16. Pulang

58 7 6
                                    

Kereta itu bergerak dengan semestinya, tapi hening. Semua penumpangnya terdiam. Tak ada yang berani bicara, bahkan Neil yang selalu suka menanyakan banyak hal pun kali ini hanya diam. Terlihat jelas bagaimana ekspresi mereka tergambar.

Takut.

Ekspresi itu tercetak jelas di wajah mereka. Kejadian tadi cukup membuat mereka tidak bernafsu melakukan apapun, termasuk bicara. Jun sudah membuat mereka benar-benar bungkam dan ia memahami itu semua. Lagipula, siapa yang tidak takut melihat seseorang yang tiba-tiba berubah menjadi monster seperti dirinya? Ia menghela napas untuk kesekian kalinya. Namun, tiba-tiba ia tampak terkejut saat sebuah tangan menyentuh bahunya dengan lembut. Ia menoleh dan mendapati wajah tersenyum milik Flogi. Iya, Flogi.

"Tidak apa-apa. Jangan merasa bersalah." Ucap Flogi dengan senyum yang sebelumnya tak pernah ia tunjukkan kepada siapa pun.

Jun tertegun. Perlahan, ia mulai tersenyum. "Iya."

Eren memperhatikan semua itu dalam diam. Ia sama sekali tak berani bersuara meski rasa penasarannya terus memuncak. Setiap ingin bertanya, mulutnya tiba-tiba terkunci begitu saja. Pada akhirnya, ia hanya mengalihkan pandangannya ke arah jalanan di luar sana. Mencoba menghindari segala rasa penasaran yang terus berusaha mencekiknya.

"Wahhh..." Eren terperangah melihat pemandangan di hadapannya. Sebuah bangunan megah dengan tumbuh-tumbuhan yang menghiasi kanan-kirinya ada di depan sana. Begitu pun semua orang yang ada di dalam kereta kuda itu.

Perlahan, Jun menengadah. Menatap bangunan indah di hadapannya dengan sendu. "Ayah, aku pulang."

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Flogi, Eren, dan Neil berkumpul dalam sebuah kamar mewah. Setelah perjalanan panjang dari benteng luar Kota Edelweiss, mereka disilakan untuk istirahat di ruangan mewah ini. Tentu saja, semua itu karena Jun, si pangeran berambut putih. Meski begitu, tampaknya mereka bertiga tidak begitu menikmati ruangan mewah itu. Terlihat jelas dari wajah tegang yang mereka tunjukkan, terutama Eren.

"Jadi, kau sudah tahu?" Eren bertanya dengan dingin.

Flogi mengangguk. Seperti biasa, ia tidak menunjukkan banyak ekspresi.

Eren menatap Flogi tajam, "termasuk fakta bahwa dia monster?"

"Tentu saja tidak." Tanpa sadar, Flogi menjawab dengan lantang. Ia menatap lurus Eren. "Dia bukan monster, Eren."

Eren tersenyum sinis. "Siapa yang bisa memastikan kalau dia bukan monster? Kau? Atau ayahmu, si ilmuwan yang dengan bodoh menciptakan buku petaka itu?"

Brakkkkk!!!!

Neil terkejut ketika tiba-tiba melihat Eren terhuyung dan menabrak meja di belakangnya setelah Flogi mendorong Eren. Flogi marah. Ia benar-benar marah.

"Ayahku bukan pelakunya, Eren. Buku itu juga bukan ciptaan ayahku!" Ujarnya sambil menatap Eren dengan mata berkaca-kaca.

Eren berdiri, ia menata kembali meja yang berantakan karena terdorong olehnya. "Apa kau juga bisa memastikan itu, Flo? Monster-monster itu bahkan sudah ada sebelum kau lahir. Bagaimana kau bisa memastikannya? Kau hanya mengatakan apa yang kau inginkan, bukan faktanya."

"Eren." Eren menoleh ketika ia merasakan Neil menyentuh bahunya dan menggelengkan kepala, menyuruhnya untuk berhenti. "Dia menangis." Bisik Neil.

Eren pun segera melihat Flogi. Ia terdiam. Flogi benar-benar menangis. Flogi duduk di sudut ranjang sambil menatap kakinya. Terlihat jelas air matanya menetes dari sudut mata birunya. Eren menghela napas, lalu menghampiri Flogi dan menepuk-nepuk bahunya.

"Maafkan aku. Aku sudah keterlaluan."

"Rambut Putih." Eren dan Flogi pun otomatis menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara Neil. Benar saja, Jun sudah berdiri di sana – lengkap dengan pakaian kebesarannya.

 Benar saja, Jun sudah berdiri di sana – lengkap dengan pakaian kebesarannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jun mendekati ketiganya dengan senyum yang sangat canggung. "Hai, apa... kalian beristirahat dengan nyaman?"

Eren mendengus. "Apa menurutmu kami terlihat nyaman? Kami berada di kandang orang yang telah menipu kami." Ujarnya sinis.

"Maaf. Aku tidak bermaksud menyembunyikan ini dari kalian. Hanya saja..."

"Hanya saja apa? Kau menunggu waktu yang tepat untuk menghabisi kami dengan kekuatan anehmu dan gelar pangeranmu itu?"

"Eren!" Flogi menatap Eren kesal. "Sebenarnya kau ini kenapa?"

Jun tersenyum maklum. "Tidak apa-apa, Flo." Ia berjalan mendekati Eren dan berhenti tepat di hadapannya sambil tersenyum lebar seperti biasa. "Hei, kau masih belum percaya padaku, kan? Tentu saja kau tidak akan percaya padaku, bahkan meski aku sudah memakai pakaian seperti ini sekali pun. Apa kau akan percaya jika sudah bicara dengan ayahku?"

"Apa maksudmu?"

Jun berbalik menghadap Flogi dan Neil. "Flo, kau ingat permintaanku, kan? Sekarang ayahku sedang menunggu kalian di aula. Seperti yang kalian lihat, aku hanya pangeran tidak berguna. Jadi, aku tidak akan bisa banyak membantu. Kuharap kalian bisa meyakinkan ayahku agar bisa membebaskan Levine."

"Ya-yang kau maksud dengan 'ayahmu' itu berarti raja, kan?" Neil bertanya dengan was-was.

"Tentu saja, aku kan pangeran." Jun tersenyum lebar. "Ayo, ikuti aku ke aula." Lanjutnya, lalu berjalan keluar ruangan.

Neil terperangah. "Wah, aku bisa bertemu raja? Flo, bukankah ini menarik? Dia bilang, ayahmu juga bisa dibebaskan!"

"Jangan terlalu berharap, Neil. Edelweiss tidak semudah itu mengeluarkan tahanan." Ucap Eren sambil berjalan keluar ruangan diikuti Flogi. Neil pun mengikuti keduanya setelah sebelumnya menelan ludah dengan susah payah.

***

Selamat membaca~~~

~Idzanami19

Chemist Accident (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang