Ruangan itu seperti gudang penyiksaan. Segala bentuk alat siksa tersedia di ruangan yang cukup luas itu. Melihat sekilas saja, keduanya sudah mengerti: tidak lama lagi mereka akan mencicipi beberapa alat di sana. Membayangkannya saja cukup membuat Neil meringis. Pasti sakit sekali.
Tubuh Neil dan Flogi tidak jauh berbeda dengan saat berada di sel. Bedanya, ada kursi yang menjadi penopang tubuh lelah mereka. Sisanya sama, tangan dan kaki mereka terikat. Rumor bahwa Edel Squad suka menyiksa tersangka tampaknya bukan hanya sekadar rumor.
"Jadi... kalian sudah sadar alasan kalian ada di sini?" Suara ketua – yang masih belum mereka ketahui namanya itu – menggema dalam ruangan. Neil dan Flogi pun segera memusatkan perhatian mereka ke arah si pemilik suara.
Plakkkk!!!
Neil memejamkan mata, menahan sakit di kedua pahanya. "Sialan..." Bisiknya.
"Apa katamu??!!"
Plakkkk!!!
Lagi. Prajurit di sebelah Neil menghempaskan cambuk ke pahanya.
"Neil!" Tanpa sadar Flogi menjerit saat cambukan selanjutnya kembali dihempaskan. Dengan marah, ia menatap si ketua. "Hentikan! Kau menyakitinya!"
Si ketua tersenyum. Senyum yang cukup mengerikan, bahkan mungkin lebih mengerikan dari tawa Guru Hans yang selalu ditakuti Eren. Ah, Eren. Bagaimana kabar si penakut itu sekarang? Apa ia baik-baik saja? Neil tersenyum miris. Di saat seperti ini, bagaimana bisa ia malah mengingat musuh bebuyutannya di sekolah?
Flogi menjadi cukup waspada ketika tiba-tiba si ketua berjalan mendekatinya, lalu menyentuh dagunya sambil menatapnya tajam. Pria berkulit kecoklatan itu lagi-lagi tersenyum meremehkan.
"Yah... sepertinya kau lebih bisa diajak bicara daripada anak laki-laki ini." Ucapnya setelah melepaskan pegangannya pada dagu Flogi. "Baiklah, sekarang katakan padaku. Apa yang membuat anak-anak kecil seperti kalian pergi ke ibukota tanpa pengawasan?"
"Memangnya kenapa kalau kami ke ibukota kerajaan kami sendiri?! Kau siapa? Kau sama sekali tidak berhak mengatur kami!"
Plaakkkkk!!!
Neil kembali menjerit tepat setelah ia menyelesaikan kalimatnya. Tampaknya prajurit di sebelahnya memiliki dendam tersembunyi padanya. Buktinya, sejak tadi prajurit itu terlihat sangat gatal ingin terus menyiksa Neil.
Flogi memejamkan matanya sejenak, sekadar untuk menahan gejolak emosi yang entah sejak kapan mulai merasuki kesadarannya. "Levine Levinson. Kami sedang mencarinya." Ujarnya sambil menatap tajam si ketua.
Tiba-tiba si ketua menghampiri Flogi sambil mengernyit. "Apa katamu tadi?"
"Kami ingin menemui Levine Levinson." Flogi mengulang kalimatnya dengan yakin. Ia tidak sadar dengan perubahan air muka si ketua yang memerah.
Plaaakkkk!!!
Neil membelalakkan mata. Bukan karena sakit yang sebelumnya ia rasakan, tapi karena kali ini si ketua sendiri yang turun tangan. Lebih-lebih karena bukan dirinya yang terkena pukulan, melainkan Flogi. Perempuan es itu.
Flogi terjatuh dengan kursi yang ia duduki. Darah segar terlihat jelas di ujung kiri bibirnya. Pukulan itu benar-benar sangat keras. Flogi mengernyit menahan perih.
"Katakan sekali lagi. Kau mau apa?" Tanya si ketua sambil menekan kedua pipi Flogi dengan kasar. "Gadis ini benar-benar ingin mati rupanya."
"F-Flo, kau tidak apa-apa?"
Plaaakkkk!!!
Neil kembali berteriak. Ia menatap prajurit di sebelahnya dengan kesal, sedangkan prajurit itu tersenyum mengejek. Neil menggeram. Ia benar-benar merasa marah. Ia ingin bicara lagi. Mulutnya sudah terbuka ketika tiba-tiba ia mendengar Flogi menjerit kesakitan. Neil pun segera menoleh untuk melihat Flogi. Si ketua sialan itu dengan seenaknya menarik rambut Flogi untuk mengembalikan posisi kursi seperti semula. Ia menggunakan rambut Flogi. Bukan melalui kursi itu, tapi rambut! KETUA PSIKOPAT!
KAMU SEDANG MEMBACA
Chemist Accident (TAMAT)
Fantasy"Hoaaammmm..." Terdengar sebuah suara yang mengagetkan mereka. Mata mereka terus menatap ke dalam gua. Sebuah bayangan berjalan mendekat ke arah mereka. Debaran jantung mereka semakin mengencang. Rasanya seluruh dunia mendengar debaran jantung mere...