H12 - 02

22 0 0
                                    

Keesokan harinya, Devan datang ke rumah Gitta. Dia membawa makanan untuk sarapan. Tapi, gadis itu masih tidur. Jadi, Biggy yang membukakan pintu.

"Hai, Biggy! Anak baik, kau sangat terlatih." Devan mengusap kepala Biggy.

Biggy sangat senang dengan kedatangan Devan. Mereka sangat akrab.

"Kita harus sarapan, mana ibumu?" Tanya Devan. Yang dia maksud adalah Gitta.

"Jangan bilang, dia masih tidur." Devan mengetuk pintu kamar Gitta. "Hei, calon istri? Kau akan tetap terbaring seperti itu saat calon suamimu datang?"

Pria itu melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 9. "Gitta?"

Pintu kamar Gitta terbuka. Gadis itu keluar dengan rambut berantakan seperti singa.

"Oh, sepertinya aku baru saja membangunkan singa yang tertidur," gumam Devan.

Biggy menggonggong kecil.

Setelah Gitta mandi, mereka pun sarapan bersama. Begitu pun dengan Biggy.

"Bagaimana jika kita pergi berjalan-jalan ke taman hari ini?" Ajak Devan.

Gitta mengangguk semangat. Mereka membawa Biggy. Gitta harus mengikatnya. Pasangan itu berjalan-jalan di taman kota. Ada banyak pasangan di sana.

Devan dan Gitta duduk di bangku mereka menikmati es krim. Biggy juga mendapatkan es krim dalam cup.

"Kapan kita akan menikah?" Tanya Gitta tiba-tiba.

Pertanyaannya membuat Devan menoleh padanya. "Apa tidak terlalu buru-buru? Pekerjaan kita sangat berisiko. Aku takut anak-anak kita berada dalam bahaya."

Gitta menatap Devan dengan tatapan curiga. "Apa kau benar-benar mencintaiku?"

"Jika aku tidak mencintaimu, mana mungkin aku mau melompat dari ketinggian, sementara kau tahu kalau aku sangat fobia terhadap ketinggian," ucap Devan.

Gitta masih menatap curiga pada pacarnya itu. Devan memutar bola matanya.

"Apa kau mencurigaiku? Kau mencurigai pacarmu sendiri?" Tanya Devan.

Gitta tertawa. "Aku hanya mencoba mengintimidasimu. Kau tidak bisa terintimidasi ternyata."

Devan tersenyum melihat Gitta yang tertawa. Gadis itu masih terlihat cantik meskipun sedang tertawa terbahak-bahak seperti itu. Meskipun sedikit kasar, Gitta kadang berubah menjadi gadis yang manja.

Tiba-tiba pria itu mengecup bibir Gitta. Gadis itu terdiam sesaat. Dia menatap Devan dengan tatapan membeku. Biggy bangun dari duduknya. Dia menjadi saksi mata.

Devan kembali mencium bibir Gitta. Biggy melompat ke tengah-tengah mereka. Tampaknya anjing itu tidak rela ibunya dicium sembarangan seperti itu oleh Devan.

Setelah dua minggu menikmati cuti, Devan dan Gitta kembali diaktifkan. Mereka mendapatkan misi lagi dan kembali dalam satu tim.

"Minggu lalu aku mengirimkan Gloria dan Rizwan ke New York untuk misi. Tapi, sampai sekarang mereka belum kembali. Tak ada kabar apa pun," ucap Rudi.

Devan dan Gitta mendengarkan Rudi.

"Aku akan mengirim kalian ke sana untuk memastikan apakah mereka masih hidup atau sudah meninggal. Jika mereka sudah meninggal, kalian harus menggantikan mereka untuk menyelesaikan misi ini," kata Rudi.

Devan dan Gitta mengangguk. "Baik, Pak."

"Jika Gloria dan Rizwan benar-benar tewas, inilah rincian tentang misi kalian." Rudi menyalakan layar besar di depan mereka.

Terpampang foto seorang gadis cantik di layar. Ada dua orang wanita di belakangnya dengan senjata di balik jaket mereka.

"Dia Vionna Waverlyn, wakil ketua geng api. Apa kalian pernah mendengarnya? Dia cukup terkenal di dunia gelap. Selain karena cantik, dia juga sangat kuat tentunya," ucap Rudi.

Tampaknya Devan dan Gitta tidak mengenali perempuan itu.

"Meskipun dia berwajah asing, sebenarnya dia orang Indonesia. Organisasi gelapnya menjual narkoba, senjata ilegal, dan organ-organ tubuh manusia. Kejam sekali, bukan?" Rudi menoleh pada Devan dan Gitta.

"Apa dia bekerja sama dengan gangster lain?" Tanya Devan.

"Tidak, geng api adalah geng mandiri yang dibuat oleh pamannya yang merupakan ketua geng api, Simon Anderson. Simon juga berkewarganegaraan Indonesia sebelumnya. Dia pergi ke New York dan mengubah namanya." Foto beralih pada pria paruh baya yang sebagian besar rambutnya beruban.

Rudi menyerahkan dua buah map coklat pudar pada Devan dan Gitta.

"Tugas kalian adalah menangkap gadis ini. Dia lebih berbahaya dari Simon. Terserah mau dia ditangkap dalam keadaan hidup atau mati, tapi aku mohon cari dulu Gloria dan Rizwan," kata Rudi.

"Baik, Pak."

Devan dan Gitta kembali ke rumah masing-masing. Mereka harus mempelajari misi baru tersebut.

Keesokan harinya, Gitta pergi ke rumah Royce untuk menitipkan Biggy. "Permisi."

Ibunya Royce yang membukakan pintu. "Hai, Gitta. Apa kau mau sarapan bersama kami?"

Gitta melihat keluarga Royce sedang makan bersama. Royce melambaikan tangannya. Gitta hanya tersenyum sambil menggeleng. Dia berbicara sebentar dengan ibunya Royce dan berniat menitipkan Biggy padanya seperti biasa.

"Ini makanannya, ini vitamin dan susunya. Lalu ini sedikit untuk bahan dapur." Selain membawa kebutuhan Biggy, Gitta juga memberikan beberapa lembar uang pada ibunya Royce.

"Tapi, ini terlalu banyak."

"Tidak apa-apa, sepertinya aku akan sedikit lama di luar kota," kata Gitta.

"Pekerjaanmu sepertinya menuntutmu untuk terus-menerus ke luar kota. Tidak apa-apa kau sering menitipkan Biggy. Poly jadi memiliki teman sekarang," kata ibunya Royce. Poly adalah anjing mereka.

Gitta tersenyum. "Terima kasih atas pengertiannya, Bu. Saya pamit."

Hari itu juga Gitta dan Devan diterbangkan ke New York. Dalam perjalanan, Gitta tertidur, sementara Devan mempelajari misinya berulang-ulang.

Sesampainya di New York, mereka memulai misi dengan menyewa sebuah hotel seperti yang tertulis dalam map coklat tersebut. Keduanya harus berperan sebagai suami istri.

Mereka menggunakan identitas palsu. Nama baru mereka adalah David Robinson dan Grace Robinson.

Di dalam hotel, Devan dan Gitta membakar map coklat tersebut, karena misinya sudah tertampung di dalam kepala.

Dalam waktu tiga hari lagi Vionna akan datang ke hotel tersebut untuk mengadakan pesta ulang tahun pamannya. Devan dan Gitta memiliki waktu untuk mempersiapkan diri menangkap mereka semua.

Sambil menjalankan misi, keduanya juga mencari informasi mengenai keberadaan Gloria dan Rizwan. Tapi, sampai saat ini pun mereka tidak mendapatkan kabar apa pun.

Devan sedang duduk sambil membuat kotretan, sementara Gitta duduk di ranjang sambil memperhatikan pria itu. Dia tersenyum kecil membayangkan bagaimana rasanya kalau mereka sudah menikah suatu hari nanti.

Devan menoleh pada Gitta. Gadis itu segera mengubah ekspresinya menjadi datar. Devan tersenyum.

"Kalau kau mengantuk, tidurlah. Aku akan tidur di sofa."

"Baiklah, selamat malam."

🌹🌹🌹

20.50 | 12 Maret 2021
By Ucu Irna Marhamah

H-12 : CATCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang