25. Berusaha Kabur

9 4 0
                                    

Langkah kaki itu terdengar buru-buru. Langkahnya terhenti begitu ia sampai pada tempat pria bermahkota itu berada. Si pemilik langkah itu berlutut, memberi hormat pada sang tuan.

"Yang Mulia."

"Aku sudah mendengar tentang serangan di Elfados. Jadi, pelakunya benar-benar anak-anak itu?"

"Anak-anak itu sudah ditahan sesuai perintah Yang Mulia."

"Bagaimana dengan Junior?"

"Beliau ikut ditangkap bersama yang lain setelah dibuat tidak sadarkan diri."

"Dia masih saja belum bisa mengendalikan emosinya." Tangan Albert mengepal kuat. "Berapa korbannya?"

Kapten Lenon terdiam sejenak, seakan berusaha menimbang kata-kata yang harus ia ucapkan. "Tiga orang prajurit meninggal. Dua belas luka parah, termasuk Kapten Rexy."

Pria empat puluh lima tahun itu menghela napasnya yang terasa berat. Lagi dan lagi, ia harus mendengar putranya membunuh dan menyakiti orang. Ia tidak pernah menyalahkan putranya akan semua yang terjadi karena pada dasarnya ia menyalahkan dirinya sendiri. Sejak dulu, ia hanya menginginkan kesehatan putranya, tetapi semua berakhir dengan sebuah tragedi. Putranya berakhir menjadi seorang berkekuatan monster yang bisa dengan mudah membunuh orang lain jika emosinya sudah menguasai. Tak terhitung berapa banyak yang menjadi korban. Meski begitu, ia tahu, putra semata wayangnya itu selalu menangis diam-diam dalam gelap yang menggelayutinya.

"Yang Mulia, apa perintah selanjutnya?"

Albert kembali menghela napas. "Biarkan mereka. Aku ingin melihat apa yang akan dilakukan Junior dalam situasi ini."

Kapten Lenon mengangguk.

"Di mana Levine? Apa obatnya sudah siap?"

"Dia bilang tinggal dua puluh persen lagi."

Pria bermahkota itu menunjukkan senyumannya meski hanya sekilas.

***

Braakkkk!!!

Braakkkk!!!

Braakkkk!!!

"Ahh...!!!"

Jun dan Neil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Eren yang benar-benar tidak berguna. Bagaimana tidak? Sudah sejak bermenit-menit yang lalu Eren berusaha mendobrak pintu sel mereka yang terbuat dari jeruji besi itu. Laki-laki jangkung itu terus melakukannya, lalu pada akhirnya menjerit kesakitan sendiri. Benar-benar tidak berguna.

"Kenapa besi ini sangat keras? Menyebalkan!" Lagi. Eren mengatakannya untuk yang kesekian kali.

"Oi, Eren. Bukankah lebih baik kau diam dan istirahat saja? Lagipula mereka belum melakukan apa pun pada kita." Itu Neil yang sudah mulai bosan dengan tingkah musuh yang entah sejak kapan menjadi temannya itu.

"Dan membiarkan diri kita terkurung di sini begitu saja? Sampai kapan? Sampai mereka benar-benar menyakiti kita atau menjatuhkan hukuman mati pada kita? Hei, kau tahu aku hanya ingin hidup dengan tenang setelah lulus sekolah, tapi bahkan belum juga lulus, aku sudah berada di dalam masalah seperti ini."

"Mereka tidak akan berani menyakiti kita lebih dari ini, Eren..."

"Bagaimana kau bisa membuktikan itu, Jun? Kau sendiri sekarang sedang dipenjara bersama kami." Eren menatap Jun tajam. Ia benar-benar sedang tidak bisa menahan emosinya saat ini.

Jun menghela napas. Mata abu-abu pekatnya membalas tatapan Eren. Mereka berdua tetap saling bertatapan sampai tiba-tiba sebuah tangisan berhasil mengalihkan tatapan keduanya menuju asal suara itu.

Chemist Accident (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang