – berdiri tepat di depannya. Ia mendongak demi melihat pemilik sepatu itu. Seorang prajurit yang tampaknya memiliki gelar lebih tinggi sedang berdiri di sana. Flogi bisa langsung tahu kalau orang ini adalah si 'ketua' dari seragam yang dipakainya. Seragam itu hampir sama dengan yang dipakai Ketua Smith, hanya saja lambang badge di saku sebelah kiri dan kedua lengannya berbeda. Di sana terdapat gambar bunga Edelweiss yang kemudian ditumpuk dengan dua bilah pedang yang ditata seperti huruf X. Lambang itu menunjukkan kalau ia merupakan bagian dari Edel Squad, pasukan yang hanya bertugas di wilayah ibu kota.
Ketua itu terus memperhatikan Flogi dan Neil dengan tajam. Mungkin ia sedang memikirkan tentang apa yang akan dilakukan selanjutnya untuk menghukum anak-anak iseng yang dengan seenaknya pergi ke ibu kota tanpa pengawasan orang tua. Benar-benar masalah. Andai saja tadi Flogi cukup sabar menunggu keadaan, ia dan sepupu menyebalkannya tak akan berakhir di sini dengan mudah.
"Untuk sementara, masukkan mereka ke penjara. Ada banyak hal yang nanti harus kutanyakan pada mereka, termasuk..." Ia mengambil pistol Neil yang ada di tangan prajuritnya dan membolak-baliknya seperti mainan, lalu berjongkok tepat di hadapan Neil. "Bagaimana benda ini bisa ada pada mereka." Lanjutnya sambil tersenyum dengan cara yang cukup mengerikan untuk dikenang.
***
Sementara itu, Eren dan Jun masih harus berjuang menghindari beberapa monster yang tiba-tiba menghadang entah dari mana. Sialnya, mereka berdua sama sekali tidak membawa senjata ataupun vaksin untuk melenyapkan monster-monster itu. Hingga saat ini, yang bisa mereka lakukan hanya menghindar dan melajukan kuda yang mereka tumpangi dengan kencang. Namun, tampaknya itu juga cukup sulit, mengingat kuda yang tadi ditumpangi Eren harus mati karena serangan monster itu sehingga mereka harus rela berbagi kuda.
"Jun, lebih cepat lagi!"
"Aisshhh... kalau begini terus, monster gila itu akan mengikuti kita sampai kota." Tiba-tiba Jun berteriak ketika kepalan tangan Eren memukul kepalanya dari belakang. "Oi! Kau mau mati ya?!"
"Berhenti mengeluh dan cepat!" Eren balas menjerit. Masalahnya, sekarang ini jarak mereka terbilang cukup dekat dengan monster-monster itu. Eren hanya bisa terus memperhatikan mereka dengan tatapan ngeri, sedangkan Jun malah asyik mengomel tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk yang sejak tadi hanya berani Eren letakkan di dalam kepalanya.
HOAAAARRRRHHHHHHHH....!!!!!
Eren membelalakkan mata ketika tiba-tiba salah satu monster itu tumbang begitu saja. Ia semakin terkejut saat beberapa detik kemudian monster lain mulai berjatuhan.
"A-apa itu? Jun, berhenti!"
"Ha? Apa kau sudah gila?!"
"Kenapa kau selalu mendebatku? Sudah menurutlah!"
Dengan sangat terpaksa dan sebal, Jun menghentikan laju kudanya. Ia menoleh ke belakang dan terkejut saat semua monster yang mengejar mereka perlahan menguap menjadi debu.
"Apa yang terjadi?" Jun terheran-heran.
"Itulah yang sejak tadi kupikirkan." Tepat setelah Eren menanggapi keheranan Jun, seorang laki-laki mendarat di hadapan mereka dengan santai.
"Kalian baik-baik saja?" Tanyanya.
Wajah Jun seketika berubah ceria. "Kapten Lenon!"
Eren menatap takjub alat yang terpasang di samping kiri kanan pinggang kapten bernama Lenon itu. Eren bisa melihat saat tadi Kapten Lenon dengan mudahnya bergerak bebas di antara pohon-pohon dan juga tubuh besar para monster menggunakan jangkar dan tali yang keluar secara otomatis dari alat yang dipakainya. Laki-laki itu kemudian dengan keren menebas kepala mereka menggunakan pedang besar yang dibawanya. Ia menelan ludah. Apa Elf Squad memang sekeren ini?
***
Flogi memperhatikan sekitarnya. Sel, besi, ruangan gelap, bau, kotor. Hanya itu yang bisa ia lihat. Ah, ada lagi. Seorang remaja laki-laki berambut pirang yang wajahnya sedikit mirip dengannya, Neil. Tampaknya sepupunya itu lebih menderita daripada dirinya sendiri. Itu wajar. Ikatan yang ada pada Neil sedikit berbeda dengan Flogi. Jika Flogi hanya diikat di bagian tangan, maka Neil harus berterimakasih dengan ikatan di kedua tangan dan kakinya. Flogi menebak, itu dilakukan untuk menghindari akal cerdik Neil dalam melarikan diri. Tentu saja, lelaki itu memang sangat terkenal dengan cara liciknya saat kabur.
"Aku bisa gila jika seperti ini terus." Neil menggerutu. Lagi.
"Flo, apa kau memang sama sekali tidak bisa bergerak? Kau bisa menggunakan kakimu untuk membuka ikatannya." Lagi.
"Hei, apa kau tuli? Aku sedang bicara denganmu." Lagi dan lagi. Flogi menghela napas. Ia heran, bagaimana bisa orang ini begitu cerewet?
Ia menghela napas. "Berhentilah bicara. Kau hanya membuang-buang energimu."
"Apa? Hei, setidaknya pikirkanlah cara keluar dari sini. Bukankah kau ini jenius?"
Flogi menatap Neil dengan sebal. Ia hampir saja mengumpat jika tidak tiba-tiba merasa terganggu dengan suara pintu terbuka dan langkah kaki yang mendekat. Baik Flogi maupun Neil pun secara otomatis memperhatikan luar jeruji besi tempat mereka terkurung. Benar saja, tidak lama kemudian muncul dua orang prajurit di depan sel mereka. Salah seorang di antaranya membawa seberendel kunci.
Neil tersenyum. "Apa kalian akan membebaskan kami?"
Prajurit itu tersenyum sinis. "Jangan berharap terlalu banyak."
"Mungkin kalian akan menjadi santapan beruang peliharaan Ketua berikutnya."
Neil menelan ludah. "Sepertinya ini buruk."
***
Haloooo~~~
Selamat membaca! Jangan lupa sempatkan diri mengklik vote yaaa~~~
Hmmmm komen juga boleh. ^_^
~Idzanami19
KAMU SEDANG MEMBACA
Chemist Accident (TAMAT)
Fantasy"Hoaaammmm..." Terdengar sebuah suara yang mengagetkan mereka. Mata mereka terus menatap ke dalam gua. Sebuah bayangan berjalan mendekat ke arah mereka. Debaran jantung mereka semakin mengencang. Rasanya seluruh dunia mendengar debaran jantung mere...