H12 - 14

15 2 0
                                    

Xander sedang melihat para pekerja bangunan. Seseorang menghampirinya. "Tuan Dimas Aditya, Nona Vionna Waverlyn ingin menemui anda."

Xander mengangguk. Dia berlalu ke ruangan di mana Vionna berada.

"Duduklah," ucap Vionna.

Xander duduk berhadapan dengan wanita cantik itu. Vionna menatapnya kemudian tersenyum. "Kau yang merancang bangunan dan mengawasi kinerja para pekerja bangunan. Itu pekerjaan yang cukup berat."

"Aku sudah terbiasa dengan pekerjaan ini," ujar Xander.

"Kudengar kau berasal dari Indonesia," ucap Vionna setengah bertanya. Dia menggunakan bahasa Indonesia untuk pertama kalinya.

"Iya." Xander mengangguk.

"Ayahku berasal dari Indonesia juga, tapi dia sudah mati. Jadi, aku tinggal di sini bersama mendiang pamanku. Jika para penjahat itu tidak membunuhnya, mungkin saat ini dia masih bersamaku," curhat Vionna.

"Aku turut berduka dengan kepergiannya," kata Xander.

"Aku punya penggantinya, seorang pria Indonesia yang tampan dan sekarang dia menjadi pacarku," ucap Vionna.

Di tempat lain, Gitta terkejut mendengar ucapan Vionna dari alat komunikasi di telinga Xander yang terhubung dengannya.

Vionna tersenyum. "Kau tidak terlihat seperti orang Indonesia. Kau seperti orang luar."

"Aku orang Indonesia." Xander tersenyum santun.

"Kapan bangunanku selesai?" Tanya Vionna.

"Sekitar satu minggu lagi," jawab Xander.

"Aku ingin bangunan itu selesai dalam 3 hari. Di hari tersebut aku akan menobatkan diriku sebagai ketua geng api menggantikan kedudukan mendiang pamanku," kata Vionna.

Xander tampak berpikir.

Vionna berdiri. Xander juga turut berdiri. Vionna menyentuh bahu Xander dengan sensual. "Pikirkan caranya agar bangunan itu terlihat sudah jadi."

"Baik, Nona."

Xander menatap punggung Vionna yang menghilang di balik pintu. "Gitta, kita beraksi."

Keesokan harinya, Gitta berkemas. Dia menemui Sarah untuk berpamitan.

"Apa kau merasa tidak nyaman tinggal di sini? Aku akan menegur Elina jika dia terus-menerus membuatmu merasa terganggu," kata Sarah.

"Tidak, Nyonya Milton, aku sangat nyaman tinggal di sini, tapi aku harus pulang. Ibuku sedang sakit. Terima kasih banyak atas segalanya," ucap Gitta sambil tersenyum hangat.

Sarah memeluk Gitta. "Kau gadis yang 
baik. Semoga ibumu cepat sembuh."

Gitta tersenyum. "Selamat tinggal."

Sementara itu, Xander sedang berada di tempat persembunyiannya. Dia memutar otaknya untuk membuat rencana lebih matang lagi agar tidak menanggung risiko yang terlalu berbahaya.

Gitta datang. Dia membawa dua botol soda dan meletakan satu botol ke meja di depan Xander. "Suka soda?"

Xander menerimanya kemudian meneguknya sampai habis. Tampaknya Gitta sudah mengakhiri penyamarannya sebagai Andini Sumawan. Dia kembali menjadi Gitta.

"Kau sudah memikirkan rencananya? Aku akan mengikuti arahanmu, kau ahlinya." Gitta tersenyum semangat.

Xander juga tersenyum. Dia menjelaskan rencananya sambil menunjuk denah asli di meja. Gitta menghampirinya dan melihat ke denah tersebut. Gadis itu mendengarkan penjelasan Xander dengan serius. Sesekali dia menganggukkan kepalanya.

"Rencana yang bagus, semoga kita bisa menyelesaikan misi ini dan Devan kembali padaku," ucap Gitta. Dia masih memikirkan ucapan Vionna tadi.

"Aku punya penggantinya, seorang pria Indonesia yang tampan dan sekarang dia menjadi pacarku."

Tiba-tiba Xander meraih pinggangnya dan memeluknya dengan erat. Gitta tentunya terkejut dengan apa yang dilakukan Xander. Tapi, gadis itu tidak berontak. Dia membalas pelukan Xander dan mengusap kepala pria itu dengan lembut.

"Kita pasti bisa, kita pasti berhasil. Kita akan mengakhiri missi ini," hibur Gitta.

"Aku menyukaimu, Brigitta Alyora La Reino," kata Xander.

Gitta terkejut mendengar pengakuan Xander. Pria itu melepaskan pelukannya lalu mencium bibir Gitta dengan penuh penuntutan. Entah kenapa, tapi Gitta membalas ciuman pria itu. Mereka berciuman cukup lama.

Xander melepaskan ciumannya dan menatap Gitta. Gitta menyentuh wajah Xander. Gadis itu melihat cincin di jarinya dan dia pun tersadar akan sesuatu. Gitta mendorong dada Xander.

"Maafkan aku, Xander. Ada hati yang kujaga saat ini." Gitta berlalu meninggalkan Xander di ruangan itu.

Xander mengusap kasar rambutnya.

Gitta menatap ramuan tanaman yang sudah dia racik sewaktu tinggal di rumah Sarah. Dia sedang memikirkan bagaimana caranya meracuni bodyguard Vionna.

Gadis itu melihat tabletnya. Dia mengernyit saat titik merah milik Devan dan Vionna menghilang. "Aku tidak bisa melacak mereka."

Gitta menyentuh alat komunikasi di telinganya. "Royce, Vionna dan Devan menghilang dari target."

"Kau benar, kita sudah kehilangan mereka, tapi tidak masalah. Bukankah kalian akan bertemu dengan Vionna dalam waktu 3 hari? Kau hanya perlu mendengarkan rencana dari Xander dan aku akan memberikan instruksi saat dibutuhkan," kata Royce.

Perkataan Royce tidak membantu menenangkan hati Gitta. Dia mengkhawatirkan Devan.

"Bagaimana jika Vionna tahu, kalau Devan mengaktifkan pelacak lalu Vionna membunuhnya?" Tanya Gitta dengan suara bergetar.

Di seberang sana, Royce tidak tahu harus bilang apa. Dia juga memikirkan hal yang sama.

"Royce? Roycelyn?" Gitta memanggil Royce.

"Percayalah padaku, Devan baik-baik saja," ujar Royce.

Gitta menyandarkan punggungnya ke sofa. "Devan, bertahanlah, aku akan segera datang."

🌹🌹🌹

17.52 | 13 Maret 2021
By Ucu Irna Marhamah

H-12 : CATCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang