H12 - 04

19 1 0
                                    

Kini ada 4 foto yang terpajang di ruangan ketenangan. Gitta memandangi foto Devan yang mengenakan jas hitam rapi. Pria itu tersenyum tampan dalam foto tersebut. Di bawah fotonya tertulis nama Devansa Hermawan.

Lagi-lagi air mata Gitta mengalir membasahi pipinya. Dia terkulai duduk dan menangis sambil memeluk kedua lututnya. Biggy menghampiri Gitta dan duduk di samping gadis itu seolah dia mengerti dengan perasaan Gitta yang saat ini tengah terluka karena kehilangan seseorang yang dicintainya LAGI.

Gitta dinonaktifkan selama satu bulan oleh Rudi. Dia mengerti dengan perasaan gadis itu. Beberapa anggota ARN kadang datang mengunjunginya. Agar para tetangga Gitta tidak curiga, mereka menyamar sebagai tukang ledeng, petugas kebersihan, petugas listrik, dan lain sebagainya.

Gitta duduk di sofa kamarnya sambil menatap ke luar jendela.

** Flashback **

Setelah kematian Zega, Gitta merasa sendirian di kantor polisi. Suatu hari dia mendapatkan tugas penyamaran, karena dia seorang polisi bagian intel.

Misinya adalah menangkap buronan dalam negeri yang kabur ke Malaysia.

Gitta mendatangi rumah pelarian si buronan di perbatasan Indonesia-Malaysia. Saat masuk, tiba-tiba seseorang menodongkan pistolnya ke kepala Gitta.

Gitta melihat buronan tadi sudah diikat di kursi. Gadis itu akan berbalik menatap si penodong, tapi pria itu menahan bahu Gitta agar tidak melihat padanya.

"Kenapa kau bisa berada di sini? Kau siapa?" Tanya pria yang menodongkan pistol ke kepalanya.

"Aku ditugaskan untuk membawanya," jawab Gitta.

"Aku yang pertama menangkapnya. Dia akan kubawa ke markas besar," ucap pria yang tidak lain adalah Devan.

"Kau dari geng musuh buronan itu?" Tanya Gitta sambil berputar menendang tangan Devan yang memegang pistol. Pistolnya terlempar.

Terjadi perkelahian.

Gitta lebih mendominasi perkelahian, karena Devan tidak menunjukkan perlawanan. Dia hanya menahan serangan dari gadis itu.

Gitta menendang dada Devan hingga tersungkur ke meja dan mejanya hancur. Devan bangkit dan menatap gadis itu.

"Aku akan membawanya," ucap Gitta sambil menarik kerah baju si buronan agar berdiri dan menyeretnya pergi.

Namun, di luar dugaan. Pria itu mengeluarkan pisau dan menyerang Gitta. Ternyata dia memanfaatkan situasi saat Gitta dan Devan berkelahi, dia mencoba meloloskan diri dengan pisau yang dia sembunyikan di dalam lengan bajunya.

"Arrghh!" Gitta meringis saat pria itu menyayat punggungnya. Terjadi perkelahian.

Pria itu tanpa ragu memukul dan menendang Gitta. Gadis itu sedikit kewalahan. Devan hanya menonton sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Devan! Gadis itu seorang polisi! Misi ini sudah diambil alih oleh kepolisian. Kau harus membantunya membawa kembali buronan itu," suara seseorang dari alat komunikasi di telinga Devan.

Devan sedikit terkejut mendengarnya, tapi dia tidak peduli. "Biarkan saja dia membawanya sendirian. Dia telah menyerangku."

"Devan!"

"Iya, iya." Devan segera menyerang pria itu untuk menolong Gitta. Terjadi perkelahian tidak imbang. Buronan itu pun berhasil dikalahkan.

Gitta memukul tengkuknya hingga tak sadarkan diri. "Sialan."

Mendengar Gitta yang mengumpat, Devan menatapnya. "Apakah polisi diperbolehkan mengumpat?"

Gitta melirik kesal pada Devan. "Tidak hanya mengumpat, aku juga boleh memukul orang."

Devan tersenyum melihat Gitta kesulitan membawa buronan yang pingsan itu. "Punggungmu terluka."

"Aku tidak akan mati."Gitta menghentikan langkahnya kemudian menoleh pada Devan. "Dari mana kau tahu aku polisi?"

"Telat sekali," gumam Devan.

"Apa kau bilang?" Gitta terlihat kesal.

"Aku anggota ARN." Devan menunjukkan kodenya.

Gitta melongo. "Ja-jadi kau lebih tinggi dariku?"

Maksud Gitta adalah posisi ARN lebih tinggi dibanding kepolisian.

"Aku rasa lebih baik punggungmu diobati dulu." Devan mencari kotak P3K di rumah tersebut, tapi dia tidak menemukannya.

Gitta merasa kepalanya pusing. Dia pun tersungkur dan pingsan. Devan menoleh pada Gitta yang tergeletak di lantai.

"Hei, Nona." Devan mengguncangkan tubuh Gitta. "Apa ada racun di pisaunya?"

Devan segera berlari keluar dan mengambil beberapa ramuan. Lalu kembali ke dalam rumah. Dia membuka kemeja Gitta dan mengobati luka di punggungnya.

Devan melihat ada banyak luka di punggung Gitta. Itu bukan luka sayatan atau bekas peluru yang biasa ditemukan di tubuh polisi, tapi lebih mirip luka bekas cambukan.

Dengan bantuan ARN, Devan membawa Gitta dan buronan tersebut kembali ke Indonesia. Dia menyerahkannya ke kepolisian.

Kepala polisi menegur Gitta. "Bagaimana bisa kau menyerang anggota ARN? Untung saja mereka tidak menuntut."

Gitta tidak menjawab, karena dia tahu dia bersalah. Gadis itu meminta kepala polisi untuk menyampaikan rasa terima kasih dan permintaan maaf untuk Devan.

Suatu hari, Devan mendatangi kantor polisi. Dia menemui Gitta. Gadis itu terlihat berkharisma dengan seragam yang dipakainya.

"Halo, selamat siang," Devan menyapanya.

Gitta tersenyum. "Selamat siang."

"Aku diberikan amanat oleh kepala ARN." Devan memberikan sebuah map berwarna coklat pudar. Kemudian dia beranjak dari tempat duduknya.

Gitta menerimanya. "Kau tidak mau minum kopi dulu?"

Devan tersenyum. "Kita akan lebih sering minum kopi di markas."

Gitta mengernyit. Dia menatap punggung Devan yang semakin menjauh dan menghilang di balik pintu. "Mungkin dia sibuk."

Gitta membuka map tersebut. Isinya adalah penawaran perekrutan anggota dari ARN untuknya.

Setelah memikirkannya dengan matang, akhirnya Gitta menerima tawaran tersebut. Dia keluar dari kepolisian dan langsung bergabung dengan ARN. Rudi yang melatihnya menjadi mata-mata terbaik, sebelum dirinya menjadi kepala ARN.

** End Flashback **

Gitta menunduk menatap cincin di jari manisnya. Cincin pertunangan mereka.

🌹🌹🌹

08.35 | 12 Maret 2021
By Ucu Irna Marhamah

H-12 : CATCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang