🌹🌹🌹
"Love is when the other person’s happiness is more important than your own."
🌹🌹🌹
Vionna duduk di kursi kebesarannya. Dia tampak berpikir memutar otaknya. Kejadian barusan telah menewaskan para bodyguard-nya. Sangat sulit mencari bodyguard perempuan saat ini.
"Nona." Salah seorang bodyguard memberikan sebuah map berwarna hijau.
Vionna membukanya. Isinya adalah biodata mengenai Andini Sumawan yang tidak lain adalah identitas samaran Gitta.
"Dia hanya seorang mahasiswi biasa pindahan dari Indonesia," kata bodyguard.
Vionna tersenyum sinis. "Kita lihat, apakah besok dia masuk ke kampus atau tidak."
Sementara itu....
Gitta belum bisa kembali ke rumah Sarah melihat lukanya masih belum kering. Dia saat ini masih berada di tempat persembunyian bersama Xander. Gadis itu melihat Xander menyalakan api di pembakaran.
"Kau suka marshmello?" Tanya Xander.
Gitta mengangguk.
Xander memberikan marshmallow yang sudah ditusukkan ke tusuk sate pada Gitta. Gadis itu menerimanya.
"Kau seperti anak kecil. Padahal tubuhmu besar dan kuat," ledek Gitta.
Xander duduk di samping Gitta. Mereka memanggang marshmallow tersebut di tempat pembakaran lalu memakannya.
"Terkadang kita melakukan hal yang seharusnya dilakukan sewaktu kecil, kenapa? Karena waktu kecil kita tidak sempat melakukannya," kata Xander.
Gitta mencerna ucapan Xander. Dia melihat luka di tubuh pria itu. "Sepertinya kau melewati masa kecilmu dengan penuh kesulitan."
Xander menunjuk luka di leher dan dadanya. "Mungkin kau mengira ini bekas luka tembakan. Ini adalah bekas luka sundutan rokok."
Gitta memperhatikan tubuh pria yang bertelanjang dada itu sesaat kemudian mengalihkan pandangannya.
"Ayahku tidak menginginkan kehadiranku, dia mencoba membunuhku berkali-kali," sambung Xander.
Gitta menunduk. "Sekarang kau bisa berdiri dengan kedua kakimu sendiri tanpa memerlukan bantuan ayahmu lagi."
Xander menoleh pada Gitta. "Iya."
"Kau membawa motorku atas instruksi Royce?" Tanya Gitta.
"Kau meninggalkan motormu di pinggir jalan." Tatapan Xander tertuju pada motor Gitta yang tadi dia gunakan untuk menyusul Gitta ke gedung terbengkalai dan membawanya kembali ke tempat persembunyian.
Tiba-tiba alat komunikasi mereka terhubung dengan Royce.
"Dua menit yang lalu Vionna mencari tahu informasi tentangmu, Gitta. Dia mengunduh berkas identitas palsumu. Sepertinya dia mulai mencurigaimu," kata Royce di seberang sana.
Gitta terdiam untuk sesaat. Xander menatap Gitta yang tampak begitu serius.
"Aku akan menanganinya, Royce. Kau tak perlu khawatir." Tampaknya suasana hati Gitta membaik setelah mengetahui bahwa Devan masih hidup.
Melihat senyuman Gitta, Xander juga tersenyum tanpa sadar.
"Namun, ada kabar duka. Gloria tewas ditembak bom peluru oleh bodyguard Vionna," ucap Gitta dengan nada penuh penyesalan. "Ini salahku, aku tidak sempat menyelamatkannya."
"Jangan menyalahkan dirimu, Gitta. Apa yang terjadi pada Gloria bukan salahmu, itu takdir. Sekarang kembali fokus ke dalam misi," ucap Royce.
"Aku berhasil mendapatkan senapan bom peluru milik bodyguard Vionna. Aku akan mengirimkannya ke lab ARN. Kalian harus segera memeriksanya dan segera beri tahu hasilnya," kata Gitta.
"Tentu, akan kami lakukan."
Gitta menoleh pada Xander yang sedang menatapnya. "Ke-kenapa kau menatapku begitu?"
Xander tersadar dari lamunannya. "Hm?"
"Kau tidak mau mengatakan sesuatu?" Tanya Gitta.
Xander baru sadar. "Oh, iya... Royco... aku sudah merancang gedung aula sesuai dengan rencana A. Kemarin orang kepercayaan Vionna datang untuk meminta denah gedung baru tersebut dariku. Aku memberikan denah palsu padanya. Gedung itu akan segera selesai dalam waktu 2 minggu."
Gitta terlihat sedih. Dua minggu bukanlah waktu yang sebentar. Dia ingin segera membawa Devan kembali sebelum Vionna benar-benar membunuhnya kali ini.
"Baiklah, apa kalian sudah mendapatkan kabar tentang Devansa Hermawan?" Tanya Royce.
Xander melirik Gitta yang tidak menjawab. Akhirnya Xander yang menjawab, "Dia masih hidup. Kami melihatnya berada dalam mobil Vionna."
"Setidaknya ini kabar bagus, karena Devan masih hidup." Di seberang sana Royce segera mengunci titik merah milik Devan.
"Tapi, ada satu masalah di sini," sanggah Xander.
"Masalah apa?" Tanya Royce.
"Gloria menjadi mata-mata ganda ARN dan geng api. Bagaimana jika Devan juga...." Xander tidak melanjutkan kata-katanya. Dia tidak ingin membuat perasaan Gitta semakin hancur.
"Semoga tidak, Devan pasti berada di pihak kita. Oh, ya... aku akan menghubungi informan kita di New York. Kalian datang ke alamat yang aku kirimkan besok malam. Saat bertemu dengan pria bermata satu, katakan 'Halo, di Jakarta ada Monas,' itu kata sandinya. Dia akan menjawab, 'Hai, di rumahku ada Candi Borobudur.' Mengerti?"
"Baik, terima kasih, Royco."
Xander mengusap kepala Gitta kemudian berdiri dan mengambil komputer tabletnya untuk mengecek lokasi yang dikirimkan oleh Royce.
Gitta beranjak dari tempat duduknya. Dia memakai kemeja Xander yang menyelimutinya lalu menaiki motornya.
Xander menoleh. "Kau mau kemana? Lenganmu masih terluka."
"Besok aku (Dini) harus pergi ke kampus. Jika tidak, Vionna akan mencurigaiku. Bukan tanpa alasan dia mencari tahu tentang Andini Sumawan. Dia pasti sudah mencurigaiku. Dia tidak akan menghabiskan waktunya hanya untuk memeriksa seorang mahasiswi biasa," ucap Gitta.
"Kau benar juga, tapi lebih baik kau berangkat dari sini saja besok. Kalau kau pulang ke rumah Sarah sekarang, orang-orang di sana akan mencurigaimu," ujar Xander.
Gitta tampak berpikir. "Kau tinggal di sini?"
Xander mengangguk. "Ya, selama menjadi arsitek dadakan, aku tinggal di sini."
Gitta mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tempat tersebut lebih pantas disebut gudang daripada rumah persembunyian.
Gadis itu pun mengangguk. "Baiklah."
🌹🌹🌹
06.48 | 12 Maret 2021
By Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
H-12 : CATCH
ActionDevan dan Gitta diperintahkan ARN untuk menangkap penjahat internasional yang berkewarganegaraan Indonesia di New York, yaitu seorang gangster yang terkenal berbahaya. Mereka terjebak dalam situasi yang sulit. Di mana Devan mengorbankan dirinya unt...